Jumat, 17 September 2021

nashoih4

13. Tata Krama, Kesabaran dan Wara` - Atsar Hasan Al Bashri

مَنْ لَااَدَبَ لَهُ لَا عِلْمَ لَهُ وَمَنْ لَا صَبْرَلَهُ لَا دِيْنَ لَهُ وَمَنْ لَاوَرَعَ لَهُ لَازُلْفَى لَهُ .


Sebagaimana yang dikatakan oleh salah seorang ulama besar dari golongan Tabi`in yang bernama Hasan Al Basri sebagai berikut :
`` Barangsiapa yang tidak memiliki tata karma, berarti ia tidak berilmu, dan barangsiapa yang tidak punya kesabaran, berarti ia tidak beragama, serta barangsiapa yang tidak memiliki sifat wara` (dalam dirinya), maka tidak ada tempat baginya di sisi Tuhan. ``
Keterangan :
Sabar ada empat macam :
1. Sabar dalam menghadapi musibah.
اَلصَّبْرُ عَلَى الْمُصِيْبَةِ
2. Sabar dalam menghadapi kesulitan.
اَلصَّبْرُ عَلَى الْمُشَقَّةِ
3. Sabar dalam melaksanakan taat.
اَلصَّبْرُ عَلَى الطَّاعَةِ
4. Sabar dalam menjauhi maksiat.
اَلصَّبْرُ عَلَى الْمَعْصِيَةِ
Yang dimaksud dengan sifat `wara ialah hati-hati (tidak suka terhadap barang haram, makruh, dan syubhat). 
Syubhat adalah sesuatu yang tidak jelas halal dan haramnya. 

14. Taqwa, Menjaga Lisan dan Meneliti Makanan - Hadits 1

Dalam sebuah riwayat diterangkan, bahwa seseorang pemuda dari Bani Israil hendak pergi menuntut ilmu ke luar negeri. Maka kabar itu sampai pula kepada Nabi mereka pada saat itu. Lalu ia dipanggil dan setelah menghadap, maka Nabi itu bersabda kepadanya :

يَا فَتَى إِنِّى اَعِظُكَ بِثَلَاثِ خِصَالٍ فِيْهَا عَلْمُ الْاَوَّلِيْنَ وَالْآخِرِيْنَ خَفِ اللهَ فِى السِّرِّ وَ الْعَلَانِيَةِ وَامْسِكْ لِسَانَكَ عَنِ الْخَلْقِ وَلَا تَذْكُرُهُمْ اِلَّا بِخَيْرٍ وَانْظُرْ خُبْزَكَ الَّذِى تَأْكُلُهُ حَتَّى يَكُوْنَ مِنَ الْحَلَالِ : فَامْتَنَعَ الْفَتَى عَنِ الْخُرُوْجِ اِلَى بَلَدٍ آخَرَ لِطَلَبِ الْعِلْمِ .

``Wahai pemuda, Sesungguhnya aku akan memberikan nasihat kepadamu dengan tiga perkara yang didalammya mengandung ilmu orang orang yang terdahulu dan yang akan datang (zaman ahkir), yaitu kamu harus takut kepada Allah SWT, baik secara tersembunyi maupun secara terang terangan di tempat umum, jagalah lisanmu dari mengumpat sesama makhluk, janganlah menceritaknnya kepada siapapun kecuali tentang kebaikannya, dan telitilah rotimu(makanan) yang hendak kamu makan, sehingga kamu memakan dari barang yang halal (Pemuda tersebut ternyata kemudian tidak mau pindah ke tempat lain untuk mencari ilmu). ``

15. Sebab sebab Ilmu Bermanfaat - 

Diterangkan dalam sebuah riwayat, bahwa seseorang dari kaum Bani Israil telah mengumpulkan buku yang berisi ilmu sebanyak delapan puluh peti, tapi tak satupun dari semuanya itu bermanfaat baginya. Karenanya Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Mereka, agar memberikan nasihat kepada orang itu :

لَوْ جَمَعْتَ كَثِيْرًا مِنَ الْعِلْمِ لَمْ يَنْفَعْكَ إِلَّا أَنْ تَعْمَلَ بِثَلَاثَةِ أَشْيَاءَ لَاتُحِبُّ الدُّنْيَا فَلَيْسَتْ بِدَارِ الْمَؤْمِنِيْنَ وَلَاتُصَاحِبِ الشَّيْطَانَ فَلَيْسَ بِرَفِيْقِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَلَا تُؤْذِ اَحَدًا فَلَيْسَ بِحِرْفَةِ الْمُؤْمِنِيْنَ .


`` Seandainya kamu kumpulkan ilmu lebih banyak dari itu semua, tentu tidak akan bermanfaat bagimu, melainkan dengan mengerjakan tiga perkara yaitu, janganlah kamu mencintai dunia, karna ia bukanlah balasan bagi orang orang beriman, janganlah kamu bersahabat dengan syaitan, karena ia bukanlah sahabat orang orang yang beriman dan janganlah kamu menyakiti seorangpun karena hal itu bukan perbuatan orang orang yang  beriman. ``
Keterangan :
Dunia bukan tempat orang mukmin maksudnya bukan tempat menerima balasan bagi orang mukmin, karena tempat menerima pahala adalah surga. Adapun jika mendapat keuntungan sesudah beribadah (beramal saleh) itu hanyalah merupakan hikmah, sedangkan jika mendapat kecelakaan, itu bukan siksa bagi mukmin, akan tetapi hanya merupakan peringatan.
Menemani setan maksudnya, menaati perintahnya dan membantah perintah Allah. 
16. Permohoman Imam Sulaiman Ad Darani - Doa

إِلَهِى لَئِنْ طَلَبْتَنِى بِذَنْبِى لَاَطْلُبَنَّكَ بِعَفْوِكَ وَلَئِنْ طَالَبْتَنِى بِبُخْلِى لَاَطْلُبَنَّكَ بِسَخَائِكَ وَلَئِنْ اَدْخَلْتَنِى النَّارَ لَاَخْبَرْتُ اَهْلَ النَّارَ بِاَنِّى اُحِبُّكَ.

Sebagaimana yang diriwayatkan dari Abdurrahman bin Athiyah, bahwa dalam doanya Imam Abu Sulaiman Ad Darani ra. menuntut kepada Allah SWT. Sebagai berikut :
`` Wahai Tuhanku, apabila Engkau memuntunku karena dosaku, maka akupun akan menuntut kepada Mu akan ampunanMu. Dan apabila Engkau menuntutku karena kebakhilanku, maka akupun akan menuntut kepadaMu akan kedermawananMu. Dan apabila Engkau memasukkan aku ke dalam neraka, maka akan aku sampaikan kepada para ahli neraka, bahwa sesungguhnya aku sangat mencintaiMu.``

17. Tanda tanda Orang Yang Berbahagia - Jumhur Ulama

اَسْعَدُ النَّاسِ مَنْ لَهُ قَلْبٌ عَالِمٌ وَبَدَن ٌصَابِرٌ وَ قَنَاعَةٌ بِمَا فِى الْيَدِ .


Sebagaimana yang diterangkan dalam sebuah pernyataan sebagai berikut :
`` Orang yang  paling berbahagia adalah orang yang mempunyai hati yang alim, badan yang sabar dan merasa puas terhadap apa yang ada di tangannya. ``
Keterangan :
Qana`ah adalah menerima pemberian Allah dengan senang hati (menerima apa adanya).

18. Perkara perkara Yang Menyebabkan Celaka - Hadits 1

إِنَّمَا هَلَكَ مَنْ هَلَكَ قَبْلَكُمْ بِثَلَاثِ خِصَالٍ : بِفُضُوْلِ الْكَلَامِ وَفُضُوْلِ الطَّعَامِ وَ فُضُوْلِ الْمَنَامِ.


Sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibrahim An Nakha`I ra. sebagai berikut :
`` Sesungguhnya orang orang yang sebelum kamu itu celaka hanya karena disebabkan tiga perkara, yaitu bicara yang berlebihan, makan yang berlebihan, dan terlalu banyak tidur. ``
19. Tiga Perkara Merupakan Bekal Akhirat - Hadits 1

طُوْبَى لِمَنْ تَرَكَ الدُّنْيَا قَبْلَ اَنْ تَتْرُكَهُ وَبَنَى قَبْرَهُ قَبْلَ اَنْ يَدْخُلَهُ وَاَرْضَى رَبَّهُ قَبْلَ اَنْ يَلْقَاهُ.


Sebagaimana yang diriwayatkan dari Yahya bin Mu`adz ar Razi berikut ini :
`` Sungguh beruntung orang yang meninggalkan dunia sebelum dunia meninggalkannya, orang yang menyediakan kuburan sebelum ia memasukinya dan orang yang mendapatkan ridha Tuhannya, sebelum ia menemui Nya. ``
Keterangan :
a. Sebelum harta meninggalkan, maksudnya sebelum fakir.
b. Membangun kubur sebelum memasukinya maksudnya, beramal saleh sebelum meninggal.
c. Meridhai Tuhannya yakni dengan cara melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
d. Sebelum menemuinya, artinya sebelum mati.

20. Sunnatullah, Sunnatur Rasul, dan Sunnah Waliyullah - Hadits 1

مَنْ لَمْ يَكُنْ عِنْدَهُ سُنَّةُ اللهِ وَسُنَّةُ رَسُوْلِهِ وَسُنَّةُ اَوْلِيَائِهِ فَلَيْسَ فِى يَدِهِ شَىْءٌ .

Sebagaimana yang diriwayatkan dari Ali ra. berikut ini :
``Barangsiapa yang tidak ada sunnatullah di sisinya, sunnah Rasul dan sunnah para waliyullah, maka ia tidak mempunyai suatupun di tangannya. ``kemudian ditayakan kepada Ali ra

مَا سُنَّةُ اللهِ ؟ قَالَ : كِتْمَانُ السِّرِّ وَقِيْلَ مَا سُنَّةُ الرَّسُوْلِ ؟ قَالَ : الْمُدَارَةُ بَيْنَ النَّاسِ وَ قِيْلَ مَا سُنَّةُ اَوْلِيَائِهِ ؟ قَالَ : اِحْتِمَالُ اْلاَذَى عَنِ النَّاسِ وَكَانُوْا مِنْ قَبْلِنَا يَتَوَا صَوْنَ بِثَلَاثِ خِصَالٍ : وَيَتَكَا تَبُوْنَ بِهَا مَنْ عَمِلَ لِآخِرَتِهِ كَفَاَهُ اللهُ اَمْرَدِ يْنِهِ وَدُنْيَاهُ وَمَنْ اَحْسَنَ سَرِيْرَتَهُ اَحْسَنَ اللهُ عَلَا نِيَتَهُ وَمَنْ اَصْلَحَ مَابَيْنَهُ وَبَيْنَ اللهِ اَصْلَحَ اللهُ مَابَيْنَهُ وَبَيْنَ النَّاسِ .



`` Apakah sunnatullah itu ? ``Beliau menjawab, ``yaitu menyimpan rahasia.`` Ditanyakan lagi, ``apakah sunnah Rasulullah ?`` Beliau menjawab, ``Berbuat baik (ramah tamah) kepada sesama manusia. Dan ditanyakan pula, ``Apakah sunnah waliyullah itu ?`` Beliau juga menjawab, ``Menaggung kesabaran atas sesuatu yang menyakiti mereka. Keadaan para wali sebelum kami berwasiat dengan 3 perkara dan mereka mengirimkan surat kepada sebagian mereka tentang hal itu, yaitu : barangsiapa yang beramal untuk akhiratnya, maka Allah akan memberi kecukupan kepadanya dalam keadaannya dalam urusan agama dan dunianya, barangsiapa yang baik batinnya, maka Allah akan memperbaikinya dzahirnya, dan barangsiapa yang mengikhlaskan amal yang berhubungan dengan Allah maka Allah, akan meluluskan amalnya yang berhubungan antara dia dan manusia.  ``
Keterangan :
 اَ صْلَحَMaksudnya  اَخْلَصَberarti mengikhlaskan niat yaitu membersihkan niat dari riya`, ujub, dan sum'ah. (سُمْعَةٌ)

Adapun tentang ramah tamah (sopan santun) adalah sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah syair berikut ini :

وَاَرْضِهِمْ مَا دُمْتَ فِى اَرْضِهِم # دَارِهِمْ مَا دُمْتَ فِى دَارِهِمْ

``Berbuat baiklah kepada mereka selama engkau berada di rumah mereka. Dan buatlah hati mereka menjadi ridha (rela), selama engkau berada di bumi mereka. ``


21. Manusia Dalam Pandangan Allah, Dirinya Sendiri dan dalam Pandangan Orang Lain
Telah diriwayatkan dari Ali ra. sebagai berikut :
كُنْ عِنْدَ اللهِ خَيْرَ النَّاسِ وَكُنْ عِنْدَ النَّفْسِ شَرَّ النَّاسِ وَكُنْ عِنْدَ النَّاسِ رَجُلًا مِنَ النَّاسِ.

``Jadilah engkau orang yang paling baik dalam pandangan Allah, dan jadilah engkau orang yang paling hina dalam pandanganmu sendiri, dan jadilah engkau orang yang sewajarnya dalam pandangan orang lain. ``
Keterangan :
Kita harus memeandang diri orang lain lebih baik daripada kita dan memandang diri kita lebih jelek daripada orang lain dalam hal iman, ilmu, dan amal. Namun kita jangan memandang non-muslim lebih baik daripada kita. Sebab, Allah berfirman :
وَلَا تَهِنُوْا وَلَا تَحْزَنُوْا وَاَنْتُمُ الْأَ عْلَوْنَ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْ مِنِيْنَ .
``Janganlah kamu merasa hina dan jangan pula merasa bersedih hati, sedang kamu ada dalam derajat yang tinggi apabila kamu dalam keadaan beriman. ``

21. Manusia Dalam Pandangan Allah, Dirinya Sendiri dan dalam Pandangan Orang Lain - Atsar Syekh Abdu
21. Manusia Dalam Pandangan Allah, Dirinya Sendiri dan dalam Pandangan Orang Lain - Atsar Syekh Abdu

اِذَالَقِيْتَ اَحَدًا مِنَ النَّاسِ رَأَيْتَ الْفَضْلَ لَهُ عَلَيْكَ وَتَقُوْلُ عَسَى اَنْ يَكُوْنَ عِنْدَ اللهِ خَيْرًا مِنِّىْ وَاَرْفَعَ دَرَجَةً فَإِنْ كَانَ صَغِيْرًا قُلْتَ : هَذَ الَمْ تَعْصِ اللهَ وَاَنَاقَدْ عَصَيْتُ فَلَا شَكَّ اَنَّهُ خَيْرٌ مِنِّىْ وَاِنْ كَانَ كَبِيْرًا قُلْتَ هَذَا قَدْ عَبَدَ اللهَ قَبْلِىْ وَاِنْ كَانَ عَالِمًا قُلْتَ هَذَا اُعْطِيَ مَالَمْ اَبْلُغْ وَنَالَ مَالَمْ اَنَلْ وَعَلِمَ مَاجَهِلْتُ وَهُوَ يَعْمَلُ بِعِلْمِهِ وَاِنْ كَانَ جَاهِلًا قُلْتَ هَذَا عَصَى اللهَ بِجَهْلٍ وَ اَنَاعَصَيْتُهُ بِعِلْمٍ وَلَا اَدْرِىْ بِمَ يُخْتَمُ لِىْ اَوْبِمَ يُخْتَمُ لَهُ, وَاِنْ كَانَ كَافِرًا قُلْتَ لَااَدْرِىْ عَسَى اَنْ يُسْلِمَ فَيُخْتَمُ لَهُ بِخَيْرِ الْعَمَلِ وَعَسَى اَنْ اَكْفُرَ فَيُخْتَمُ لِىْ بِسَوْءِ الْعَمَلِ .

Bagian Kedua
PETUNJUK YANG MEMUAT TIGA PERKARA

21. Manusia Dalam Pandangan Allah, Dirinya Sendiri dan dalam Pandangan Orang Lain
Syekh Abdul Qadir Al Jaelani berkata, ``Apabila kamu bertemu dengan seseorang, hendaklah engkau memandangnya lebih utama daripada kamu, dan engkau mengatakan, `mungkin dia lebih baik disisi Allah daripada aku, dan lebih tinggi derajatnya`. Apabila dia lebih kecil hendaklah engaku mengatakan,`orang ini tidak berbuat dosa kepada Allah sedangkan aku telah berbuat dosa, maka aku  tidak ragu lagi bahwa ia lebih baik dari pada aku`.
Dan apabila keadaan orang yang kau lihat lebih tua, hendaklah engkau mengatakan, `Orang ini telah beribadah kepada Allah sebelum aku`. Apabila keadaan orang yang engkau pandang seorang alim (kiai), hendaklah engkau mengatakan, `Orang ini telah diberi sesuatu (anugerah) yang belum aku dapatkan dan ia telah mengetahui apa yang belum aku ketahui serta mengamalkan ilmunya`.
Apabila orang itu bodoh, hendaklah engkau mengatakan, `Orang ini durhaka kepada Allah karena kebodohannya, sementara aku berdosa karena aku berilmu. Aku tidak tahu dengan apa aku diakhiri atau dengan apakah dia diakhiri (kehidupannya(  حُسْنُ الْخَاتِمَةِatau سُوْءُ الْخَتِمَةِ . Dan apabila keadaan orang yang engkau lihat kafir, hendaklah aku mengatakan,`Aku tidak tahu, mungkin aku menjadi kafir sehingga aku berakhir dengan amal yang jelek`. ``

اِذَالَقِيْتَ اَحَدًا مِنَ النَّاسِ رَأَيْتَ الْفَضْلَ لَهُ عَلَيْكَ وَتَقُوْلُ عَسَى اَنْ يَكُوْنَ عِنْدَ اللهِ خَيْرًا مِنِّىْ وَاَرْفَعَ دَرَجَةً فَإِنْ كَانَ صَغِيْرًا قُلْتَ : هَذَ الَمْ تَعْصِ اللهَ وَاَنَاقَدْ عَصَيْتُ فَلَا شَكَّ اَنَّهُ خَيْرٌ مِنِّىْ وَاِنْ كَانَ كَبِيْرًا قُلْتَ هَذَا قَدْ عَبَدَ اللهَ قَبْلِىْ وَاِنْ كَانَ عَالِمًا قُلْتَ هَذَا اُعْطِيَ مَالَمْ اَبْلُغْ وَنَالَ مَالَمْ اَنَلْ وَعَلِمَ مَاجَهِلْتُ وَهُوَ يَعْمَلُ بِعِلْمِهِ وَاِنْ كَانَ جَاهِلًا قُلْتَ هَذَا عَصَى اللهَ بِجَهْلٍ وَ اَنَاعَصَيْتُهُ بِعِلْمٍ وَلَا اَدْرِىْ بِمَ يُخْتَمُ لِىْ اَوْبِمَ يُخْتَمُ لَهُ, وَاِنْ كَانَ كَافِرًا قُلْتَ لَااَدْرِىْ عَسَى اَنْ يُسْلِمَ فَيُخْتَمُ لَهُ بِخَيْرِ الْعَمَلِ وَعَسَى اَنْ اَكْفُرَ فَيُخْتَمُ لِىْ بِسَوْءِ الْعَمَلِ .

Syekh Abdul Qadir Al Jaelani berkata, ``Apabila kamu bertemu dengan seseorang, hendaklah engkau memandangnya lebih utama daripada kamu, dan engkau mengatakan, `mungkin dia lebih baik disisi Allah daripada aku, dan lebih tinggi derajatnya`. Apabila dia lebih kecil hendaklah engaku mengatakan,`orang ini tidak berbuat dosa kepada Allah sedangkan aku telah berbuat dosa, maka aku  tidak ragu lagi bahwa ia lebih baik dari pada aku`.
Dan apabila keadaan orang yang kau lihat lebih tua, hendaklah engkau mengatakan, `Orang ini telah beribadah kepada Allah sebelum aku`. Apabila keadaan orang yang engkau pandang seorang alim (kiai), hendaklah engkau mengatakan, `Orang ini telah diberi sesuatu (anugerah) yang belum aku dapatkan dan ia telah mengetahui apa yang belum aku ketahui serta mengamalkan ilmunya`.
Apabila orang itu bodoh, hendaklah engkau mengatakan, `Orang ini durhaka kepada Allah karena kebodohannya, sementara aku berdosa karena aku berilmu. Aku tidak tahu dengan apa aku diakhiri atau dengan apakah dia diakhiri (kehidupannya(  حُسْنُ الْخَاتِمَةِatau سُوْءُ الْخَتِمَةِ . Dan apabila keadaan orang yang engkau lihat kafir, hendaklah aku mengatakan,`Aku tidak tahu, mungkin aku menjadi kafir sehingga aku berakhir dengan amal yang jelek`. ``

Keterangan :
Islam tidak membeda-bedakan manusia karena perbedaan harta, tahta, atau turunan. Akan tetapi, Islam mengajarkan manusia sama derajatnya di sisi Allah dan manusia yang lebih mulia adalah orang yang lebih taqwa di antara mereka. Oleh karena itu, sebagian para ulama berdoa dengan doa sebagai berikut :

اَللَّهُمَّ اَجْعَلْنِىْ صَبُوْرًا وَاجْعَلْنِى شَكُوْرًا وَاجْعَلْنِى فِى عَيْنِىْ صَغِيْرًا وَفِى اَعْيُنِ النَّاسِ كَبِيْرًا .

``Ya Allah, jadikanlah aku orang yang sabar dan bersyukur, dan jadikanlah aku dalam memandang diriku seorang yang kecil/hina dan jadikanlah aku seorang yang memandang besar ketika memandang diri orang lain. ``


22. Dosa Kecil, Rizqi, dan Musibah
Diterangkan dalam sebuah pernyataan, bahwa Allah SWT. Telah berfirman kepada Nabi Uzair as. Sebagai berikut :

يَا عُزَيْرُ اِذَا اَذْنَبْتَ ذَنْبًا صَغِيْرًا فَلَا تَنْظُرْ اِلَى صِغَرِهِ وَانْظُرْ اِلَى مَنْ اَذْنَبْتَ لَهُ وَاِذَا اَصَابَكَ خَيْرٌ يَسِيْرٌ فَلَا تَنْظُرْ اِلَى صِغَرِهِ وَانْظُرْ اِلَى مَنْ رَزَقَكَ وَاِذَا اَصَابَكَ بَلِيَّةٌ فَلَا تَشْكُونِى إِلَى خَلْقِى كَمَا لَا اَشْكُوْكَ إِلَى مَلَائِكَتِى إِذَا صَعِدَتْ إِلَيَّ مَسَاوِيْكَ.

``Wahai Uzair, jika kamu melakukan dosa kecil, maka kamu jangan melihat kecilnya, tapi lihatlah kepada siapa kamu telah berbuat dosa. Jika kamu mendapatkan yang sedikit, maka kamu jangan melihat yang sedikitnya, tapi lihatlah siapakah yang telah memberikan itu kepadamu. Dan jika kamu mendapatkan suatu musibah, maka janganlah kamu mengadukanKu kepada makhlukKu, sebagaimana Aku tidak mengadukanmu kepada MalaikatKu, jika kejelekanmu disampaikan kepada Ku. ``
Keterangan :
Menceritakan nasib buruk (sial) kepada orang lain disebut شِكَايَةٌ hukumnya haram. شِكَايَةٌhanyalah kepada Allah. Masalah : jika menceritakan nasib buruk kepada orang lain tapi hatinya ridha dan sabar karena menjawab orang-orang yang bertanya kepadanya, hal itu tidak termasuk syikayah. Sebab, Nabi pun pernah berkata demikian kepada Malaikat Jibril. Saat menjelang wafat Jibril bertanya : `Ya Muhammad apa yang terasa olehmu ?`. Nabi menjawab : `Aku susah dan bingung`. Jibril bertanya lagi : `Apa yang menyebabkan kamu susah dan bingung ?`. Nabi menjawab :`Nasib umatku diakhir zaman`.

Selanjutnya klik  disini