Selasa, 21 Desember 2021

zakat fitrah penerima zakat

WAJIB ZAKAT FITRAH


(وتجبُ الفطرةُ) أي زكاةُ الفطرِ. سميت بذلك لأن وجوبها به. وفُرِضَت  كرمضان  في ثاني سِني الهِجرةِ. وقولُ ابن اللبان بعدمِ وجوبِها غلطٌ  كما في الروضَة  قال وكيعُ: زكاةُ الفطرِ لشهرِ رمضان  كسجدةِ السّهو للصلاةِ  تجبُرُ نقصَ الصَّومِ، كما يَجْبُر السجودُ نقصَ الصَّلاةِ  ويؤيّدُهُ ما صَحّ أنها “طُهرَةٌ للصائِمِ مِنَ اللَّغْوِ والرَّفثِ”.

Zakat fitrah hukumnya adalah wajib. Disebut Zakat Fitri sebab kewajibkannya karena telah berbuka puasa akhir Ramadlan, difardlukan sebagaimana puasa Ramadhan pada tahun kedua Hijrah. Perkataan Ibnul Labban bahwa zakat Fitrah tidak wajib adalah keliru," sebagaimana diterangkan dalam Ar-Raudlah. Imam Waki? berkata: zakat fitrah terhadap bulan Ramadhan adalah bagaikan sujud sahwi terhadap shalat, ia menambal kekurangan puasa sebagaimana sujud sahwi menambal kekurangan shalat. Perkataan ini dikuatkan oleh Hadits Shahih yang menyatakan bahwa zakat fitrah itu membersihkan orang puasa dari hal yang tiada gunanya dan keji.

 (على حُرَ) فلا تلزَمُ على رقيقٍ عن نفسِهِ، بل تلزَم سيِّده عنه، ولا عن زوجَتِهِ، بل إن كانتْ أمَة فعلى سَيّدها، وإلا فَعَليْها  كما يأتي . ولا على مُكاتَبٍ لضعفِ مُلكِهِ، ومن ثم لم تلزمُهُ زكاةُ مالِهِ ولا نفقَةُ أقاربِهِ، ولاستقلاله لم تلزَمْ سيدَه عنه، (بغروب) شمسِ (ليلِة فطرٍ) من رمضان، أي بإِدراكِ آخر جزء منه وأوّل جزء من شوَّال. فلا تجبُ بما حَدَثَ بعد الغروبِ من وَلدٍ، ونِكاحٍ، ومُلْكِ قِنّ، وغِنىً، وإسلام. ولا تسقُطُ بما يحدُثُ بعده من مَوْتٍ، وعَتْقٍ، وطلاق، ومُزيل مُلكٍ.

Zakat fitrah wajib atas orang merdeka, maka bagi hamba sahaya tidak wajib mengeluarkan fitrah dirinya sendiri, tetapi menjadi kewajiban tuannya, tidak wajib pula menfitrahi isterinya, bahkan kalau ia seoarang amat maka kekwajibannya melimpah pada tuannya amat itu, kalau ia bukan seorang amat, maka kewajiban fitrahnya adalah atas tanggungan dirinya sendiri, seperti keterangan berikut dibawah ini : Zakat fitrah tidak wajib atas budak Mukattab, karena lemahnya status miliknya, maka tidak berkewajiban mengeluarkan zakat hartanya dan juga menafkahi kerabatnya, dan karena kebebasannya, maka tuannya tidak terbebani fitrah dirinya (Mukattab). Zakat fitrah wajib sebab dengan terbenamnya matahari akhir Ramadhan malam Idul Fitri, yaitu dengan menjumpai bagian terakhir bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal. Maka kewajiban zakat fitrah tidak wajib kepada hal yang baru ada setelah matahari akhir Ramadhan terbenam, baik berupa anak, milik budak, kekayaan atau Islam. Dan juga tidak menjadi gugur dari yang baru terjadi setelah matahari tersebut terbenam, baik berupa kematian, kemerdekaan budak, perceraian maupun berupa sesuatu yang menghilangkan status miliknya.


  ووقتُ أدائِها من وقتِ الوجوبِ إلى غروبِ شمسِ يومِ الفِطْرِ. فيلزم الحرّ  المذكور  أن يؤدّيها قبل غروب شمسِه، (عمن) أي عن كل مسلمٍ (تلزمهُ نفقتُه) بزوجِيَّة، أو مُلْكٍ، أو قرابة، حين الغروب. (ولو رَجْعِيَّةً) أو حاملاً بائناً، ولو أمَةً، فيلزم فطرتهما كنفقتهما. ولا تجب عن زوجَةٍ ناشِزَةٍ، لسقوطِ نفقِتها عنهُ، بل تجبُ عليها إن كانت غنية. ولا عن حرَّةٍ غنيّةٍ غيرَ ناشزةٍ تحت مُعْسَرٍ، فلا تلزم عليهِ لانتفاءِ يسارِهِ، ولا عليْها لكمالِ تسليمِها نفسِها له. ولا عن وَلَدٍ صغيرٍ غنيّ، فتجبُ من مالِه، فإِن أخرَجَ الأبُ عنه من مالِهِ جازَ، ورجَعَ إن نوى الرجوعَ. وفِطرةُ ولدِ الزِّنا على أمّه. ولا عن وَلدٍ كبيرٍ قادرٍ على كَسْبٍ. 

Waktu pembayarannya adalah sejak waktu diwajibkan hingga terbenamnya matahari ‘Idul Fitri. Maka bagi orang merdeka seperti di atas hendaklah membayarkan fitrahnya sebelum terbenamnya matahari 'Idul Fitri Atas nama setiap Muslim yang ia wajib menanggung nafkahnya dengan status isteri, milik atau kerabat dikala terbenam matahari akhir Ramadhan sekalipun isteri yang tertalak raj'iy atau isteri tertalak bain dalam keadaan hamil, sekalipun seorang amat, maka fitrah mereka berdua (tertalak raj’iy, bain hamil) wajib ia tanggung, sebagaimana juga nafkah mereka. Zakat fitrah isteri yang nusyuz tidak menjadi kewajiban suami, karena hak nafkahnya atas suami telah gugur, bahkan kewajiban fitrahnya menjadi tanggungan sendiri bila ia kaya. Zakat fitrah isteri merdeka (tidak budak) kaya serta tidak sedang nusyuz tidak menjadi tanggungan suaminya jika suami miskin, kewajiban fitrahnya tidak dibebankan kepada suami, karena ketidak mampuannya, tidak pula menjadi tanggungan dirinya sendiri karena kesempurnaan penyerahan dirinya kepada sang suami. Zakat fitrah anak kecil yang kaya tidak menjadi kewajiban sang ayah, maka wajib diambilkan dari harta anak itu. Bila sang ayah membayarkan fitrahnya dari harta ayah sendiri juga boleh dan boleh pula minta pembayaran kembali jika hal itu diniatkan (waktu pembayaran fitrah). Zakat fitrah anak hasil zina menjadi kewajiban sang ibu. Zakat fitrah anak yang sudah besar serta bisa bekerja tidak menjadi kewajiban sang ayah.

ولا تجبُ الفطرةُ عن قِنَ كافرٍ، ولا عن مُرْتَدّ، إلا أن عاد للإِسلام. وتلزم على الزوج فطرةُ خادمِة الزوجة، إن كانت أمَتَه، أو أمَتَها وأخْدَمَها إياها، لا مُؤَجَّرةٌ، ومَنْ صَحِبَتْها،  ولو بأذنِهِ، على المعتمِدِ . وعلى السيِّدِ فطرةُ أمَتِهِ المزوَّجَة لمُعْسرٍ، وعلى الحرّة الغنيّة المزوَّجة لعبدٍ  لا عليه ولو غنياً. قال في البحر: ولو غابَ الزوجُ، فللزوجةِ اقتراضُ نَفَقَتِها للضّرورة، لا فِطرتها، لأنه المطالبَ، وكذا بَعْضُه المحتاج.

Kewajiban zakat fitrah tidak wajib bagi budak kafir dan juga orang murtad, kecuali bila telah kembali masuk Islam Adalah menjadi kewajiban suami pembayaran fitrah pelayan wanita sang isteri, bila pelayan itu juga adalah amat milik suami atau milik isteri yang menjadi pelayan isteri. Namun tidak wajib bila pembantu itu telah digaji , tidak pula fitrah orang wanita yang menemani isteri sekalipun atas izin suami, demikian menurut pendapat yang muktamad. Wajib bagi sang tuan membayar fitrah amatnya yang telah dikawinkan dengan lelaki miskin. Fitrah wanita merdeka, kaya yang dikawinkan dengan budak adalah kewajibannya sendiri, bukan tanggungan budak itu sekalipun kaya. Dalam Al-Bahar, Ar-Ruyaaniy berkata : apabila sang suami sedang tidak ada, maka bagi isteri boleh berhutang biaya nafkahnya karena dlarurat, tapi tidak boleh berhutang biaya zakat fitrahnya, karena sang suamilah yang dibebani kewajibannya." Begitupula diperbolehkan bagi orang tua dan keturunannya yang memerlukan pembiayaan.


 وتجب الفطرةُ على من مرّ، عمن ذُكِر (إن فَضُلَ عن قوتٍ مموَّن) له تلزمهُ مؤنتةٌ من نفسِهِ وغيرِهِ (يوم عيدٍ وليلِته) وعن مَلبَسٍ، ومسكَنٍ، وخادَمٍ يحتاجُ إليهما هو أو مموِّنَه. (وعن دَيْن)  على المعتمد، خلافاً للمجموع  ولو مُؤَجلاً، وإن رَضِيَ صاحِبُه بالتأخير. (ما يخرِجَهُ فيها) أي الفطرةُ. (وهي) أي زكاةُ الفِطرِ (صاعٌ) وهو أربعةُ أمدادٍ، والمدّ، رَطلٌ، وثُلُثٍ  وقدَّرَهُ جماعةٌ بحُفْنَةٍ بِكفيْنِ مُعْتَدِليْن  عن كل واحدٍ (من غالبِ قوتِ بَلَدِهِ) أي بَلَدَ المؤدَّى عنه. فلا تجزىء من غيرِ غالبِ قوتِهِ، أو قوتِ مُؤَدَ، أو بلدِهِ، لتشوُّفِ النفوسِ لذلك. ومن ثم وجبَ صرفُها لفقراءِ بلده مؤدّى عنه. فإن لم يُعْرَف  كآبقٍ  ففيهِ آراءٌ: منها: إخراجُها حالاً. ومنها: أنها لا تجب إلا إذا عاد. وفي قولٍ: لا شيء.

Kewajiban pembayaran fitrah atas orang-orang di atas dan atas nama mereka yang telah tersebutkan, adalah bila harta zakat fitrah itu merupakan kelebihan dari makanan pokok untuk dirinya sendiri dan orang-orang yang ditanggung biaya hidupnya selama sehari semalam 'Idul Fitri, juga kelebihan dari pakaian, tempat tinggal dan pembantu yang kesemuanya diperlukan adalah  olehnya sendiri atau diperlukan oleh orang yang ditanggung biaya hidupnya, juga kelebihan dari pembayaran hutangnya, menurut pendapat yang dipegangi dan dalam hal ini berbeda dengan pendapat Al-Majmu'. Besar zakat fitrah untuk satu orang adalah satu sha? makanan pokok yang lumrah pada daerah orang yang dizakat fitrahi." Satu sha' yaitu 4 mud, satu mud 1 ritel dan menurut perkiraan segolongan Ulama adalah sepenuh cakupan dua telapak tangan yang sedang. Maka belum cukuplah jika bukan makanan pokok yang lumrah di daerah orang yang difitrahi dan juga makanan pokok pembayar fitrah (bila lain daerah dengan yang difitrahi) atau makanan pokok daerah pembayar fitrah, karena hasrat nafsu mustahiqqin (orang-orang yang berhak menerima zakat fitrah) kepadanya. Dari sini, maka fitrah wajib dibagikan kepada orang-orang faqir di daerah orang yang difitrahi, kalau daerahnya tidak dikenal, misalnya karena orang

[فرع]: لا تجزىءُ قيمةٌ ولا مُعيبٌ ومُسَوّسٌ ومَبلولٌ  أي إلا إن جَفّ وعاد لِصَلاحيّة الادّخارِ والاقْتيات ، ولا اعتبار لاقتياتِهِم المبلولَ إلا أن فَقَدوا غيرَه، فيجوز. (وحَرُمَ تأخِيرُها عن يومِهِ) أي العبدِ  بلا عذر، كغَيْبَةِ مالٍ أو 
مُسْتحِقّ. ويجبُ القضاءُ  فوراً  لعِصيانِهِ.

Cabang masalah
Tidak sah zakat fitrah menggunakan uang seharga zakat, makanan pokok yang cacat, makanan pokok yang dimakan bubuk dan makanan pokok yang basah, kecuali jika kering dan bisa disimpan serta dijadikan makanan pokok. Apabila suatu daerah penduduknya terbiasa menggunakan makanan pokok yang basah, maka hal itu tidak menyebabkan bolehnya zakat fitrah dengan makanan pokok yang basah, kecuali jika hanya itu yang ada. Maka boleh zakat fitrah dengan makanan pokok yang basah.
Haram mengakhirkan zakat fitrah dari hari raya tanpa alasan. Termasuk alasan adalah harta tidak ada di rumah atau tidak ada orang yang berhak menerima. Jika melakukan pelangga-ran di atas, maka harus segera diqodho

ويجوزُ تعجِيلها من أوّل رمضان، ويُسَنّ أن لا تؤخَّر عن الصلاةِ العيدِ، بل يُكْرَه ذلك. نعم، يُسَنّ تأخيرها لانتظار نحو قريبٍ أو جارٍ ما لم تَغْرُب الشَّمْسُ.

Boleh ta'jil (menyegerakan) zakat fitrah sejak bulan Ramadhan tiba. Sunat tidak mengakhirkan zakat fitrah dari pelaksanaan shalat id. Makruh jika diberikan setelah shalat tersebut. Namun jika menantikan kerabat misalnya atau tetangga, maka tidak haram mengakhirkannya selama matahari belum terbenam

(فصل): في أداء الزكاة (يَجِبُ أداءُها) أي الزكاةُ، وإن كانَ عليهِ دَيْنٌ مستغرقٌ حالٌّ لله أو لآدميّ، فلا يمنعُ الدِّينُ وجوبَ الزكاةِ  في الأظْهَرِ  (فوراً) ولو في مالِ صبيّ ومجنون، حاجة المستحقين إليها (بتمَكُّنٍ) مِن الأدَاءِ. فإِن أخَّر أَثِمَ، وضَمِنَ، إن تَلَفَ بعده. نعم، إن أخَّر لانتظارِ قريبٍ، أو جارٍ، أو أحْوَج، أو أصْلح، لم يأثم، لكنّه يَضْمَنْهُ إن تَلَفَ، كمن أتلَفَه، أو قَصَّرَ في دفعِ مُتْلَفٍ عنه، كأن وَضَعَهُ في غَيرِ حِرْزِهِ بعد الحَوْل، وقبل التمكّنِ. 

Fasal Bayar zakat
Wajib membayarkan zakat sekalipun mempunyai tanggungan hutang kontan harus dibayar baik untuk Allah atau manusia, maka yang lebih jelas, hutang tidak bisa menggugurkan kewajiban zakat. Kewajiban pembayarannya adalah dengan seketika, sekalipun zakat harta anak kecil atau orang gila, karena hajat mustahiqqin terhadap zakat tersebut, setelah Tamakkun (memungkinkan) pembayarannya Apabila menunda pembayarannya maka berdosa dan menanggung kerusakannya setelah terjadi tamakkun. Tapi jikalau menunda untuk menanti adanya kerabat tetangga, orang yang lebih memerlukan atau yang lebih maslahat, maka tidaklah berdosa, tapi harus menanggung jika harta zakat itu rusak, sebagaimana orang yang merusakkannya atau sembarangan dalam menyimpan harta itu, seperti misalnya meletakkan dilain tempat simpanan semestinya, setelah cukup haul sebelum terjadi tamakkun.

ويحصلُ التمكّن (بحضورِ مالٍ) غائبٍ سائرٍ أو قارَ بمحلِ عسُرَ الوصولُ إليهِ، فإِن لم يحضَر لم يلزمْهُ الأداءُ من محل آخَرَ، وإن جَوَّزْنا نقلَ الزّكاةِ (و) حضور (مستحقيها) أي الزكاةِ، أو بعضهم، فهو مُتمَكّن بالنسبةِ لحصّتِهِ، حتى لو تلفت ضَمِنَها. ومع فراغٍ من مُهمّ دينيّ أو دنيويّ  كأكلٍ، وحمّامٍ  (وحُلولُ دينٍ) من نقدٍ، أو عَرَضِ تجارةٍ (مع قَدْرَةٍ) على استيفائِه، بأن كان على مَلىءٍ حاضِرٍ باذِلٍ، أو جاحِدٍ عليهِ بيَّنةٌ، أو يَعْلمْهُ القاضي، أو قَدِرَ هو على خلاصِهِ، فيجبُ إخراجُ الزكاةِ في الحال، وإن لم يقبَضْهُ، لأنهُ قادرٌ على قبضِهِ. أما إذا تعذّرَ استيفاؤُهُ بإعسارٍ، أو مُطْلٍ، أو غَيْبَةٍ، أو جُحودٍ ولا بيّنة، فكمغصوب فلا يلزمه الإِخراجُ إلا إن قبضَهُ. وتجبُ الزكاةُ في مغصوب وضالّ، لكن لا يجِبُ دفْعُها إلا بعد تمكّن بعودِهِ إليه. (ولو أصْدَقَها نِصابَ نقدٍ) وإن كان في الذّمّة، أو سائِمَة مُعَيِّنة (زَكَّتُه) وُجوباً، إذا تمّ حَوْلٌ من الإصداق، وإن لم تقبضْه ولا وَطِئها. لكن يُشترطُ  إن كان النقدُ في الذمّة  إمكان قبضِهِ، بكونِهِ موسراً حاضراً

Tamakkun terjadi dengan telah adanya “harta atau telah bergerak” yang tadinya tidak ada, beradanya "harta tidak bergerak” yang ada di tempat yang sulit terjangkau, kalau belum juga ada, tidaklah wajib membayarkan zakat dari tempat lain, sekali pun kita membolehkan memindah zakat. Dan telah adanya mustahiqqin? (orang-orang yang berhak menerima zakat) atau telah ada sebagian diantara mereka, maka tamakkun disini terjadi pada jumlah sesuai dengan bagian yang telah ada itu, hingga jika rusak (karena belum diserahkan) wajib menggantinya. Dan telah selesainya urusan agama atau dunia, seperti makan atau buang air. Tamakkun terjadi dengan telah datangnya masa pembayaran piutangnya, baik berupa emas perak maupun harta perniagaan Sedang ia mampu menagihnya, misalnya piutang berada pada orang kaya yang mau membayar serta tidak sedang pergi atau pada orang yang enggan membayar tapi ada saksi yang shah atau tidak ada saksi, tapi diketahui Qadli atau ia sendiri mampu membereskan urusan piutangnya, maka seketika itu juga wajib mengeluarkan zakatnya, sekalipun ia sendiri belum menerima bayaran piutangnya, karena ia kuasa untuk mengambilnya. Adapun jika tidak biasa menagihnya lantaran penghutang melarat, mengundur pembayaran, tidak ada atau enggan membayar padahal tidak ada saksi, maka dihukumi sebagai barang yang dighasab. Ia tidak wajib mengeluarkan zakatnya kecuali setelah diterimanya piutang tersebut.

وتجبُ الزكاةُ في مغصوب وضالّ، لكن لا يجِبُ دفْعُها إلا بعد تمكّن بعودِهِ إليه. (ولو أصْدَقَها نِصابَ نقدٍ) وإن كان في الذّمّة، أو سائِمَة مُعَيِّنة (زَكَّتُه) وُجوباً، إذا تمّ حَوْلٌ من الإصداق، وإن لم تقبضْه ولا وَطِئها. لكن يُشترطُ  إن كان النقدُ في الذمّة  إمكان قبضِهِ، بكونِهِ موسراً حاضراً.

Wajib zakat pada harta yang sedang dighasab orang atau tidak ada di tempat (hilang), tapi penyerahan zakatnya baru diwajibkan setelah terjadinya tamakkun dengan kembalinya barang itu ke tangannya. Apabila seseorang wanita diberi maskawin senishab emas/perak, sekalipun masih dalam tanggungan suami atau senishab binatang ternak tertentu," maka baginya wajib mengeluarkan zakatnya, jika telah cukup satu tahun terhitung sejak pemberiannya, sekalipun ia belum menerimanya dan belum pernah disetubuhinya. Tapi jika emas perak maskawin itu dalam tanggungan (tidak tunai), maka dipersyaratkan kemungkinan bisa menerimanya, dengan adanya sang suami itu kaya dan ada ditempat.

[تنبيه]: الأظهر أنّ الزكاةُ تتعلقُ بالمالِ تعلّقَ شركةٍ. وفي قولٍ قديمٍ  اختارهُ الريمّي : لأنها تتعلق بالذمّة، لا بالعَيْنِ. فعلى الأوّل أن المستحِقّ للزكاةِ شريكٌ بقدْرِ الواجبِ، وذلك لأنه لو امتنَعَ من إخراجها أخَذَها الإِمامُ منه قَهراً. كما يُقسم المالُ المشترَكُ قَهراً إذا امتنع بعضُ الشركاءِ مِن قِسْمَتِه. ولم يُفَرّقوا في الشركةِ بين العَيْنِ والدَّيْنِ، فلا يجوز لربّه أن يَدّعي مُلْكَ جميعِهِ، بل إنه يستحِقّ قبضه.

(Peringatan ) Menurut pendapat Adlhar bahwa zakat berkaitan dengan harta yang dizakati sebagai kaitan syirkah. Sedang menurut Qaul Qadim yang dipilih oleh Ar-Raimiy, bahwa zakat berkaitan dengan tanggungan pezakat, bukan dengan harta yang dizakatinya. Maka menurut pendapat pertama, mustahiq zakat bersekutu dalam kadar yang wajib dizakatkan Demikian itu, karena jika pemilik enggan membayarkan zakatnya, maka Imam boleh memungutnya secara paksa, sebagaimana harta perserikatan boleh dibaginya secara paksa bila sebagian pihak-pihak peserikat enggan membaginya. Ulama tidak membeda-bedakan dalam masalah syirkah antara harta dan hutang, maka bagi pemilik harta tidak boleh mendakwa memiliki seluruh hartanya akan tetapi ia berhak menyerah terimakan.

 ولو قال: بعد حَوْلٍ إن أبرأتني من صَداقِكِ فأنتِ طالِقٌ، فأبْرَأَتْهُ منه لم تَطْلُق، لأنه لم يبرأْ من جميعه، بل مما عدا قَدر الزكاة، فطريقها أن يعطِيَها ثم تُبْرِئه. ويبطل البيعُ، والرهنُ في قدرِ الزكاةِ فقط، فإِن فعلَ أحدهما بالنِّصاب، أو ببعضِهِ بعد الحَوْل صح لا في قدرِ الزّكاة  كسائرِ الأموالِ المشترَكة على الأظهر . نعم، يصح في قدرُها في مالِ التجارةِ لا الهِبةُ في قدرِها فيه.

Apabila setelah berjalan satu tahun sang suami berkata kepada isteri : “Jika engkau bebaskan aku dari hak maskawinmu, maka engkau tertalak”, lalu isteri pun membebaskannya, maka tidak bisa tertalak. Sebab suami tidak bebas dari seluruh maskawin, tapi hanya bebas dari jumlah selain kadar zakat. Jalan pembebasan disini hendaknya suami menyerahkan seluruh maskawin kepada isteri, lalu isteri membebaskannya. Batal hukumnya Jual beli atau gadai dalam kadar zakat saja, maka jika pemilik harta melakukan salah satu jual beli atau gadai) dengan jumlah senishab atau setengah nishab setelah cukup haul adalah shah. Tapi tidaklah shah dalam jumlah kadar zakatnya, sebagaimana perlakuan pada harta-harta perserikatan, demikian menurut pendapat yang Adlhar. Benar tidak sah, tapi jual beli/gadai pada jumlah kadar zakat suatu harta dagangan adalah shah. Bukan dengan cara hibah, maka hukumnya tidak shah

[فرع]: تُقَدَّمُ الزَّكاةُ ونحوها من تركةِ مديونٍ ضاقَتْ عن وفاءِ ما عليه من حقوقه الآدميّ وحقوقِ الله  كالكَفارة، والحجّ والنّذرِ والزّكاةِ . كما إذا اجتمعتا على حيّ لم يُحْجَر عليهِ. ولو اجمتعت فيها حقوقُ اللّهِ فقط قُدِّمَت الزكاةُ إن تَعَلّقت بالعَيْنِ، بأن بَقيَ النِّصابُ، وإلا بأن تَلَفَ بعد الوجوب والتمكّن اسْتَوَتْ مع غيرها، فيوزّع عليها.

(Cabang Masalah) Pembayaran zakat dan sesamanya dari harta waris dari orang yang masih memiliki hutang yang tidak mencukupi dari menyahurnya lebih diprioritaskan? dari kewajiban hak hamba maupun hak Allah, seperti kaffarah, haji, nadzar dan zakat. Sebagaimana bila dua hak mengenai atas orang hidup yang tidak terkekang tasyarufnya. Kalau yang mengenai harta waris tersebut hanyalah hak-hak Allah saja, maka pembayaran zakat didahulukan jika nyata berkaitan dengan harta tunai, misalnya warisan itu masih mencapai satu nishab, kalau tidak berkaitan dengan harta tunai (berarti dengan tanggungan), misalnya harta itu rusak setelah datang kewajiban zakat dan tamakkun, maka dibagi ratalah harta itu untuk memenuhi zakat dan hak-hak Allah yang lain. Syarat Menunaikan Zakat

(وشُرِطَ له) أي أداء الزكاة، شرطان. أحدهما: (نية) بقلب، لا نُطقٍ (كهذا زكاةُ) مالي. ولو بدونِ فرضٍ، إذ لا تكونُ إلا فَرْضاً (أو صَدَقةً مَفْروضةً). أو هذا زكاةُ مالي المفروضَة. ولا يكفي: هذا فرضُ مالي، لِصِدْقِهِ بالكَفارة والنَّذر. ولا يجبُ تَعْيينُ المالِ المخرَجِ عنه في النيّة. ولو عُيّن لم يَقَعْ عن غيرِه، وإن بانَ المُعيّنُ تالِفاً، لأنه لم ينوِ ذلك الغير. ومن ثمّ لو نَوَى إن كانَ تالِفاً فَعَنْ غيرِهِ فبانَ تالِفاً وقَعَ عن غيرهِ. بخلاف ما لو قال: هذهِ زكاةُ مالي الغائب إن كان باقياً، أو صَدَقةٌ، لِعَدَمِ الجزمِ بِقصْدِ الفَرْضِ. وإذا قال فإِن كان تالِفاً فصَدقَةٌ. فبانَ تالِفاً، وقَعَ صَدقةً، أو باقياً، وقَعَ زكاةٌ. ولو كانَ عليهِ زكاةً وشَكَّ في إخراجِها، فأخرجَ شيئاً ونَوَى: إن كان عليَّ شيءٌ من الزّكاةِ فهذا عنه، وإلا فَتَطَوُّعٌ. فإِن بانَ عليه زكاةٌ أجزأهُ عنها، وإلا وقَعَ لَهُ تطَوُّعاً  كما أفتى به شيخنا . ولا يجزىء عن الزّكاة قَطعاً، إعطاءُ المالِ للمستحقين بلا نيّة. 

Syarat menunaikan zakat ada dua. Syarat pertama : Niat didalam hati," bukan niat dengan ucapan misalnya “Inilah zakat hartaku” , sekalipun tidak menyebut sebagai fardlu, sebab zakat sudah berarti fardlu, atau "Inilah sedekah fardlu" atau "Inilah zakat fardlu untuk hartaku". Belum cukup dengan “Inilah fardlu hartaku”, karena kefardluan harta itu bisa berupa kaffarah atau bisa juga nadzar. Dalam berniat tidak wajib menentukan harta yang dikeluarkan zakatnya, kalau pun menertentukannya, maka zakat yang dikeluarkan tidak bisa melimpah untuk yang lain sekali pun yang ditentukan itu ternyata rusak, karena tidak diniatkan zakat itu untuk harta yang lain tersebut. Dari sini bisa diketahui, kalau ia berniat "Bila harta tersebut rusak, maka untuk zakat yang lainnya" dan ternyata rusak, maka zakat bisa melimpah untuk selainnya. Lain halnya jika ia berkata "Inilah zakat hartaku yang tidak ada di tempat jika masih ada, atau inilah sedekah”, karena tidak adanya kemantapan dalam menunaikan kefardluan. Bila ia berkata "Inilah zakat hartaku yang tidak ada ditempat jika masih ada dan jika telah rusak maka ini sedekah”, dan ternyata hartanya telah rusak, maka menjadi sedekah atau ternyata masih ada, maka menjadi sebagai zakatnya. Apabila seseorang yakin terkena kewajiban zakat, tapi ragu apakah sudah membayarkannya, lalu ia mengeluarkan harta dan berniat jika saya masih terkena kewajiban zakat, maka inilah zakat itu, dan jika tidak maka ini sebagai sedekah sunah”, maka jika ternyata masih berkewajiban zakat cukuplah harta itu, kalau tidak, maka menjadi sedekah sunah, demikian fatwa guru kita. Tidaklah cukup sebagai zakat secara pasti, bila orang memberikan harta kepada mustahiqqin dengan tanpa niat zakat.

(لا مقارنتها) أي النية (للدّفع) فلا يُشْتَرَطُ ذلك، (بل تكفي) النيّة قبلَ الأداءِ إن وُجِدَتْ (عند عَزْلِ) قَدْرِ الزكاةِ عنِ المالِ (أو إعطاءِ وكيلٍ) أو إِمامٍ، والأفضل لهما أن ينويا أيضاً عند التَّفْرِقَة، (أو) وُجِدَت (بعد أحدهما) أي بعد عَزْلِ قَدْرِ الزّكاة أو التّوكِيل (وقبلَ التفرقةِ) لِعُسْرِ اقتِرانها بأدَاءِ كُلّ مُسْتحِقَ. ولو قال لغيره: تَصدّقَ بهذا. ثم نَوَى الزَّكاةَ قبل تَصَدُّقِه بذلك، أجزأه عن الزّكاة. ولو قال لآخر: اقبضْ دَيْني مِن فلانٍ، وهو لك زكاة، لم يكفِ، حتى يَنْوِي هو بعد قبضِهِ، ثم يأذَن لهُ في أخْذِها وأفتى بَعْضُهم أنّ التوكيلَ المطلَقَ في إخراجِها يستلزمُ التوكيلَ في نيّتها. قالَ شيخنا: وفيه نظرٌ، بل المُتجَهُ أنه لا بدّ من نيّة المالك، أو تفويضها للوكيل. وقال المتوَلي وغيرُه: يتعيّن نيّةُ الوكيلِ إذا وقعَ الفرضُ بمالِه، بأن قال له موكلُه أدِّ زكاتي من مالِكَ، لينصرفَ فعلُه عنه. وقوله له ذلك مُتضمِّنٌ للإِذنِ له في النيّة. وقال القفال: لو قال لغيره أقْرِضْني خمسةً أؤَدِّها عن زكاتي، ففعلَ، صحّ. قال شيخنا: وهو مبنيّ على رأيه بِجَوازِ اتحادِ القابضِ والمُقبِّضِ.


Tidaklah disyaratkan membarengkan niat dengan penyerahan harta bahkan telah cukup bila sudah berniat sebelum menyerahkan zakat, yaitu dikala memisahkan harta zakat dari yang dikeluarkan zakatnya, atau dilakukan dikala menyerahkan kepada wakil atau Imam. Yang lebih utama bagi wakil atau Imam, hendaknya berniat lagi sewaktu membagi-bagikan zakat yang ia terima itu. Atau (telah cukup) juga bila niat telah dilakukan setelah memisahkan harta zakat dari yang dizakati atau setelah menyerahkannya kepada wakil, tapi sebelum dibagi-bagikan, karena sulitnya membarengkan niat dengan penyerahan zakat kepada yang berhak menerimanya. Bila seseorang berkata pada temannya “Sedekahkanlah harta ini” kemudian berniat zakat sebelum harta itu dibagi-bagikan, maka cukuplah sebagai zakatnya. Bila berkata kepada orang lain “Ambillah piutangku dari si fulan dan itu sebagai zakatku buat kamu miliki”, maka belum cukup, sampai pada tangannya dan ia niatkan sebagai zakat, lalu mempersilahkan orang yang diperintah tadi untuk mengambilnya. Sebagian Ulama mengeluarkan fatwa : Sesungguhnya mewakilkan untuk mengeluarkan zakat secara mutlak adalah berarti mewakilkan pula dalam niat penzakatannya. Dalam hal ini guru kita berkata : Disini perlu diteliti, bahkan yang beralasan adalah bahwa pemilik zakat wajib berniat atau menyerahkan peniatannya pada wakil. Al-Mutawalliy dan lainnya berkata: Wakil wajib berniat bila kefardluan zakat muwakkil justru menggunakan harta wakil, misalnya muwakkli berkata kepada wakil “Tunaikanlah zakatku dengan mengambil hartamu”, agar memperuntukkan perbuatannya itu untuk muwakkil. Ucapan muwakkil seperti tersebut, mengandung arti mengizinkan peniatan zakat kepada wakil. Al-Qaffal berkata : Bila seseorang berkata pada temannya "Hutangilah saya lima dan saya bayarkan sebagai zakatku”, lalu temannya pun menuruti, maka shahlah zakatnya. Dalam hal ini guru kita berkata: Hal itu didasarkan atas pendapat Al Qaffal yang membolehkan adanya penerima dan penyerah barang terdiri dari satu orang. 

(وجازَ لكل) من الشريكين (إخراجُ زكاةِ) المالِ (المشترَكِ بغيرِ إذنِ) الشريكِ (الآخَرِ) كما قاله الجرجاني، وأقَرَّه غيرُه، لإِذنِ الشّرعِ فيه. وتَكفي نيّة الدافِعِ منهما عن نيّة الآخَر  على الأوْجَه. (و) جازَ (توكيلُ كافِرٍ، وصبيّ في إعطائِها المعَيَّنِ) أي إن عُيِّنَ المدفُوع إليهِ، لا مُطلقاً، ولا تفويض النيّة إليهما لعدَمِ الأهْليّة. وجازَ توكيلُ غيرهما في الإِعطاء والنيّة معاً. وتجبُ نيّة الولي في مالِ الصّبيّ والمجنونِ، فإن صَرَفَ الوَليّ الزكاةَ بلا نيّة ضَمِنَها لتقصيرِهِ. ولو دَفَعَها المُزَكِّي للإِمام بلا نيّة ولا إذنٍ منه له فيها لم تجزئهُ نيّته. نعم، تجزىءُ نيّةُ الإِمام عندَ أخذِها قهراً من الممتَنِعِ، وإن لم ينوِ صاحبُ المالِ. 

Boleh bagi setiap sekutu perserikatan untuk mengeluarkan zakat harta perserikatan dengan tanpa izin sekutu yang lain, karena syara? mengizinkan hal seperti itu, hal ini seperti pendapat Al-Jurjaaniy dan diakui oleh selainnya. Cukup dengan niat dari penyerah zakat sebagai mewakili teman sekutu yang lain menurut pendapat yang Aujah. Boleh mewakilkan kepada orang kafir dan anak kecil untuk menyerahkan zakat kepada orang yang telah ditentukan, jika pezakat telah menentukan orang yang diberi zakatnya, bukan secara mutlak. Tapi tidak shah mewakilkan niat kepada orang kafir/anak kecil, karena mereka bukan orang yang shah niatnya (ahli niat). Boleh mewakilkan kepada selain mereka berdua untuk menyerahkan zakat berikut juga peniatannya. Wajib bagi wali meniatkan zakat harta anak kecil atau orang gila. Bila sang
wali itu telah mentasarufkan zakatnya tanpa meniatkannya, maka wajiblah menanggung gantinya lantaran kecerobohannya. Bila pezakat menyerahkan zakatnya kepada Imam dengan tanpa niat dan ia juga tidak mengizinkan Imam
untuk meniatinya, maka tidak niatnya imam dari orang yang berzakat tersebut. Memang benar tidak cukup, namun telah cukup niatnya imam
sebagai zakat saat mengambil zakat secara paksa dari orang yang enggan membayarkannya, sekalipun pemilik harta sendiri tidak berniat zakat.

(جازَ للمالِكِ)  دون الوَليِّ  (تعجيلُها) أي الزكاة (قبل) تمامِ (حَوْلٍ)، لا قبلَ تمامِ نِصابٍ في غيرِ التجارة، و (لا) تَعجيلها (لعامَيْن) في الأصَحّ. وله تعجيلُ الفِطرَةِ من أول رمضان. أما في مالِ التجارة فيجزىء التعجيلُ، وإن لم يملكْ نِصاباً. وينوي عند التعجيل: كهذه زكاتي المعجَّلة.

Boleh bagi pemilik harta bukan wali untukb mempercepat mengeluarkan zakat sebelum sempurna masa haulnya Tidak boleh mempercepat mengeluarkan zakat sebelum penuh satu nishab untuk selain harta dagangan. Tidak boleh mempercepat mengeluarkan zakat zakat untuk masa dua tahun, menurut pendapat yang lebih shahih. Diperbolehkan mempercepat mengeluarkan zakat fitrah sejak awal bulan Ramadhan. Adapun untuk harta dagangan, maka
bolehlah mempercepat mengeluarkan zakat walaupun belum genap satu nishab. Dikala mempercepat mengeluarkan zakat, maka orang berniat misalnya “Inilah ta'jil zakatku”.

(وحَرُمَ) تأخيرُها  أي الزكاة  (بعد تمام الحول والتملكّ) وضَمِنَ إن تَلَف بعد تمكن، بحضورِ المالِ والمستحِقّ، أو أتلفَهُ بعدَ حَوْلِ ولو قبل التمكن. كما مرّ بيانه. (و) ثانيهما: (إعطاؤها لمستحقيها) أي الزّكاة. يعني من وُجِدَ مِنَ الأصنافِ الثمانيةِ المذكورةِ في آية: {إِنما الصَّدقَاتُ للفقراءِ والمسَاكين والعامِلين عَليها والمُؤَلَّفَةِ قلوبِهم وفي الرِّقابِ والغارمينِ وفي سبيلِ اللّهِ، وابنِ السَّبيلِ}.

Haram menunda zakat setelah sempurna masa tamakkun dan ia wajib haul serta telah menanggung jika harta itu rusak setelah terjadi tamakkun dengan telah beradanya harta dan setelah mustahiq. Atau harta itu ia rusak sempurna haul walaupun belum tamakkun, seperti keterangan di atas.

(و) ثانيهما: (إعطاؤها لمستحقيها) أي الزّكاة. يعني من وُجِدَ مِنَ الأصنافِ الثمانيةِ المذكورةِ في آية: {إِنما الصَّدقَاتُ للفقراءِ والمسَاكين والعامِلين عَليها والمُؤَلَّفَةِ قلوبِهم وفي الرِّقابِ والغارمينِ وفي سبيلِ اللّهِ، وابنِ السَّبيلِ}.

والفقيرُ: من ليس له مالٌ ولا كَسْبٌ لائقٌ، يقعُ مَوقِعاً من كفايَتِهِ وكفايةِ مموِّنه، ولا يمنعُ الفَقْرَ، مَسْكَنُه وثيابُه  ولو للتجَمُّل في بعضِ أيامِ السَّنَةِ  وكُتُبٌ يحتاجُها، وعبدُه الذي يحتاجُ إليه للخدمَةِ، ومالُه الغائبُ بمرحلتيْن، أو الحاضِرُ وقد حِيلَ بينه وبينه والدَّيْنُ المؤجَّلُ والكَسْبُ الذي لا يليق به. وأفتى بعضهم أن حُليَّ المرأة اللائق بها المحتاجَة للتزيّن به عادة لا يمنع فَقْرَها. وصَوَّبَه شيخنا.


Syarat Ke dua : Zakat itu diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya (Mustahiqqin) yaitu mereka yang termasuk didalam 8 golongan manusia seperti yang 8 disebutkan dalam ayat 60 surat At-Taubah :"Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang faqir, miskin, para amil zakat, para muallaf, budak, orang-orang yang berhutang, sabilillah dan ibnu sabil. ” Orang faqir ialah: orang yang tidak mempunyai harta dan pekerjaan yang patut dan hasilnya bisa mencukupi kebutuhannya dan kebutuhan orang yang ia tanggung biaya hidupnya. Status kefaqiran tidak terhalang lantaran telah punya rumah, punya beberapa potong pakaian yang sekalipun untuk berhias pada hari-hari tertentu, punya buku-buku yang ia perlukan, punya hamba sahaya yang ia perlukan sebagai pelayan, punya harta yang terletak di tempat sejauh dua marhalah, punya harta di tempat yang ia tidak bisa mengambilnya karena terhalang sesuatu, punya piutang yang belum sampai waktu pembayarannya, atau telah punya pekerjaan yang tidak layak baginya. Sebagian Ulama mengeluarkan fatwa : bahwa perhiasan wanita seperlunya yang dibutuhkan untuk dipakai secara biasa, adalah tidak menghalangi status kefaqirannya. Fatwa ini dibenarkan oleh guru kita.

والمسكينُ: مَنْ قدَرَ على مالٍ أو كسبٍ يقعُ مَوْقِعاً من حاجَتِهِ ولا يكْفيه كمن يحتاجُ لعشرةٍ وعندَهُ ثمانية ولا يكفيهِ الكِفاية السابقَة، وإن مَلَكَ أكثرَ من نِصابٍ، حتى أنّ للإِمامِ، أن يأخُذَ زَكاتَهُ ويدفَعُها إليه فيُعْطَى كل منهما  إن تعوَّدَ تجارةً  رأسَ مالٍ يكفيهِ ربحُهُ غالباً، أو حِرْفَةُ آلتها. ومَنْ لم يُحْسِنْ حِرفة ولا تجارَة يُعْطَى كفايَةَ العُمُرِ الغالِبَ. وصُدِّقَ مُدَّعي فَقْرٍ، ومَسْكَنَةٍ، وعَجْزٍ عن كُسْبٍ  ولو قَوِياً جَلِداً  بلا يمين، لا مُدَّعي تَلفِ مالٍ عُرِفَ بلا بيّنَة.

Orang miskin ialah : orang yang memiliki harta atau pekerjaan yang telah menutup kebutuhannya, tetapi belum mencukupinya,  misalnya orang yang kebutuhannya 10, tapi hanya mempunyai 8 dan tidak mencukupinya, sekalipun ia memiliki harta lebih dari satu nishab, sehingga Imam berhak mengambil zakatnya lalu diberikan kepadanya kembali. Masing-masing orang faqir dan miskin jika biasa berdagang diberi sejumlah modal yang biasanya keuntungannya dapat mencukupi kebutuhannya. Kalau biasa menjadi pekerja, maka diberi sejumlah alat kerjanya. Dan bagi yang tidak bisa bagus hasil kerjanya dan tak bisa berdagang, maka diberi sejumlah yang mencukupi kebutuhannya sepanjang umur wajarnya. Orang yang mendakwakan dirinya sebagai faqir atau miskin atau tidak mampu kerja, bisa dibenarkan sekalipun tubuhnya kuat perkasa tanpa disumpah. Tapi tidak bisa dibenarkan orang yang mengaku kerusakan harta yang diketahui, dengan tanpa saksi.

والعامِلُ   كساعٍ : وهو من يبعَثُهُ الإِمامُ لأخذِ الزكاة، وقاسِمٍ وحاشِرٍ، لا قاضٍ.

والمؤلَّفةُ: مَن أَسلمَ ونيّته ضعيفةٌ، أو لَه شرفٌ يُتَوقَّعُ بإِعطائه إِسلامُ غيرِه.

والرِّقابُ: المكاتَبون كتابةً صحيحة، فيُعْطَى المكاتَبُ  أو سيِّدُهُ  بإِذنِه دَيْنَه إن عَجِزَ عَنِ الوَفاء، وإن كان كَسُوباً، لا مِنْ زَكاةِ سَيِّدِهِ لِبَقائِهِ على مُلْكِهِ.


Amil - seperti halnya pengambil harta zakat : ialah orang yang diutus oleh Imam untuk mengambil zakat, pembagi zakat, pengumpul zakat, bukan Qadli (qodi tidak termasuk amil). Muallaf ialah : orang masuk Islam yang masih lemah mental ke Islamannya atau orang Islam yang mempunyai wibawa yang dengan diberi zakat maka bisa diharapkan orang dengan diberi zakat maka bisa diharapkan orang lain masuk Islam. Riqab ialah : budak-budak mukatab yang perjanjiannya kitabahnya shah. Mukatab diberi atau tuannya atas izin dari mukatab, sejumlah tunggakan angsuran tebusan kemerdekaannya jika ia tidak mampu melunasi, sekalipun ia pandai bekerja. Tidak boleh diberi dari zakat tuannya, karena dirinya masih tetap milik sang tuan.( riqob Adalah budak yang dijanjikan kemerdekaannya dengan membayar sejumlah uang dengan beberapa kali cicilan. pen)


والغَارِمُ: مَنْ استدانَ لنفسِهِ لغيرِ مَعْصِيَةٍ، فيُعطي له إن عَجِزَ عن وفاء الدَّين، وإن كان كسوباً، إذ الكَسْبُ لا يدفعُ حاجَتَهُ لَوَفائه إن حَلّ الدَّين. ثم إن لم يكن معه شيء أعطِيَ الكل، وإلا فإن كان بحيثُ لو قضَى دينَه مما معَهُ تمَسْكَنَ، تُرِكَ له مما معه ما يكفيه  أي العمرَ الغالبَ . كما استظهَرَهُ شيخنا. وأعطيَ ما يَقْضي به باقي دينَه، أو لإصلاحِ ذاتِ البيْنِ، فيُعطَى ما استدانه لذلك ولو غنياً. أما إذا لم يستدِن بل أعطي ذلك من مالِهِ، فإنه لا يعطاه. ويُعْطَى المستدِينُ لمصلحَةٍ عامّة كَقَرْي ضَيْفٍ، وفَكّ أسيرٍ، وعمارَةِ نحو مسجدٍ وإن غنياً. أو للضّمانِ. فإِن كان الضامِن والأصيلُ مُعْسَرَيْن أعطيَ الضامِنُ وفاءَهُ. أو الأصيلُ موسِراً دونَ الضَّامِن، أعطِيَ إن ضَمِنَ بلا إذنِ، أو عكسه أعطيَ الأصيلُ، لا الضّامن، وإذا وفى مِن سَهْمِ الغارِمِ لم يُرْجَع على الأصيلِ وإن ضَمِنَ بإِذنهِ. 

Gharim ialah : orang yang punya tanggungan hutang buat dirinya sendiri untuk kepentingan yang bukan maksiat. Maka gharim boleh diberi bagian zakat bila tidak mampu melunasi hutangnya, sekalipun rajin bekerja, sebab pekerjaan itu tidak bisa menutup kebutuhannya untuk melunasi hutang bila telah tiba saat pembayarannya. Kemudian jika gharim itu tidak memiliki apa-apa, maka diberilah sejumlah hutangnya. Kalau tidak, maka jika ia menutup hutangnya dengan hartanya lalu menjadi miskin, maka ia diberi harta sebesar kecukupannya sepanjang umur wajarnya seperti yang telah dijelaskan oleh guru kita, lalu diberi bagian sejumlah kekurangan hutangnya tersebut. Atau berhutang untuk keperluan mendamaikan percekcokan. Maka orang ini diberi bagian sejumlah hutangnya untuk keperluan tersebut, sekalipun ia kaya. Adapun jika tidak berhutang, tapi membiayai perdamaian itu dengan hartanya sendiri, maka tidak diberi bagian. Orang yang berhutang untuk kepentingan umum juga diberi bagian zakat, misalnya menghormati tamu, membebaskan tahanan, meramaikan masjid, boleh diberi bagian sekalipun kaya. Atau berhutang untuk menanggung hutang orang lain, bila penanggung dan yang ditanggung melarat kedua-duanya, maka penangung diberi sejumlah pelunasan hutangnya. Atau bila yang ditanggung itu kaya sedang penanggungnya melarat, maka penanggung diberi bagian secukup hutangnya, bila menanggung tanpa seizin yang ditanggung. Bila sebaliknya, maka orang ditanggung diberi bagian (secukup hutangnya kepada penanggung), sedang penanggung tidak diberi. Bilamana penanggung telah melunasi hutangnya dari bagiannya sebagai gharim, maka tidak boleh menagih kepada yang ditanggung, sekalipun ia menanggung atas izin dari yang ditanggung.

ولا يُصرَفُ من الزكاةِ شيءٌ لِكَفَنٍ ميِّتٍ، أو بناءِ مسجدٍ. ويُصَدّق مدّعي كتابةٍ أو غُرْمٍ بإِخبارِ عَدْلٍ وتصديقِ سَيّد، أو رَب دين، أو اشتهار حالٍ بين الناس.

Harta zakat itu sama sekali tidak boleh ditasarufkan untuk mengkafani mayat atau membangun masjid. Orang yang mendakwakan diri sebagai mukatab atau gharim bisa dibenarkan dengan adanya pemberitaan dari orang yang adil, pembenaran dari sang tuan, pembenaran dari pemilberi hutang atau telah masyhurnya hal itu di tengah masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terjemah kitab kuning

Taqrib tengah Safinatun naja   Fathul muin Nashoihul ibad Syarah sittin Jurumiah Riyadul badiah Ta'limul muta...