Kamis, 25 Agustus 2022

puasa bag 2

Beberapa cabang

(فروع) يجوز للصائم، الافطار بخبر عدل بالغروب، وكذا بسماع أذانه، ويحرم للشاك الاكل آخر النهار حتى يجتهد ويظن انقضاءه، ومع ذلك الاحوط: الصبر لليقين. ويجوز الاكل إذا ظن بقاء الليل، باجتهاد أو إخبار، وكذا لو شك، لان الاصل بقاء الليل، لكن يكره، ولو أخبره عدل طلوع الفجر: اعتمده، وكذا فاسق ظن صدقه. 

(Beberapa Cabang) Boleh berbuka puasa berdasar berita dari orang lelaki adil bahwa matahari telah terbenam, demikian pula dengan mendengar adzan (maghrib)nya. Orang yang meragukan (siang telah berakhir) diharamkan makan di akhir waktu siang, sampai ia melakukan ijtihad dan menduga bahwa waktu siang telah habis. Dalam hubungan ijtihadnya ini, yang lebih berhati-hati adalah bersabar untuk memperoleh keyakinan. Boleh makan bila mempunyai perkiraan bahwa masih waktu malam berdasarkan ijtihadnya atau berita lelaki adil, demikian pula jika ia ragu masih ada,karena hukum asalnya adalah bahwa waktu malam masih berjalan, tapi hukumnya makruh. Kalau telah diberitakan oleh lelaki adil bahwa telah terbit fajar hendaklah mempedomaninya . Demikian pula oleh orang fasiq yang ia duga kebenaran beritanya .

ولو أكل باجتهاد أولا وآخرا فبان أنه أكل نهارا، بطل صومه، إذ لا عبرة بالظن البين خطؤه، فإن لم يبن شئ: صح. ولو طلع الفجر وفي فمه طعام فلفظه قبل أن ينزل منه شئ لجوفه: صح صومه، وكذا لو كان مجامعا عند ابتداء طلوع الفجر فنزع في الحال - أي عقب طلوعه - فلا يفطر وإن أنزل، لان النزع ترك للجماع. فإن لم ينزع حالا: لم ينعقد الصوم، وعليه القضاء والكفارة

Apabila berdasar hasil ijtihad sendiri di awal puasa dan akhirnya kemudian realitanya ia makan masih di siang hari, maka puasanya batal sebab perkiraan yang jelas kelirunya itu tidak bisa dianggap. Kalau ternyata tidak seperti itu, maka puasanya tetap sah. Apabila fajar terbit sedang mulutnya masih berisi makanan kemudian mengeluarkannya sebelum ada yang masuk kedalam jaufnya, maka puasanya tetap sah. Demikian pula bila mulai fajar terbit ia masih dalam persetubuhan lalu dengan spontan ia melepasnya, maka puasanya tidak batal sekalipun mengeluarkan mani, karena dengan dilepasnya itu berarti meninggalkan persetubuhan. Kalau tidak dilepas dengan spontan, maka puasanya tidak sah serta terkena kewajiban qadla’ dan kafarah. 

 (ويباح فطر) في صوم واجب (بمرض مضر) ضررا يبيح التيمم، كأن خشي من الصوم بطء برء، (وفي سفر قصر) دون قصير وسفر معصية. وصوم المسافر بلا ضرر. أحب من الفطر (ولخوف هلاك) بالصوم من عطش أو جوع وإن كان صحيحا مقيما. وأفتى الاذرعي بأنه يلزم الحصادين - أي ونحوهم - تبييت النية كل ليلة، ثم من لحقه منهم مشقة شديدة - أفطر، وإلا فلا

Boleh berbuka Puasa Wajib sebab terkena sakit yang berbahaya dalam ukuran diperbolehkan melakukan tayamum, sebagaimana khawatir sakitnya tidak kunjung sembuh jika melakukan puasa. Diperbolehkan berbuka dari puasa wajib di tengah perjalanan sejauh jarak diperbolehkan qashar, bukan yang kurang dari jarak itu dan bukan pula dalam perjalanan maksiat. Puasanya musafir yang tidak membuat bahaya tubuhnya lebih baik dari pada berbuka. Boleh juga berbuka sebab khawatir kerusakan jika berpuasa, baik dari haus atau laparnya, sekalipun dirinya sehat serta tinggal di rumah (tidak dalam perjalanan). Al-Adra’iy mengemukakan, bahwa para pemanen padi dan sebagainya wajib untuk menginapkan niat berpuasa setiap malam. Kemudian bagi meraka yang mengalami kepayahan yang amat berat maka boleh berbuka puasa. Kalau tidak, maka tidak boleh berbuka. 
. (ويجب قضاء) ما فات ولو بعذر من الصوم الواجب، ك‍ (- رمضان) ونذر وكفارة بمرض أو سفر، أو ترك نية أو بحيض أو نفاس، لا بجنون وسكر لم يتعد به. وفي المجموع أن قضاء يوم الشك على الفور، لوجوب إمساكه. ونظر فيه جمع بأن تارك النية يلزمه الامساك مع أن قضاءه على التراخي قطعا.

Wajib mengqadla puasa wajib yang belum terpenuhi sekalipun karena udzur, misalnya puasa Ramadhan atau nadzar atau kafarah yang belum bisa terpenuhi lantaran sakit atau bepergian atau tertinggal niatnya, haidh atau karena nifas. Tidak wajib mengqadha sebab gila atau mabuk yang bukan akibat kesalahannya. Tersebut dalam Al-Majmu’ : Sesungguhnya mengqadla puasa hari syak adalah wajib seketika, karena kewajiban menahan diri dari yang membatalkan puasa. Alasan imam Nawawi tersebut oleh segolongan Ulama dikomentari bahwa orang yang meninggalkan niat puasa wajib untuk menahan diri dari perkara yang membatalkan puasa besertaan dengan hukum mengqadla tidak harus dengan seketika secara pasti. 
 (و) يجب (إمساك) عن مفطر (فيه) أي رمضان فقط، دون نحو نذر وقضاء، (إن أفطر بغير عذر) من مرض أو سفر، (أو بغلط) كمن أكل ظانا بقاء الليل، أو نسي تبييت النية، أو أفطر يوم الشك وبان من رمضان، لحرمة الوقت. وليس الممسك في صوم شرعي، لكنه يثاب عليه، فيأثم بجماع، ولا كفارة. وندب إمساك لمريض شفي، ومسافر قدم أثناء النهار مفطرا، وحائض طهرت أثناءه 

Wajib menahan diri dari hal-hal yang 
membatalkan puasa bagi orang batal puasa Ramadhannya- bukan puasa semacam nadzar dan qadla- bila dibatalkan tanpa ada udzur sakit atau bepergian. Atau batalnya sebab kekeliruan yang dilakukan, seperti orang yang makan karena mengira telah masuk waktu malam, orang yang lupa menginapkan niat atau orang yang berbuka di siang hari Syak dan ternyata hari itu sudah masuk Ramadhan. Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa ini semua wajib dilakukan, karena demi menghormati bulan suci Ramadhan. Orang yang telah melakukan menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa belum terhitung memenuhi puasa secara syara’, namun perbuatan itu mendapat pahala. Maka dari itu jika melakukan persetubuhan hukumnya dosa, namun tidak wajib kafarah. Sunah menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa bagi orang sakit yang sembuh di tengah hari, musafir yang telah tiba kembali di tengah hari dan orang haidh yang suci kembali di tengah hari.

(و) يجب (على من أفسده) أي صوم رمضان (بجماع) أثم به لاجل الصوم، لا باستمناء وأكل: (كفارة) متكررة بتكرر الافساد، وإن لم يكفر عن السابق (معه) أي مع قضاء ذلك الصوم. والكفارة عتق رقبة مؤمنة، فصوم شهرين مع التتابع إن عجز عنه، فإطعام ستين مسكينا أو فقيرا إن عجز عن الصوم - لهرم أو مرض - بنية كفارة، ويعطى لكل واحد مد من غالب القوت، ولا يجوز صرف الكفارة لمن تلزمه مؤنته

Orang yang merusakkan puasanya dengan bersetubuh yang mana ia berdosa dengan persetubuhannya karena tujuan puasa tersebut, maka wajib mengqadla puasanya dan membayar kafarah dalam kelipatan berapa kali ia merusakkan puasanya sekalipun yang ia rusak kemarin belum dilunasi kafarahnya. Kewajiban ini tidak bagi orang yang membatalkannya dengan onani atau makan. kafarah adalah : Memerdekakan seorang budak wanita mukminat dengan niat kafarah, kalau tidak kuat maka puasa dua bulan sambung-menyambung dengan niat kafarah, kalau tidak mampu berpuasa karena sakit atau telah lanjut usia, maka memberi makan  orang fakir atau miskin dengan niat kafarah sebesar satu mud makanan pokok yang lumrah untuk setiap orang. Tidak boleh memberikan kafarah kepada orang yang ditanggung biaya hidupnya.

 (و) يجب (على من أفطر) في رمضان (لعذر لا يرجى زواله) - ككبر ومرض لا يرجى برؤه: (مد) لكل يوم منه إن كان موسرا حينئذ (بلا قضاء) وإن قدر عليه بعد، لانه غير مخاطب بالصوم، فالفدية في حقه واجبة ابتداء، لا بدلا، ويجب المد - مع القضاء - على: حامل، ومرضع، أفطرتا للخوف على الولد،

Wajib bagi orang yang meninggalkan puasa Ramadhan karena udzur yang tidak diraharapkan selesainya, seperti lanjut usia atau sakit yang tidak diharapkan sembuh kembali, memberikan satu mud makanan perhari sekalipun ia orang kaya, tanpa terkena kewajiban mengqadla sekalipun setelah itu menjadi kuat berpuasa kembali, karena dikala itu ia tidak terkena beban ibadah puasa. kewajiban fidyah satu mud tersebut adalah menjadi kewajiban awal bukan kewajiban sebagai ganti dari puasa.
 (و) يجب (على مؤخر قضاء) لشئ من رمضان حتى دخل رمضان آخر (بلا عذر) في التأخير: بأن خلا عن السفر والمرض قدر ما عليه (مد لكل سنة) فيتكرر بتكرر السنين، على المعتمد -. وخرج بقولي بلا عذر: ما إذا كان التأخير بعذر - كأن استمر سفره أو مرضه، أو إرضاعها إلى قابل - فلا شئ عليه ما بقي العذر، وإن استمر سنين. ومتى أخر قضاء رمضان - مع تمكنه - حتى دخل آخر فمات: أخرج من تركته لكل يوم مدان: مد للفوات، ومد للتأخير إن لم يصم عنه قريبه أو مأذونه، وإلا وجب مد واحد للتأخير. 

Wajib fidyah satu mud dan qadla bagi orang hamil atau menyusui yang meninggalkan puasa karena mengkhawatirkan diri sang anak. Wajib bagi orang yang menunda qadla Ramadhan hingga datang Ramadhan berikutnya tanpa ada udzur yang mengharuskan penundaan itu terjadi, sebagaimana orang yang masih mempunyai waktu senggang dari sakit dan bepergian secukup melaksanakan qadlanya, membayar fidyah satu mud untuk satu hari qadla dari bulan ramadlan setiap tahun. Lalu selanjutnya fidyah dilipatkan sejumlah berapa kali Ramadhan terlewati . Demikian menurut pendapat yang mu’tamad. Tidak termasuk ucapanku “tanpa ada udzur”, yaitu jika penundaan qadla itu justru karena udzur, seperti terus menerus dalam bepergian atau sakit atau menyusui hingga masuk Ramadhan tahun depan . Maka ia tidak dikenakan kewajiban fidyah selama udzur tersebut masih melintang walaupun sampai bertahun-tahun. Apabila menunda qadla Ramadhan hingga datang Ramadhan berikutnya padahal telah terdapat kemungkinan menunaikannya, lalu mati, maka dari harta peninggalannya dikeluarkan sebesar dua mud perhari qadla, 1 mud untuk qadha puasa dan 1 mud lainnya untuk fidyah penundaannya bila tidak diqadlakan oleh kerabat atau orang yang mendapat izinnya. Kalau pun di qadlakan, maka yang wajib hanya 1 mud perhari sebagai fidyah penundaannya saja. 
والجديد: عدم جواز الصوم عنه مطلقا، بل يخرج من تركته لكل يوم مد طعام، وكذا صوم النذر والكفارة، وذهب النووي - كجمع محققين - إلى تصحيح القديم القائل: بأنه لا يتعين الاطعام فيمن مات، بل يجوز للولي أن يصوم عنه ثم إن خلف تركة، وجب أحدهما، وإلا ندب. ومصرف 
الامداد: فقير، ومسكين، وله صرف أمداد لواحد.


Menurut Qaul jadid Asy-Syafi’iy, bahwa tidak diperbolehkan mengqadla puasa orang orang mati tersebut secara mutlak tapi cukup dikeluarkan dari harta peninggalannya fidyah 1 mud perhari qadla’. Demikian pula seperti ini diperlakukan untuk puasa nadzar dan kafarah. An-Nawawiy sebagaimana segolongan Ulama Muhaqqiqin berpendapat membenarkan qaul Qadim Asy-Syafi’iy yang menyatakan bahwa tidak ditentukan harus fidyah bagi orang yang mati, tapi bagi walinya diperbolehkan melakukan qadla puasanya. Kemudian jika ia meninggalkan harta, maka wajib salah satunya (mengqadlakan atau fidyah), kalau tidak maka sunah bagi sang wali melakukan salah satunya. Fidyah-fidyah tersebut diberikan kepada fakir miskin, dan fidyah seseorang boleh diberikan seluruhnya kepada hanya satu orang

(فائدة) من مات وعليه صلاة، فلا قضاء، ولا 
فدية. وفي قول - كجمع مجتهدين - أنها تقضى عنه، لخبر البخاري وغيره، ومن ثم اختاره جمع من أئمتنا، وفعل به السبكي عن بعض أقاربه، ونقل ابن برهان عن القديم أنه يلزم الولي - إن خلف تركه - أن يصلي عنه، كالصوم. وفي وجه - عليه كثيرون من أصحابنا - أنه يطعم عن كل صلاة مدا. وقال المحب الطبري: يصل للميت كل عبادة تفعل عنه: واجبة أو مندوبة. وفي شرح المختار لمؤلفه: مذهب أهل السنة أن للانسان أن يجعل ثواب عمله وصلاته لغيره ويصله. (

(Faedah ) Barang siapa meninggal dunia dan masih mempunyai tanggungan shalat, maka tidak diwajibkan qadla’ atau fidyah. Menurut pendapat sebagaimana segolongan Ulama Mujtahidin, bahwa shalat tersebut diqadla’kan berdasarkan dalil hadits Bukhori dan lainnya. Oleh karenanya. pendapat tersebut dipilih oleh segolongan ulama Imam kita dan bahkan As-Subkiy sendiri melakukan pengqadla’an shalat untuk sebagian para kerabat beliau. Ibnu Burhan menukil dari Qaul Qadim Asy-Syafi’iy bahwa bagi sang wali berkewajiban  mengqadla’kan shalat si mayat jika meninggalkan harta, sebagaimana juga mengqadla’kan puasanya. Berdasarkan satu pendapat yang dipedomani oleh banyak-banyak para Ashab Syafi’iyyah, bahwa bagi sang wali diperbolehkan membayar satu mud untuk fidyah satu shalat. Al-Muhibbuth Thabariy berkata : semua ibadah baik wajib atau sunah yang dikerjakan atas nama si mayat adalah bisa sampai kepadanya. 
Dalam Syarah Al-Mukhtar, .
pengarang mengemukakan : Menurut madzhab Ahlus Sunah, manusia dapat memperuntukkan pahala amal perbuatan dan shalatnya sendiri buat orang lain dan akan sampai kepadanya.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terjemah kitab kuning

Taqrib tengah Safinatun naja   Fathul muin Nashoihul ibad Syarah sittin Jurumiah Riyadul badiah Ta'limul muta...