Minggu, 31 Maret 2019

Terjemah Fathul Muin


بسم الله الرحمن الرَّحِيمِ


ﺍَﻟْﺤَﻤْﺪُ ﻟﻠﻪِ ﺍﻟْﻔَﺘَّﺎﺡِ ﺍﻟْﺠَﻮَّﺍﺩِ، ﺍﻟْﻤُﻌِﻴْﻦِ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﺘَّﻔَﻘُّﻪِ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦِ ﻣَﻦِ ﺍﺧْﺘَﺎﺭَﻩُ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻌِﺒَﺎﺩِ، ﻭَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻟَﺎ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻟَّﺎ ﺍﻟﻠﻪُ، ﺷَﻬَﺎﺩَﺓً ﺗُﺪْﺧِﻠُﻨَﺎ ﺩَﺍﺭَ ﺍﻟْﺨُﻠُﻮْﺩِ، ﻭَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥَّ ﺳَﻴِّﺪَﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪًﺍ ﻋَﺒْﺪُﻩُ ﻭَ ﺭَﺳُﻮْﻟُﻪُ، ﺻَﺎﺣِﺐُ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﻡِ ﺍﻟْﻤَﺤْﻤُﻮْﺩِ، ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻭَ ﺳَﻠَّﻢَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَ ﻋَﻠَﻰ ﺁﻟِﻪِ ﻭَ ﺃَﺻْﺤَﺎﺑِﻪِ ﺍﻟْﺎَﻣْﺠَﺎﺩِ ﺻَﻠَﺎﺓً ﻭَ ﺳَﻠَﺎﻣًﺎ ﺃَﻓُﻮْﺯُ ﺑِﻬِﻤَﺎ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻤَﻌَﺎﺩِ .

ﻭَ ﺑَﻌْﺪُ‏ ﻓَﻬﺬَﺍ ﺷَﺮْﺡٌ ﻣُﻔِﻴْﺪٌ ﻋَﻠَﻰ ﻛِﺘَﺎﺏِ ﺍﻟْﻤُﺴَﻤَّﻰ ﺑِﻘُﺮَّﺓِ ﺍﻟْﻌَﻴْﻦِ ﺑِﻤُﻬِﻤَّﺎﺕِ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦِ، ﻳُﺒِﻴْﻦُ ﺍﻟْﻤُﺮَﺍﺩَ ﻭَ ﻳُﺘَﻤِّﻢُ ﺍﻟْﻤَﻔَﺎﺩَ، ﻭَ ﻳَﺤْﺼُﻞُ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﺻِﺪَ ﻭَ ﻳُﺒْﺮِﺯُ ﺍﻟْﻔَﻮَﺍﺋِﺪِ. ‏ ﻭَ ﺳَﻤَّﻴْﺘُﻪُ‏ ﺑِﻔَﺘْﺢِ ﺍﻟْﻤُﻌِﻴْﻦِ ﺑِﺸَﺮْﺡِ ﻗُﺮَّﺓِ ﺍﻟْﻌَﻴْﻦِ ﺑِﻤُﻬِﻤَّﺎﺕِ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦِ. ﻭَ ﺃَﻧَﺎ ﺃَﺳْﺄَﻝُ ﺍﻟﻠﻪَ ﺍﻟْﻜَﺮِﻳْﻢَ ﺍﻟْﻤَﻨَّﺎﻥَ ﺃَﻥْ ﻳَﻌُﻢَّ ﺍﻟْﺎِﻧْﺘِﻔَﺎﻉَ ﺑِﻪِ ﻟِﻠْﺨَﺎﺻَّﺔِ ﻭَ ﺍﻟْﻌَﺎﻣَّﺔِ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺈِﺧْﻮَﺍﻥِ، ﻭَ ﺃَﻥْ ﻳُﺴْﻜِﻨَﻨِﻲْ ﺑِﻪِ ﺍﻟْﻔِﺮْﺩَﻭْﺱَ ﻓِﻲْ ﺩَﺍﺭِ ﺍﻟْﺄَﻣَﺎﻥِ، ﺇِﻧَّﻪُ ﺃَﻛْﺮَﻡُ ﻛَﺮِﻳْﻢٍ ﻭَ ﺃَﺭْﺣَﻢُ ﺭَﺣِﻴْﻢٍ .


Segala puji bagi Allah yang maha pembuka yang pemurah yang memberi pertolongan untuk faham dalam agama kepada orang yang ia pilih dari sekian hamba-hambanya, Aku bersaksi tiada tuhan yang haq disembah kecuali Allah, syahadat/persaksian yang dapat memasukkan kita ke desa kekal (surga) dan Aku bersaksi bahwa junjungan kita nabi Muhammad adalah hamba Allah dan utusan Allah yang memiliki derajat yang terpuji, Rahmat dan salam Allah semoga tercurah kepada beliau, keluarga dan sahabat-sahabatnya yang mulia, solawat dan salam yang dapat membuat aku bahagia dihari kiamat. Dan setelah baca basmalah hamdalah, solawat dan salam, ini adalah syarah yang berfaidah atas kitab yang diberi nama "Qurrotul A'in Bimuhimmatiddin" (penyejuk mata) yang mengantarkan kepada maksud-maksud dan menjabarkan faidah-faidahnya, dan aku beri nama “Fatḥ-ul-Mu‘īni Bi Syarḥi Qurrat-il-‘Aini Bi Muhimmāt-id-Dīn.” Aku memohon kepada Allah s.w.t. Yang Maha Mulia lagi Maha Pemberi anugrah, semoga kitab ini bermanfaat secara menyeluruh, baik untuk orang yang khusus maupun orang yang awam dari kalangan saudara-saudara kami. Dan semoga Allah s.w.t. menempatkanku ke dalam surga Firdaus  dengan wasilah kitab ini, yaitu di negeri yang penuh dengan kenyamanan. Sesungguhnya dia (Allah) adalah Dzat yang Maha paling mulianya orang yang mulia dan Maha paling penyayangnya orang yang penyayang. { cofas} 

ﺑﺴﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ ﺃﻭﻟﻒ: ﻭﺍﻻﺳﻢ ﻣﺸﺘﻖ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﻤﻮ ﻭﻫﻮ ﺍﻟﻌﻠﻮ، ﻻ ﻣﻦ ﺍﻟﻮﺳﻢ ﻭﻫﻮ ﺍﻟﻌﻼﻣﺔ ﻭﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻢ ﻟﻠﺬﺍﺕ ﺍﻟﻮﺍﺟﺐ ﺍﻟﻮﺟﻮﺩ، ﻭﻫﻮ ﺍﺳﻢ ﺟﻨﺲ ﻟﻜﻞ ﻣﻌﺒﻮﺩ، ﺛﻢ ﻋﺮﻑ ﺑﺄﻝ ﻭﺣﺬﻓﺖ ﺍﻟﻬﻤﺰﺓ، ﺛﻢ ﺍﺳﺘﻌﻤﻞ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻌﺒﻮﺩ ﺑﺤﻖ، ﻭﻫﻮ ﺍﻻﺳﻢ
ﺍﻻﻋﻈﻢ ﻋﻨﺪ ﺍﻻﻛﺜﺮ، ﻭﻟﻢ ﻳﺴﻢ ﺑﻪ ﻏﻴﺮﻩ ﻭﻟﻮ ﺗﻌﻨﺘﺎ. ﻭﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ ﺻﻔﺘﺎﻥ ﺑﻨﻴﺘﺎ ﻟﻠﻤﺒﺎﻟﻐﺔ ﻣﻦ ﺭﺣﻢ، ﻭﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺃﺑﻠﻎ ﻣﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ، ﻷﻥ ﺯﻳﺎﺩﺓ ﺍﻟﺒﻨﺎﺀ ﺗﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﺯﻳﺎﺩﺓ ﺍﻟﻤﻌﻨﻰ، ﻭﻟﻘﻮﻟﻬﻢ: ﺭﺣﻤﻦ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻭﺍﻻﺧﺮﺓ، ﻭﺭﺣﻴﻢ ﺍﻻﺧﺮﺓ :
--------
Bismillahirrahmanirrahiim, Aku
menyusun kitab ini dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. lapadz (ﺍﻻﺳﻢ ) dibentuk dari kata (ﺍﻟﺴﻤﻮ ) yang berarti tinggi, bukan diambil dari kata (ﺍﻟﻮﺳﻢ) yang berarti tanda atau alamat. Sedangkan lapaz (ﺍﻟﻠﻪ ) adalah sebangsa Alam (nama) bagi zat yang wajib wujud, yaitu isim jinis bagi tiap-tiap yang disembah. kemudian dima'rifatkan dengan alif-lam lalu dibuang hamzahnya, kemudian digunakan pada sesuatu yang disembah. lapazd (ﺍﻟﻠﻪ ) adalah sebuah nama yang agung menurut mayoritas. dan tidak boleh dinamai dengan nama tersebut selain Allah, sekalipun ia adalah orang yang durhaka. Lapadz ( ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ ) adalah dua sifat yang di bentuk sebagai mubalaghah dari asal (ﺭﺣﻢ ). lapadz (ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ) maknanya lebih unggul dari lapaz (ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ ), sebab bertambahnya bentuk menunjukan bertambahnya makna. karena ada sebuah ucapan para ulama : " ﺭﺣﻤﻦ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻭﺍﻻﺧﺮﺓ، ﻭﺭﺣﻴﻢ ﺍﻻﺧﺮﺓ " (Makna Ar-rahman : Allah maha pengasih didunia dan akhirat, dan makna Ar-rahim: Allah maha pengasihdiakherat)
========================
ﺍﻟﺤﻤﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺬﻯ ﻫﺪﺍﻧﺎ ﺃﻱ ﺩﻟﻨﺎ ﻟﻬﺬﺍ ﺍﻟﺘﺄﻟﻴﻒ ﻭﻣﺎ ﻛﻨﺎ ﻟﻨﻬﺘﺪﻱ ﻟﻮﻻﺃﻥ ﻫﺪﺍﻧﺎ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺍﻟﺤﻤﺪ ﻫﻮ ﺍﻟﻮﺻﻒ ﺑﺎﻟﺠﻤﻴﻞ ﻭﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﻫﻲ ﻣﻦ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺮﺣﻤﺔ ﺍﻟﻤﻘﺮﻭﻧﺔ ﺑﺎﻟﺘﻌﻈﻴﻢ ﻭﺍﻟﺴﻼﻡ ﺃﻱ ﺍﻟﺘﺴﻠﻴﻢ ﻣﻦ ﻛﻞ ﺁﻓﺔ ﻭﻧﻘﺾ ‏) ﻋﻠﻰ ﺳﻴﺪﻧﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ‏ ( ﻟﻜﺎﻓﺔ ﺍﻟﺜﻘﻠﻴﻦ، ﺍﻟﺠﻦ ﻭﺍﻻﻧﺲ ﺇﺟﻤﺎﻋﺎ - ﻭﻛﺬﺍ ﺍﻟﻤﻼﺋﻜﺔ، ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﻗﺎﻟﻪ ﺟﻤﻊ ﻣﺤﻘﻘﻮﻥ . ﻭﻣﺤﻤﺪ، ﻋﻠﻢ ﻣﻨﻘﻮﻝ ﻣﻦ ﺍﺳﻢ ﺍﻟﻤﻔﻌﻮﻝ ﺍﻟﻤﻀﻌﻒ ﻣﻮﺿﻮﻉ ﻟﻤﻦ ﻛﺜﺮﺕ ﺧﺼﺎﻟﻪ ﺍﻟﺤﻤﻴﺪﺓ، ﺳﻤﻰ ﺑﻪ ﻧﺒﻴﻨﺎ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺍﻟﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺑﺈﻟﻬﺎﻡ ﻣﻦ ﺍﻟﻠﻪ ﻟﺠﺪﻩ. ﻭﺍﻟﺮﺳﻮﻝ ﻣﻦ ﺍﻟﺒﺸﺮ ﺫﻛﺮ ﺣﺮ، ﺃﻭﺣﻰ ﺇﻟﻴﻪ ﺑﺸﺮﻉ ﻭﺃﻣﺮ ﺑﺘﺒﻠﻴﻐﻪ، ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻟﻪ ﻛﺘﺎﺏ ﻭﻻ ﻧﺴﺦ ﻛﻴﻮﺷﻊ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺴﻼﻡ، ﻓﺈﻥ ﻟﻢ ﻳﺆﻣﺮ ﺑﺎﻟﺘﺒﻠﻴﻎ ﻓﻨﺒﻲ. ﻭﺍﻟﺮﺳﻮﻝ ﺃﻓﻀﻞ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺇﺟﻤﺎﻋﺎ. ﻭﺻﺢ ﺧﺒﺮ ﺃﻥ ﻋﺪﺩ ﺍﻻﻧﺒﻴﺎﺀ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﻟﺴﻼﻡ ﻣﺎﺋﺔ ﺃﻟﻒ ﻭﺃﺭﺑﻌﺔ ﻭﻋﺸﺮﻭﻥ ﺃﻟﻔﺎ، ﻭﺃﻥ ﻋﺪﺩ ﺍﻟﺮﺳﻞ ثلاث ماﺋﺔ ﻭﺧﻤﺴﺔ ﻋﺸﺮ. ﻭﻋﻠﻰ ﺁﻟﻪ ﺃﻱ ﺃﻗﺎﺭﺑﻪ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﻣﻦ ﺑﻨﻲ ﻫﺎﺷﻢ ﻭﺍﻟﻤﻄﻠﺐ . ﻭﻗﻴﻞ ﻫﻢ ﻛﻞ ﻣﺆﻣﻦ، ﺃﻱ ﻓﻲ ﻣﻘﺎﻡ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﻧﺤﻮ، ﻭﺍﺧﺘﻴﺮ ﻟﺨﺒﺮ ﺿﻌﻴﻒ ﻓﻴﻪ، ﻭﺟﺰﻡ ﺑﻪ ﺍﻟﻨﻮﻭﻱ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ ﻣﺴﻠﻢ. ﻭﺻﺤﺒﻪ ﻭﻫﻮ ﺍﺳﻢ ﺟﻤﻊ ﻟﺼﺎﺣﺐ ﺑﻤﻌﻨﻰ ﺍ ﻟﺼﺤﺎﺑﻲ، ﻭﻫﻮ ﻣﻦ ﺍﺟﺘﻤﻊ ﻣﺆﻣﻨﺎﺕ ﺑﻨﺒﻴﻨﺎ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺍﻟﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﻟﻮ ﺃﻋﻤﻰ ﻭﻏﻴﺮ ﻣﻤﻴﺰ . ﺍﻟﻔﺎﺋﺰﻳﻦ ﺑﺮﺿﺎ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ، ﺻﻔﺔ ﻟﻤﻦ ﺫﻛﺮ

-------
Segala puji bagi Allah yang telah
memberikan hidayahnya kepada kita, yaitu didalam penyusunan kitab ini. maka tiadalah kita akan mendapatkan petunjuknya jika Allah tidak memberikan hidayah-nya.
Lafadz (ﺍﻟﺤﻤﺪ ), ber-makna sifat yang
indah. Adapun Makna (ﺍﻟﺼﻼﺓ ) dari Allah merupakan rahmatnya yang
berhubungan dengan pengagungan.
sedangkan makna(ﺍﻟﺴﻼﻡ) adalah
keselamatan dari setiap kerusakan dan kekurangan. ( ﻋﻠﻰ ﺳﻴﺪﻧﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ) Atas pemimpin
kami, "Muhammad SAW sebagai rasul-Allah". Baik bagi kalangan jin maupun manusia secara ijma ulama. Begitu juga bagi kalangan malaikat. Ini menurut keterangan ulama muhaqqikun Lapadz (ﻣﺤﻤﺪ ) adalah ( ﻋﻠﻢ ﻣﻨﻘﻮﻝ ) (Yaitu,
nama yang dipindah) dari isim maful yang mudha'af (yaitu,isim maful yang ain fiilnya ganda) ditempatkan untuk
seseorang yang memiliki perkara terpuji. beliau dinamakan demikian, karena datang ilham dari Allah kepada kakeknya. Rasul itu berasal dari golongan manusia yang berjenis kelamin laki-laki merdeka,
yang di wahyukan untuk membawa
syareat, dan perintah melakukan tabligh, sekalipun ia tidak membawa kitab suci atau sebuah salinan kitab dari Allah, seperti nabi yusya' AS walaupun ia tidak di perintahkan untuk melaksanakan dakwah. Maka yang demikian itu adalah
nabi. Menurut ijma ulama, bahwa seorang Rasul lebih afdhal dari pada seorang nabi. Dan menurut kaul yang shahih bahwa jumlah bilangan nabi sebanyak 124.000. sedangkan jumlah bilangan rasul sebanyak 315. ( ﻭﻋﻠﻰ ﺁﻟﻪ ) yaitu kerabat-nya kaum
mu'minin dari golongan Bani Hasyim dan Bani Muthalib. Ada juga yang mengatakan, "mereka adalah kaum muslimin yang terdapat dalam maqom doa atau seumpamanya." Keterangan ini
diseleksi oleh para ulama ahli hadits
karena ada hadist dhaif, lalu Imam
Nawawi menguatkan hal tersebut
didalam kitab syarah muslim. (ﻭﺻﺤﺒﻪ )
Lapadz (ﻭﺻﺤﺒﻪ ) adalah isim jamak dari
(ﺻﺎﺣﺐ ) yang bermakna (ﺍﻟﺼﺤﺎﺑﻲ ), yaitu,
"orang beriman yang berkumpul
bersama nabi, walaupun ia buta dan
belum aqil baliqh. ( ﺍﻟﻔﺎﺋﺰﻳﻦ ﺑﺮﺿﺎ
ﺍﻟﻠﻪ )mereka bahagia dengan ridha Allah
yang maha tinggi.Keterangan tadi, adalah
shifat bagi orang yang telah di sebutkan

========================

ﻭﺑﻌﺪ‏( ﺃﻱ ﺑﻌﺪﻣﺎ ﺗﻘﺪﻡ ﻣﻦ ﺍﻟﺒﺴﻤﻠﺔ ﻭﺍﻟﺤﻤﺪﻟﺔ ﻭﺍﻟﺼﻼﺓ
ﻭﺍﻟﺴﻼﻡ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﺫﻛﺮ، ) ﻓﻬﺬﺍ‏( ﺍﻟﻤﺆﻟﻒ ﺍﻟﺤﺎﺿﺮ
ﺫﻫﻨﺎ ‏) ﻣﺨﺘﺼﺮ‏( ﻗﻞ ﻟﻔﻈﻪ ﻭﻛﺜﺮ ﻣﻌﻨﺎﻩ ﻣﻦ ﺍﻻﺧﺘﺼﺎﺭ ‏)ﻓﻲ ﺍﻟﻔﻘﻪ‏( ﻫﻮ ﻟﻐﺔ : ﺍﻟﻔﻬﻢ . ﻭﺍﺻﻄﻼﺣﺎ: ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺑﺎﻻﺣﻜﺎﻡ ﺍﻟﺸﺮﻋﻴﺔ ﺍﻟﻌﻤﻠﻴﺔ ﺍﻟﻤﻜﺘﺴﺐ ﻣﻦ ﺃﺩﻟﺘﻬﺎ ﺍﻟﺘﻔﺼﻴﻠﻴﺔ . ﻭﺍﺳﺘﻤﺪﺍﺩﻩ ﻣﻦ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺍﻻﺟﻤﺎﻉ ﻭﺍﻟﻘﻴﺎﺱ. ﻭﻓﺎﺋﺪﺗﻪ ﺍﻣﺘﺜﺎﻝ ﺃﻭﺍﻣﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻭﺍﺟﺘﻨﺎﺏ ﻧﻮﺍﻫﻴﻪ. ‏) ﻋﻠﻰ ﻣﺬﻫﺐ ﺍﻻﻣﺎﻡ‏( ﺍﻟﻤﺠﺘﻬﺪ ﺃﺑﻲ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺇﺩﺭﻳﺲ ‏)ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ‏( ﻭﺭﺿﻰ ﻋﻨﻪ ﺃﻱ ﻣﺎ ﺫﻫﺐ ﺇﻟﻴﻪ ﻣﻦ ﺍﻻﺣﻜﺎﻡ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺴﺎﺋﻞ.
ﺇﺩﺭﻳﺲ ﻭﺍﻟﺪﻩ، ﻫﻮ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﺑﻦ ﻋﺜﻤﺎﻥ ﺑﻦ ﺷﺎﻓﻊ ﺑﻦ
ﺍﻟﺴﺎﺋﺐ ﺑﻦ ﻋﺒﻴﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺑﻦ ﻳﺰﻳﺪ ﺑﻦ ﻫﺎﺷﻢ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻤﻄﻠﺐ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﻣﻨﺎﻑ . ﻭﺷﺎﻓﻊ، ﻭﻫﻮ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﻨﺴﺐ ﺇﻟﻴﻪ ﺍﻻﻣﺎﻡ. ﻭﺃﺳﻠﻢ ﻫﻮ ﻭﺃﺑﻮﻩ ﺍﻟﺴﺎﺋﺐ ﻳﻮﻡ ﺑﺪﺭ. ﻭﻭﻟﺪ ﺇﻣﺎﻣﻨﺎ ﺭﺿﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﺳﻨﺔ ﺧﻤﺴﻴﻦ ﻭﻣﺎﺋﺔ، ﻭﺗﻮﻓﻲ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺠﻤﻌﺔ ﺳﻠﺦ ﺭﺟﺐ ﺳﻨﺔ ﺃﺭﺑﻊ ﻭﻣﺎﺋﺘﻴﻦ . ) ﻭﺳﻤﻴﺘﻪ ﺑﻘﺮﺓ ﺍﻟﻌﻴﻦ‏( ﺑﺒﻴﺎﻥ ‏) ﻣﻬﻤﺎﺕ ‏( ﺃﺣﻜﺎﻡ ‏)ﺍﻟﺪﻳﻦ‏( ﺍﻧﺘﺨﺒﺘﻪ. ﻭﻫﺬﺍ ﺍﻟﺸﺮﺡ ﻣﻦ ﺍﻟﻜﺘﺐ ﺍﻟﻤﻌﺘﻤﺪﺓ ﻟﺸﻴﺨﻨﺎ، ﺧﺎﺗﻤﺔ ﺍﻟﻤﺤﻘﻘﻴﻦ، ﺷﻬﺎﺏ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺣﺠﺮ ﺍﻟﻬﻴﺘﻤﻰ، ﻭﺑﻘﻴﺔ ﺍﻟﻤﺠﺘﻬﺪﻳﻦ ﻣﺜﻞ ﻭﺟﻴﻪ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ
ﺑﻦ ﺯﻳﺎﺩ ﺍﻟﺰﺑﻴﺪﻯ ﺭﺿﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ، ﻭﺷﻴﺨﻲ ﻣﺸﺎﻳﺨﻨﺎ : ﺷﻴﺦ ﺍﻻﺳﻼﻡ ﺍﻟﻤﺠﺪﺩ ﺯﻛﺮﻳﺎ ﺍﻻﻧﺼﺎﺭﻱ، ﺍﻻﻣﺎﻡ ﺍﻻﻣﺠﺪ ﺃﺣﻤﺪ ﺍﻟﻤﺰﺟﺪ ﺍﻟﺰﺑﻴﺪﻯ ﺭﺣﻤﻬﻤﺎ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ. ﻭﻏﻴﺮ ﻫﻢ ﻣﻦ ﻣﺤﻘﻘﻲ ﺍﻟﻤﺘﺄﺧﺮﻳﻦ ﻣﻌﺘﻤﺪﺍ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﺟﺰﻡ ﺑﻪ ﺷﻴﺨﺎ ﺍﻟﻤﺬﻫﺐ : ﺍﻟﻨﻮﻭﻱ ﻭﺍﻟﺮﺍﻓﻌﻲ ﻓﺎﻟﻨﻮﻭﻱ ﻓﻤﺤﻘﻘﻮ ﺍﻟﻤﺘﺄﺧﺮﻳﻦ. ﺭﺿﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻢ، ‏) ﺭﺍﺟﻴﺎ ﻣﻦ‏( ﺭﺑﻨﺎ ‏) ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺃﻥ ﻳﻨﺘﻔﻊ ﺑﻪ ﺍﻻﺫﻛﻴﺎﺀ‏( ﺃﻱ ﺍﻟﻌﻼﺀ، ‏) ﻭﺃﻥ ﺗﻘﺮ ﺑﻪ‏( ﺑﺴﺒﺒﻪ ‏)ﻋﻴﻨﻲ ﻏﺪﺍ‏( ﺃﻱ ﺍﻟﻴﻮﻡ
ﺍﻻﺧﺮ ‏) ﺑﺎﻟﻨﻈﺮ ﺇﻟﻰ ﻭﺟﻬﻪ ﺍﻟﻜﺮﻳﻢ ﺑﻜﺮﺓ ﻭﻋﺸﻴﺎ‏( ﺁﻣﻴﻦ .
---------
Adapun selanjutnya 
(Setelah itu semua), yakni setelah menyebutkan Basmalah dan Ḥamdalah serta pengucapan shalawat dan salam atas orang yang telah disebutkan, (karangan ini) karangan yang hadir dalam hati (merupakan ringkasan kecil) yang mencakup sedikit lafazh dan banyak makna terurai di dalamnya sebagai Sebuah ringkasan (dalam ilmu fiqih). Fikih secara etimologi adalah pemahaman dan menurut istilah adalah ilmu tentang hukum-hukum syari‘at yang berbentuk pengalaman yang dihasilkan dari dasar-dasar yang terperinci. Pengambilannya melalui al-Qur’ān, as-Sunnah, Ijma‘ para ulama’ dan Qiyās. Adapun faedah mempelajari ilmu tersebut adalah untuk menjalankan segala perintah-perintah Allah s.w.t. dan menjauhi segala larangan-Nya. (Dalam madzhab Imām) al-Mujtahid Abī ‘Abdillāh Muḥammad bin Idrīs (asy-Syāfi‘ī – semoga Allah s.w.t. senantiasa mengasihinya) dan meridhainya. Maksudnya adalah mengikuti hukum-hukum permasalahan dari Imām Syāfi‘ī. Idrīs adalah nama orang tua Imām Syāfi‘ī, dia adalah anak dari Ibnu ‘Abbās bin ‘Utsmān bin Syāfi‘ bin as-Sā’ib bin ‘Ubaid bin ‘Abdun bin Yazīd bin Hāsyim bin ‘Abd-ul-Muththalib bin Manāf. Sedang Syāfi‘ī adalah nama yang dihubungkan kepada Imām Syāfi‘ī yang masuk Islam bersamaan ayahnya as-Sā’ib pada waktu terjadi perang Badar. Imām kita dilahirkan pada tahun 150 H. dan wafat hari Jum‘at pada akhir bulan Rajab tahun 204 H. (Saya namakan kitab ini dengan “Qurrat-ul-‘Aini”) yang menjelaskan (hal-hal penting) tentang hukum-hukum (agama). Ringkasan tersebut dan syarah ini kami ambil dari sumber kitab-kitab pegangan milik guru kami yang menjadi penutup ulama’ yang menjelaskan masalah besertaan dalilnya yakni Syihābuddīn Aḥmad bin Ḥajar al-Haitamī, ulama’ mujtahid yang lain seperti Syaikh Wajīhuddīn ‘Abd-ur-Raḥman bin Ziyād az-Zubaidī – semoga Allah s.w.t. meridhai keduanya – dan karya dari dua gurunya guru kami Syaikh-ul-Islām al-Mujaddid Zakariyyā al-Anshārī dan al-Imām al-Muzujad az-Zubaidī – semoga Allah s.w.t. senantiasa mengasihi keduanya, – dan dari selain mereka semua yakni ulama’ kurun akhir yang menyatakan masalah besertaan dalilnya. Kami berpegangan dengan pendapat yang telah disepakati oleh Syaikhunal-madzhab Imām Nawawī dan ulama’ ahli taḥqīqi kurun akhir yang lain  – semoga Allah meridhai mereka semua – . (Berharap) dari Tuhan kami (Yang Maha Pengasih, semoga kitab ini bermanfaat bagi para cendikiawan) yakni orang-orang yang berakal (dan semoga Allah menyejukkan) dengan sebab kitab ini (mata kami esok) di hari akhir (dengan melihat Dzatnya Allah Yang Maha Mulia) di pagi dan sore hari. Amin.

ﺑَﺎﺏُ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓ
ِ
BAB SHALAT
{Kutipan dari https://hatisenang.com/}

ﻫِﻲَ ﺷَﺮْﻋًﺎ: ﺃَﻗْﻮَﺍﻝٌ ﻭَ ﺃَﻓْﻌَﺎﻝٌ ﻣَﺨْﺼُﻮْﺻَﺔٌ، ﻣُﻔْﺘَﺘَﺤَﺔٌ ﺑِﺎﻟﺘَّﻜْﺒِﻴْﺮِ ﻣُﺨْﺘَﺘَﻤَﺔٌ ﺑِﺎﻟﺘَّﺴْﻠِﻴْﻢِ ﻭَ ﺳُﻤِّﻴَﺖْ ﺑِﺬﻟِﻚَ ﻟِﺎﺷْﺘِﻤَﺎﻟِﻬَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ ﻟُﻐَﺔً، ﻭَ ﻫِﻲَ ﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀُ. ﻭَ ﺍﻟْﻤَﻔْﺮُﻭْﺿَﺎﺕُ ﺍﻟْﻌَﻴْﻨِﻴَّﺔُ ﺧَﻤْﺲٌ ﻓِﻲْ ﻛُﻞِّ ﻳَﻮْﻡٍ ﻭَ ﻟَﻴْﻠَﺔٍ، ﻣَﻌْﻠُﻮْﻣَﺔٌ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦِ ﺑِﺎﻟﻀَّﺮُﻭْﺭَﺓِ، ﻓَﻴَﻜْﻔُﺮُ ﺟَﺎﺣِﺪُﻫَﺎ. ﻭَ ﻟَﻢْ ﺗَﺠْﺘَﻤِﻊْ ﻫﺬِﻩِ ﺍﻟْﺨَﻤْﺲُ ﻟِﻐَﻴْﺮِ ﻧَﺒِﻴِّﻨَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ‏( ﺹ ‏)، ﻭَ ﻓُﺮِﺿَﺖْ ﻟَﻴْﻠَﺔَ ﺍﻟْﺈِﺳْﺮَﺍﺀِ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟﻨُّﺒُﻮَّﺓِ ﺑِﻌَﺸْﺮِ ﺳِﻨِﻴْﻦَ ﻭَ ﺛَﻠَﺎﺛَﺔِ ﺃَﺷْﻬُﺮٍ، ﻟَﻴْﻠَﺔَ ﺳَﺒْﻊٍ ﻭَ ﻋِﺸْﺮِﻳْﻦَ ﻣِﻦْ ﺭَﺟَﺐَ، ﻭَ ﻟَﻢْ ﺗَﺠِﺐْ ﺻُﺒْﺢَ ﻳَﻮْﻡِ ﺗِﻠْﻚَ ﺍﻟﻠَّﻴْﻠَﺔِ ﻟِﻌَﺪَﻡِ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢِ ﺑِﻜَﻴْﻔِﻴَّﺘِﻬَﺎ .
Pengertian Shalat Shalat menurut syara‘ adalah ucapan dan perbuatan (11 ) yang ditertentukan, yang dibuka dengan takbīrat-ul-iḥrām , dan ditutup dengan salam. Shalat dinamakan demikian karena mencakupnya shalat terhadap (pengertian kata) shalat secara bahasa yakni bermakna doa. Shalat yang difardhukan secara individual berjumlah lima waktu setiap hari dan malam yang telah diketahui dari agama secara pasti. Maka dihukumi kafir bagi orang yang menentangnya. Shalat lima waktu ini tidak terkumpul selain pada Nabi kita Muḥammad s.a.w. (2 2). Shalat lima waktu difardhukan pada malam Isra’ setelah 10 tahun kenabian lebih 3 bulan. Tepatnya, terjadi pada malam 27 bulan Rajab. Shalat Shubuh dari malam itu tidak diwajibkan sebab belum mengetahui tata caranya.

( ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺗَﺠِﺐُ ﺍﻟْﻤَﻜْﺘُﻮْﺑَﺔُ ‏) ﺃَﻱِ ﺍﻟﺼَّﻠَﻮَﺍﺕُ ﺍﻟْﺨَﻤْﺲُ ‏(ﻋَﻠَﻰ ‏) ﻛُﻞِّ ‏( ﻣُﺴْﻠِﻢٍ ﻣُﻜَﻠَّﻒٍ ‏) ﺃَﻱْ ﺑَﺎﻟِﻎٍ ﻋَﺎﻗِﻞٍ، ﺫَﻛَﺮٍ ﺃَﻭْ ﻏَﻴْﺮِﻩِ، ‏(ﻃَﺎﻫِﺮٍ ‏) ﻓَﻠَﺎ ﺗَﺠِﺐُ ﻋَﻠَﻰ ﻛَﺎﻓِﺮٍ ﺃَﺻْﻠِﻲٍّ ﻭَ ﺻَﺒِﻲٍّ ﻭَ ﻣَﺠْﻨُﻮْﻥٍ ﻭَ ﻣُﻐْﻤًﻰ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَ ﺳَﻜْﺮَﺍﻥَ ﺑِﻠَﺎ ﺗَﻌَﺪٍّ، ﻟِﻌَﺪَﻡِ ﺗَﻜْﻠِﻴْﻔِﻬِﻢْ، ﻭَ ﻟَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺣَﺎﺋِﺾٍ ﻭَ ﻧُﻔَﺴَﺎﺀَ ﻟِﻌَﺪَﻡِ ﺻِﺤَّﺘِﻬَﺎ ﻣِﻨْﻬُﻤَﺎ، ﻭَ ﻟَﺎ ﻗَﻀَﺎﺀَ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻤَﺎ. ﺑَﻞْ ﺗَﺠِﺐُ ﻋَﻠَﻰ ﻣُﺮْﺗَﺪٍّ ﻭَ ﻣُﺘَﻌَﺪٍّ ﺑِﺴُﻜْﺮٍ .
(Kewajiban melaksanakan shalat maktubah) (33) yakni shalat lima waktu (hanya dibebankan kepada) setiap (orang muslim yang mukallaf) yaitu seorang muslim yang telah baligh, (44) berakal, baik laki-laki maupun yang lainnya (dan orang suci). Maka ritual ibadah shalat itu tidak diwajibkan bagi orang kafir asli, anak kecil, orang gila, epilepsi, dan orang mabuk yang tidak ceroboh, karena tidak ada tanggungan bagi mereka, dan juga tidak wajib seorang wanita yang haidh dan nifas sebab tidak sah shalat dari mereka berdua. Tidak ada kewajiban mengganti shalat yang ditinggalkan atas mereka berdua, namun shalat hukumnya wajib bagi orang murtad (55 ) dan orang yang ceroboh dalam hilangnya akal sebab mabuk.
( ﻭَ ﻳُﻘْﺘَﻞُ ‏) ﺃَﻱْ ‏( ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻢُ ‏) ﺍﻟْﻤُﻜَﻠَّﻒُ ﺍﻟﻄَّﺎﻫِﺮُ ﺣَﺪًّﺍ ﺑِﻀَﺮْﺏِ ﻋُﻨُﻘِﻪِ ‏(ﺇِﻥْ ﺃَﺧْﺮَﺟَﻬَﺎ ‏) ﺃَﻱِ ﺍﻟْﻤَﻜْﺘُﻮْﺑَﺔَ، ﻋَﺎﻣِﺪًﺍ ‏( ﻋَﻦْ ﻭَﻗْﺖِ ﺟَﻤْﻊٍ ‏) ﻟَﻬَﺎ، ﺇِﻥْ ﻛَﺎﻥَ ﻛَﺴَﻠًﺎ ﻣَﻊَ ﺍﻋْﺘِﻘَﺎﺩِ ﻭُﺟُﻮْﺑِﻬَﺎ ‏( ﺇِﻥْ ﻟَﻢْ ﻳَﺘُﺐْ ‏) ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟْﺎِﺳْﺘِﺘَﺎﺑَﺔِ، ﻭَ ﻋَﻠَﻰ ﻧَﺪْﺏِ ﺍﻟْﺎِﺳْﺘِﺘَﺎﺑَﺔِ ﻟَﺎ ﻳَﻀْﻤَﻦُ ﻣَﻦْ ﻗَﺘَﻠَﻪُ ﻗَﺒْﻞَ ﺍﻟﺘَّﻮْﺑَﺔِ ﻟﻜِﻨَّﻪُ ﻳَﺄْﺛَﻢُ . ﻭَ ﻳُﻘْﺘَﻞُ ﻛُﻔْﺮًﺍ ﺇِﻥْ ﺗَﺮَﻛَﻬَﺎ ﺟَﺎﺣِﺪًﺍ ﻭُﺟُﻮْﺑَﻬَﺎ، ﻓَﻠَﺎ ﻳُﻐْﺴَﻞُ ﻭَ ﻟَﺎ ﻳُﺼَﻠَّﻰ ﻋَﻠَﻴْﻪِ.
(Seorang muslim mukallaf yang suci dibunuh) dengan memenggal kepalanya sebagai hukuman (ketika dia mengeluarkan waktu shalat) yang telah diwajibkan (6 6) secara sengaja (dari waktu yang dapat digunakan menjama‘) shalat fardhu tersebut (7 7), jika ia merasa malas yang disertai dengan keyakinan terhadap kewajibannya (kalau ia tidak bertaubat) setela disuruh. Jika mengikuti pendapat yang menghukumi sunnah menyuruh orang yang meninggalkan shalat untuk taubat, maka tidak wajib mengganti rugi bagi orang yang membunuhnya sebelum ia taubat namun hukumnya berdosa. (88) Dan dibunuh dengan status kafir apabila ia meninggalkan shalat sebab menentang kewajibannya, maka ia tidak boleh dimandikan dan dishalati.
( ﻭَ ﻳُﺒَﺎﺩِﺭُ ‏) ﻣَﻦْ ﻣَﺮَّ ‏(ﺑِﻔَﺎﺋِﺖٍ ‏) ﻭُﺟُﻮْﺑًﺎ، ﺇِﻥْ ﻓَﺎﺕَ ﺑِﻠَﺎ ﻋُﺬْﺭٍ، ﻓَﻴَﻠْﺰَﻣُﻪُ ﺍﻟْﻘَﻀَﺎﺀُ ﻓَﻮْﺭًﺍ . ﻗَﺎﻝَ ﺷَﻴْﺨُﻨَﺎ ﺃَﺣْﻤَﺪُ ﺑْﻦُ ﺣَﺠَﺮٍ ﺭَﺣِﻤَﻪُ ﺍﻟﻠﻪُ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ: ﻭَ ﺍﻟَّﺬِﻱْ ﻳَﻈْﻬَﺮُ ﺃَﻧَّﻪُ ﻳَﻠْﺰَﻣُﻪُ ﺻَﺮْﻑُ ﺟَﻤِﻴْﻊِ ﺯَﻣَﻨِﻪِ ﻟِﻠْﻘَﻀَﺎﺀِ ﻣَﺎ ﻋَﺪَﺍ ﻣَﺎ ﻳَﺤْﺘَﺎﺝُ ﻟِﺼَﺮْﻓِﻪِ ﻓِﻴْﻤَﺎ ﻟَﺎ ﺑُﺪَّ ﻣِﻨْﻪُ، ﻭَ ﺃَﻧَّﻪُ ﻳَﺤْﺮُﻡُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺘَّﻄَﻮُّﻉُ، ﻭَ ﻳُﺒَﺎﺩِﺭُ ﺑِﻪِ – ﻧَﺪْﺑًﺎ – ﺇِﻥْ ﻓَﺎﺕَ ﺑِﻌُﺬْﺭٍ ﻛَﻨَﻮْﻡٍ ﻟَﻢْ ﻳَﺘَﻌَﺪَّ ﺑِﻪِ ﻭَ ﻧِﺴْﻴَﺎﻥٍ ﻛَﺬﻟِﻚَ .
Bersegera melaksanakan shalat yang ditinggalkan oleh orang yang telah disebutkan hukumnya adalah wajib, jika shalat tersebut ditinggalkan dengan tanpa udzur maka wajib baginya mengganti atau mengqadha’ shalat tersebut segera. Guru kita Syaikh Ibnu Ḥajar – semoga Allah mengasihnya – mengatakan: “Jelaslah bahwa baginya wajib menggunakan seluruh waktunya mengganti shalat yang ditinggalkan selain waktu yang ia butuhkan untuk digunakan dalam hal yang wajib, (99) dan haram baginya melakukan kesunnahan. Sunnah bersegera mengqadha’ shalat yang ditinggalkan sebab udzur seperti tidur yang tidak ceroboh, begitu pula lupa.
( ﻭَ ﻳُﺴَﻦُّ ﺗَﺮْﺗِﻴْﺒُﻪُ ‏) ﺃَﻱِ ﺍﻟْﻔَﺎﺋِﺖِ، ﻓَﻴَﻘْﻀِﻲ ﺍﻟﺼُّﺒْﺢَ ﻗَﺒْﻞَ ﺍﻟﻈُّﻬْﺮِ، ﻭَ ﻫﻜَﺬَﺍ. ‏(ﻭَ ﺗَﻘْﺪِﻳْﻤُﻪُ ﻋَﻠَﻰ ﺣَﺎﺿِﺮَﺓٍ ﻟَﺎ ﻳَﺨَﺎﻑُ ﻓَﻮْﺗَﻬَﺎ ‏) ﺇِﻥْ ﻓَﺎﺕَ ﺑِﻌُﺬْﺭٍ، ﻭَ ﺇِﻥْ ﺧَﺸِﻲَ ﻓَﻮْﺕَ ﺟَﻤَﺎﻋَﺘِﻬَﺎ – ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤُﻌْﺘَﻤِﺪِ .- ﻭَ ﺇِﺫَﺍ ﻓَﺎﺕَ ﺑِﻠَﺎ ﻋُﺬْﺭٍ ﻓَﻴَﺠِﺐُ ﺗَﻘْﺪِﻳْﻤُﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ . ﺃَﻣَﺎ ﺇِﺫَﺍ ﺧَﺎﻑَ ﻓَﻮْﺕَ ﺍﻟْﺤَﺎﺿِﺮَﺓِ ﺑِﺄَﻥْ ﻳَﻘَﻊَ ﺑَﻌْﻀُﻬَﺎ – ﻭَ ﺇِﻥْ ﻗَﻞَّ – ﺧَﺎﺭِﺝَ ﺍﻟْﻮَﻗْﺖِ ﻓَﻴَﻠْﺰَﻣُﻪُ ﺍﻟْﺒَﺪْﺀُ ﺑِﻬَﺎ. ﻭَ ﻳَﺠِﺐُ ﺗَﻘْﺪِﻳْﻢُ ﻣَﺎ ﻓَﺎﺕَ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﻋُﺬْﺭٍ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﺎ ﻓَﺎﺕَ ﺑِﻌُﺬْﺭٍ. ﻭَ ﺇِﻥْ ﻓَﻘَﺪَ ﺍﻟﺘَّﺮْﺗِﻴْﺐَ ﻟِﺄَﻧَّﻪُ ﺳُﻨَّﺔٌ ﻭَ ﺍﻟْﺒَﺪَﺍﺭُ ﻭَﺍﺟِﺐٌ . ﻭَ ﻳُﻨْﺪَﺏُ ﺗَﺄْﺧِﻴْﺮُ ﺍﻟﺮَّﻭَﺍﺗِﺐِ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻔَﻮَﺍﺋِﺖِ ﺑِﻌُﺬْﺭٍ، ﻭَ ﻳَﺠِﺐُ ﺗَﺄْﺧِﻴْﺮُﻫَﺎ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻔَﻮَﺍﺋِﺖِ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﻋُﺬْﺭٍ .
Disunnahkan untuk mentartibkan shalat yang ditinggalkan, maka shalat Shubuh dikerjakan terlebih dahulu sebelum Zhuhur dan begitu seterusnya. Disunnahkan mendahulukan shalat qadha’ atas shalat yang hadir yang tidak ditakutkan habisnya waktu, jika shalatnya ditinggalkan dengan sebab udzur, walaupun orang tersebut takut kehilangan shalat berjama‘ah dari shalat yang hadir menurut pendapat yang mu‘tamad. Jika shalat tersebut ditinggalkan dengan tanpa udzur, maka wajib baginya untuk mendahulukan mengerjakan shalat qadha’ dengan mengakhirkan shalat yang hadir. Sedangkan apabila ia takut kehilangan waktu yang hadir dengan beradanya sebagian waktu hadir – walaupun hanya sedikit – di luar waktunya maka wajib baginya mengawali shalat yang hadir. Wajib mendahulukan shalat yang ditinggalkan tanpa ada udzur atas shalat yang ditinggalkan dengan udzur walaupun menyebabkan kehilangan tartib, (10 10) sebab hukum tartib hanya sunnah sedang bersegera hukumnya wajib. (1111 ) Disunnahkan untuk mengakhirkan shalat rawatib dari shalat yang ditinggalkan dengan udzur dan wajib mengakhirkan atas shalat yang ditinggalkan dengan tanpa udzur.
( ﺗَﻨْﺒِﻴْﻪٌ ‏) ﻣَﻦْ ﻣَﺎﺕَ ﻭَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺻَﻠَﺎﺓُ ﻓَﺮْﺽٍ ﻟَﻢْ ﺗُﻘْﺾَ ﻭَ ﻟَﻢْ ﺗُﻔْﺪَ ﻋَﻨْﻪُ، ﻭَ ﻓِﻲْ ﻗَﻮْﻝٍ ﺃَﻧَّﻬَﺎ ﺗُﻔْﻌَﻞُ ﻋَﻨْﻪُ – ﺃَﻭْﺻَﻰ ﺑِﻬَﺎ ﺃَﻡْ ﻟَﺎ ﻣَﺎ ﺣَﻜَﺎﻩُ ﺍﻟْﻌُﺒَﺎﺩِﻱُّ ﻋَﻦِ ﺍﻟﺸَّﺎﻓِﻌِﻲِّ ﻟِﺨَﺒَﺮٍ ﻓِﻴْﻪِ، ﻭَ ﻓَﻌَﻞَ ﺑِﻪِ ﺍﻟﺴُّﺒْﻜِﻲُّ ﻋَﻦْ ﺑَﻌْﺾِ ﺃَﻗَﺎﺭِﺑِﻪِ .
(Peringatan ). Barang siapa meninggal dunia sedang ia masih memiliki tanggungan shalat fardhu maka shalatnya tidak diganti dan tidak dibayar fidyah sebagai ganti shalat yang ditinggalkannya. (12 12) Sebagian pendapat mengatakan: Shalat tersebut dapat dikerjakan sebagai ganti shalat yang ditinggalkan, baik orang tersebut berwasiat ataupun tidak. Imām al-‘Ubādī menghikayatkan pendapat tersebut dari Imam Syafi‘i sebab adanya hadits tentang hal tersebut dan Imām Subkī dengan pendapat tersebut melakukannya sebagai ganti shalat yang ditinggal oleh sebagian kerabatnya.
( ﻭَ ﻳُﺆْﻣَﺮُ ‏) ﺫُﻭْ ﺻَﺒِﻴًّﺎ ﺫَﻛَﺮٌ ﺃَﻭْ ﺃُﻧْﺜَﻰ ‏( ﻣُﻤَﻴِّﺰٌ ‏) ﺑِﺄَﻥْ ﺻَﺎﺭَ ﻳَﺄْﻛُﻞُ ﻭَ ﻳَﺸْﺮِﺏُ ﻭَ ﻳَﺴْﺘَﻨْﺠِﻲْ ﻭَﺣْﺪَﻩُ. ﺃَﻱْ ﻳَﺠِﺐُ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﻣِﻦْ ﺃَﺑَﻮَﻳْﻪِ ﻭَ ﺇِﻥْ ﻋَﻠَﺎ، ﺛُﻢَّ ﺍﻟْﻮَﺻِﻲِّ . ﻭَ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﺎﻟِﻚِ ﺍﻟﺮَّﻗِﻴْﻖِ ﺃَﻥْ ﻳَﺄْﻣُﺮَ ‏( ﺑِﻬَﺎ ‏) ﺃَﻱِ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ، ﻭَ ﻟَﻮْ ﻗَﻀَﺎﺀً، ﻭَ ﺑِﺠَﻤِﻴْﻊِ ﺷُﺮُﻭْﻃِﻬَﺎ ‏( ﻟِﺴَﺒْﻊٍ ‏) ﺃَﻱْ ﺑَﻌْﺪَ ﺳَﺒْﻊٍ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺴِّﻨِﻴْﻦَ، ﺃَﻱْ ﻋِﻨْﺪَ ﺗَﻤَﺎﻣِﻬَﺎ، ﻭَ ﺇِﻥْ ﻣَﻴَّﺰَ ﻗَﺒْﻠَﻬَﺎ . ﻭَ ﻳَﻨْﺒَﻐِﻲْ ﻣَﻊَ ﺻِﻴْﻐَﺔِ ﺍﻟْﺄَﻣْﺮِ ﺍﻟﺘَّﻬْﺪِﻳْﺪُ. ‏(ﻭَ ﻳُﻀْﺮَﺏُ ‏) ﺿَﺮْﺑًﺎ ﻏَﻴْﺮَ ﻣُﺒَﺮِّﺡٍ – ﻭُﺟُﻮْﺑًﺎ – ﻣِﻤَّﻦْ ﺫُﻛِﺮَ ‏( ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ‏) ﺃَﻱْ ﻋَﻠَﻰ ﺗَﺮْﻛِﻬَﺎ – ﻭَ ﻟَﻮْ ﻗَﻀَﺎﺀً – ﺃَﻭْ ﺗَﺮَﻙَ ﺷَﺮْﻃًﺎ ﻣِﻦْ ﺷُﺮُﻭْﻃِﻬَﺎ ‏( ﻟِﻌَﺸْﺮٍ ‏) ﺃَﻱْ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﺳْﺘِﻜْﻤَﺎﻟِﻬَﺎ، ﻟِﻠْﺤَﺪِﻳْﺚِ ﺍﻟﺼَّﺤِﻴْﺢِ : ﻣُﺮُﻭﺍ ﺍﻟﺼِّﺒِﻲَّ ﺑِﺎﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ ﺇِﺫَﺍ ﺑَﻠَﻎَ ﺳَﺒْﻊَ ﺳِﻨِﻴْﻦَ، ﻭَ ﺇِﺫَﺍ ﺑَﻠَﻎَ ﻋَﺸْﺮَ ﺳِﻨِﻴْﻦَ ﻓَﺎﺿْﺮِﺑُﻮْﻩُ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ. ‏(ﻛَﺼَﻮْﻡٍ ﺃَﻃَﺎﻗَﻪُ ‏) ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻳُﺆْﻣَﺮُ ﺑِﻪِ ﻟِﺴَﺒْﻊٍ ﻭَ ﻳُﻀْﺮَﺏَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻟِﻌَﺸْﺮٍ ﻛَﺎﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ . ﻭَ ﺣِﻜْﻤَﺔُ ﺫﻟِﻚَ ﺍﻟﺘَّﻤْﺮِﻳْﻦُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻌِﺒَﺎﺩَﺓِ ﻟِﻴَﺘَﻌَﻮَّﺩَﻫَﺎ ﻓَﻠَﺎ ﻳَﺘْﺮُﻛَﻬَﺎ . ﻭَ ﺑَﺤَﺚَ ﺍﻟْﺄَﺫْﺭَﻋِﻲُّ ﻓِﻲْ ﻗِﻦٍّ ﺻَﻐِﻴْﺮٍ ﻛَﺎﻓِﺮٍ ﻧَﻄَﻖَ ﺑِﺎﻟﺸَّﻬَﺎﺩَﺗَﻴْﻦِ ﺃَﻧَّﻪُ ﻳُﺆْﻣَﺮُ ﻧَﺪْﺑًﺎ ﺑِﺎﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ ﻭَ ﺍﻟﺼَّﻮْﻡِ، ﻳُﺤَﺚُّ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻤَﺎ ﻣِﻦْ ﻏَﻴْﺮِ ﺿَﺮْﺏٍ ﻟِﻴَﺄْﻟَﻒَ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮَ ﺑَﻌْﺪَ ﺑُﻠُﻮْﻏِﻪِ، ﻭَ ﺇِﻥْ ﺃَﺑَﻰ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﺱُ ﺫﻟِﻚَ . ﺍﻧْﺘَﻬَﻰ .
(Dan diperintahkan) kepada yang memiliki anak kecil lelaki maupun perempuan (yang telah tamyiz) yakni telah dapat makan, minum dan istinja’ sendiri. () Maksudnya wajib bagi setiap dari kedua orang tua – walaupun ketingkat seatasnya – , kemudian orang diwasiati dan orang yang memiliki budak untuk memerintahkannya (mengerjakan shalat) walaupun shalat tersebut adalah shalat qadha’ dan dengan seluruh persyaratan shalat (ketika anak tersebut telah mencapai umur setelah tujuh tahun) maksudnya setelah sempurna umur tujuh tahun walaupun anak tersebut telah tamyiz sebelum umur tersebut. Dan sebaiknya besertaan memerintah juga disertai dengan menakut-nakuti. Wajib bagi orang- orang yang telah disebutkan di atas (untuk memukul anak tersebut) dengan pukulan yang tidak menyakitkan (14 14) ketika ia (meninggalkan shalat) walaupun qadha’ atau meninggalkan satu syarat dari syarat-syarat shalat (setelah sempurna mencapai umur sepuluh tahun) karena hadits yang shaḥīḥ: “ Perintahkanlah anak kecil untuk melaksanakan shalat ketika berumur tujuh tahun dan ketika berumur sepuluh tahun, maka pukullah anak tersebut saat meninggalkannya”. (Seperti halnya kewajiban memerintahkan puasa bagi anak yang telah mampu melaksanakannya) maka anak tersebut diperintahkan untuk melaksanakannya ketika berumur tujuh tahun dan dipukul saat meninggalkannya ketika berumur 10 tahun – seperti halnya shalat – . Hikmah dari hal tersebut adalah melatih untuk melakukan ibadah agar anak terbiasa hingga tidak meninggalkannya. Imām al-Adzra‘ī pernah membahas permasalahan budak kecil yang mampu mengucapkan kalimat syahadat bahwa anak tersebut sunnah untuk diperintahkan untuk mengerjakan shalat dan puasa dengan motivasi tanpa pemukulan supaya anak tersebut terbiasa melakukan kebaikan setelah baligh, walaupun secara qiyas hukum sunnah tersebut ditolak.
ﻭَ ﻳَﺠِﺐُ ﺃَﻳْﻀًﺎ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻦْ ﻣَﺮَّ ﻧَﻬْﻴُﻪُ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤُﺤَﺮَّﻣَﺎﺕِ ﻭَ ﺗَﻌْﻠِﻴْﻤُﻪُ ﺍﻟْﻮَﺍﺟِﺒَﺎﺕِ، ﻭَ ﻧَﺤْﻮَﻫَﺎ ﻣِﻦْ ﺳَﺎﺋِﺮِ ﺍﻟﺸَّﺮَﺍﺋِﻊِ ﺍﻟﻈَّﺎﻫِﺮَﺓِ، ﻭَ ﻟَﻮْ ﺳُﻨَّﺔً ﻛَﺴِﻮَﺍﻙٍ، ﻭَ ﺃَﻣْﺮُﻩُ ﺑِﺬﻟِﻚَ . ﻭَ ﻟَﺎ ﻳَﻨْﺘَﻬِﻲ ﻭُﺟُﻮْﺏُ ﻣَﺎ ﻣَﺮَّ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻦْ ﻣَﺮَّ ﺇِﻟَّﺎ ﺑِﺒُﻠُﻮْﻏِﻪِ ﺭَﺷِﻴْﺪًﺍ، ﻭَ ﺃُﺟْﺮَﺓُ ﺗَﻌْﻠِﻴْﻤِﻪِ ﺫﻟِﻚَ – ﻛَﺎﻟْﻘُﺮْﺁﻥِ ﻭَ ﺍﻟْﺂﺩَﺍﺏِ – ﻓِﻲْ ﻣَﺎﻟِﻪِ ﺛُﻢَّ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﺑِﻴْﻪِ ﺛُﻢَّ ﻋَﻠَﻰ ﺃُﻣِّﻪِ .
Wajib pula bagi seorang yang telah disebutkan untuk mencegah seorang anak dari melakukan perkara yang diharamkan, mengajarkan kewajiban-kewajiban dan sejenisnya yakni dari setiap syari‘at yang telah jelas walaupun itu sunnah seperti bersiwak (1515 ). Hukum wajib memerintahkan anak tersebut adalah dengan melakukan syari‘at itu. Kewajiban yang telah lewat kepada orang- orang yang telah disebut tidak berakhir kecuali anak itu telah baligh dalam keadaan pandai. Sedangkan upah mengajarkan anak seperti mengajarkan al-Qur’ān dan etika itu dibebankan kepada harta sang anak, lalu ayahnya, lalu ibunya.
( ﺗَﻨْﺒِﻴْﻪٌ ‏) ﺫَﻛَﺮَ ﺍﻟﺴَّﻤْﻌَﺎﻧِﻲُّ ﻓِﻲْ ﺯَﻭْﺟَﺔٍ ﺻَﻐِﻴْﺮَﺓٍ ﺫَﺍﺕَ ﺃَﺑَﻮَﻳْﻦِ ﺃَﻥَّ ﻭُﺟُﻮْﺏَ ﻣَﺎ ﻣَﺮَّ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻤَﺎ ﻓَﺎﻟﺰَّﻭْﺝِ، ﻭَ ﻗَﻀِﻴَّﺘُﻪُ ﻭُﺟُﻮْﺏُ ﺿَﺮْﺑِﻬَﺎ. ﻭَ ﺑِﻪِ – ﻭَ ﻟَﻮْ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻜَﺒِﻴْﺮَﺓِ – ﺻَﺮَّﺡَ ﺟَﻤَﺎﻝُ ﺍﻟْﺈِﺳْﻠَﺎﻡِ ﺍﻟْﺒَﺰَﺭِﻱُّ. ﻗَﺎﻝَ ﺷَﻴْﺨُﻨَﺎ: ﻭَ ﻫُﻮَ ﻇَﺎﻫِﺮٌ ﺇِﻥْ ﻟَﻢْ ﻳَﺨْﺶَ ﻧُﺸُﻮْﺯًﺍ . ﻭَ ﺃَﻃْﻠَﻖَ ﺍﻟﺰَّﺭْﻛَﺸِﻲُّ ﺍﻟﻨَّﺪْﺏَ .
(Peringatan ). Imām as-Sam‘ānī menyampaikan permasalahan seorang istri yang masih kecil yang masih memiliki kedua orang tua bahwa kewajiban yang telah lewat dibebankan kepada kedua orang tuanya (1616 ), kemudian suaminya. Dampak hukum dari itu adalah kewajiban memukul istri tersebut. Imām Jamāl-ul-Islām al-Bazarī menjelaskan kewajiban memukul sang istri walaupun istri tersebut telah dewasa. Guru kita mengatakan: Hal itu jelas, namun jika tidak ditakutkan terjadinya nusyuz, sedangkan Imām Zarkasyī memutlakkan hukum sunnah.
( ﻭَ ﺃَﻭَّﻝُ ﻭَﺍﺟِﺐٍ ‏) ﺣَﺘَّﻰ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺄَﻣْﺮِ ﺑِﺎﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ ﻛَﻤَﺎ ﻗَﺎﻟُﻮْﺍ ‏( ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺂﺑَﺎﺀِ ‏) ﺛُﻢَّ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻦْ ﻣَﺮَّ ‏( ﺗَﻌْﻠِﻴْﻤُﻪُ ‏) ﺃَﻱِ ﺍﻟْﻤُﻤَﻴِّﺰِ ‏(ﺃَﻥَّ ﻧَﺒِﻴَّﻨَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪًﺍ ‏( ﺹ ‏) ﺑُﻌِﺚَ ﺑِﻤَﻜَّﺔَ ‏) ﻭَ ﻭُﻟِﺪَ ﺑِﻬَﺎ ‏(ﻭَ ﺩُﻓِﻦَ ﺑِﺎﻟْﻤَﺪِﻳْﻨَﺔِ ‏) ﻭَ ﻣَﺎﺕَ ﺑِﻬَﺎ .
(Awal hal yang wajib)  sampai pada kewajiban memerintahkan shalat seperti yang telah disampaikan oleh para ulama’ (kepada para ayah), kemudian kepada orang-orang yang telah disebutkan (adalah mengajarkan anak-anak) yang telah tamyiz (bahwa Nabi kita, Nabi Muḥammad s.a.w. diutus di kota Makkah), dilahirkan di kota tersebut, (dimakamkan di kota Madinah) dan wafat di kota Madinah pula.
(فصل فى شروط الصلاة)
FASAL TENTANG SYARAT SHALAT
ﺍﻟﺸَّﺮْﻁُ ﻣَﺎ ﻳَﺘَﻮَﻗَّﻒُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺻِﺤَّﺔُ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ، ﻭَ ﻟَﻴْﺲَ ﻣِﻨْﻬَﺎ. ﻭَ ﻗُﺪِّﻣَﺖِ ﺍﻟﺸُّﺮُﻭْﻁُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺄَﺭْﻛَﺎﻥِ ﻟِﺄَﻧَّﻬَﺎ ﺃَﻭْﻟَﻰ ﺑِﺎﻟﺘَّﻘْﺪِﻳْﻢِ، ﺇِﺫِ ﺍﻟﺸَّﺮْﻁُ ﻣَﺎ ﻳَﺠِﺐُ ﺗَﻘْﺪِﻳْﻤُﻪُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ ﻭَ ﺍﺳْﺘِﻤْﺮَﺍﺭُﻩُ ﻓِﻴْﻬَﺎ.
‏(ﺷُﺮُﻭْﻁُ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ ﺧَﻤْﺴَﺔٌ: ﺃَﺣَﺪُﻫَﺎ: ﻃَﻬَﺎﺭَﺓٌ ﻋَﻦْ ﺣَﺪَﺙٍ ﻭَ ﺟَﻨَﺎﺑَﺔٍ ﺍﻟﻄَّﻬَﺎﺭَﺓُ: ﻟُﻐَﺔً‏) ، ﺍﻟﻨَّﻈَﺎﻓَﺔُ ﻭَ ﺍﻟْﺨُﻠُﻮْﺹُ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺪَّﻧَﺲِ.
ﻭَ ﺷَﺮْﻋًﺎ: ﺭَﻓْﻊُ ﺍﻟْﻤَﻨْﻊِ ﺍﻟْﻤُﺘَﺮَﺗَّﺐِ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺤَﺪَﺙِ ﺃَﻭِ ﺍﻟﻨَّﺠَﺲِ .

Syarat adalah Suatu hal yang menjadikan
sahnya shalat, namun bukan  dari shalat . Syarat-syarat shalat lebih didahulukan daripada rukun-rukunnya sebab syarat lebih utama didahulukan karena syarat adalah hal yang wajib didahulukan atas shalat dan wajib harus selalu ada dalam shalat. Syarat-syarat shalat ada lima. Yang pertama adalah suci dari hadats dan janabah. Bersuci secara bahasa adalah bersih dan lepas dari kotoran. Sedang secara syara‘ adalah menghilangkan penghalang yang berupa hadats atau najis.

( ﻓَﺎﻟْﺄُﻭْﻟَﻰ ‏) ﺃَﻱِ ﺍﻟﻄَّﻬَﺎﺭَﺓُ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﺤَﺪَﺙِ: (ﺍﻟْﻮُﺿُﻮْﺀُ ‏) ﻫُﻮَ – ﺑِﻀَﻢِّ ﺍﻟْﻮَﺍﻭِ – ﺍﺳْﺘِﻌْﻤَﺎﻝُ ﺍﻟْﻤَﺎﺀِ ﻓِﻲْ ﺃَﻋْﻀَﺎﺀٍ ﻣَﺨْﺼُﻮْﺻَﺔٍ ﻣُﻔْﺘَﺘَﺤًﺎ ﺑِﻨِﻴَّﺔٍ. ﻭَ ﺑِﻔَﺘْﺤِﻬَﺎ: ﻣَﺎ ﻳَﺘَﻮَﺿَّﺄُ ﺑِﻪِ. ﻭَ ﻛَﺎﻥَ ﺍﺑْﺘِﺪَﺍﺀُ ﻭُﺟُﻮْﺑِﻪِ ﻣَﻊَ ﺍﺑْﺘِﺪَﺍﺀِ ﻭُﺟُﻮْﺏِ ﺍﻟْﻤَﻜْﺘُﻮْﺑَﺔِ ﻟَﻴْﻠَﺔَ ﺍﻟْﺈِﺳْﺮَﺍﺀِ .

Syarat Shalat Ke-1 (Untuk yang pertama) yakni bersuci dari hadats adalah dengan cara (berwudhu’). Lafazh wudhu’ dengan membaca dhammah wāw-nya bermakna menggunakan air pada anggota-anggota tertentu yang diawali dengan sebuah niat. Dan dengan terbaca fatḥah wāw- nya bermakna sesuatu yang digunakan untuk berwudhu’. Awal diwajibkannya berwudhu’ adalah bersamaan dengan kewajiban shalat lima waktu pada malam Isrā’-nya Nabi s.a.w.
( ﻭَ ﺷُﺮُﻭْﻃُﻪُ‏) ﺃَﻱِ ﺍﻟْﻮُﺿُﻮْﺀِ ﻛَﺸُﺮُﻭْﻁِ ﺍﻟْﻐُﺴْﻞِ ﺧَﻤْﺴَﺔٌ. ﺃَﺣَﺪُﻫَﺎ: ‏( ﻣَﺎﺀٌ ﻣُﻄْﻠَﻖٌ ‏) ، ﻓَﻠَﺎ ﻳَﺮْﻓَﻊُ ﺍﻟْﺤَﺪَﺙَ ﻭَ ﻟَﺎ ﻳُﺰِﻳْﻞُ ﺍﻟﻨَّﺠَﺲَ ﻭَ ﻟَﺎ ﻳَﺤْﺼُﻞُ ﺳَﺎﺋِﺮَ ﺍﻟﻄَّﻬَﺎﺭَﺓِ – ﻭَ ﻟَﻮْ ﻣَﺴْﻨُﻮْﻧَﺔً – ﺇِﻟَّﺎ ﺍﻟْﻤَﺎﺀُ ﺍﻟْﻤُﻄْﻠَﻖُ، ﻭَ ﻫُﻮَ ﻣَﺎ ﻳَﻘَﻊُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﺳْﻢُ ﺍﻟْﻤَﺎﺀِ ﺑِﻠَﺎ ﻗَﻴْﺪٍ، ﻭَ ﺇِﻥْ ﺭَﺷَﺢَ ﻣِﻦْ ﺑِﺨَﺎﺭِ ﺍﻟْﻤَﺎﺀِ ﺍﻟﻄَّﻬُﻮْﺭِ ﺍﻟْﻤُﻐْﻠَﻰ، ﺃَﻭِ ﺍﺳْﺘُﻬْﻠِﻚَ ﻓِﻴْﻪِ ﺍﻟْﺨَﻠِﻴْﻂُ، ﺃَﻭْ ﻗَﻴْﺪٍ ﺑِﻤُﻮَﺍﻓَﻘَﺔِ ﺍﻟْﻮَﺍﻗِﻊِ ﻛَﻤَﺎﺀِ ﺍﻟْﺒَﺤْﺮِ. ﺑِﺨِﻠَﺎﻑِ ﻣَﺎ ﻟَﺎ ﻳُﺬْﻛَﺮُ ﺇِﻟَّﺎ ﻣُﻘَﻴَّﺪًﺍ ﻛَﻤَﺎﺀِ ﺍﻟْﻮَﺭْﺩِ، ‏(ﻏَﻴْﺮُ ﻣُﺴْﺘَﻌْﻤَﻞٍ ﻓِﻲْ‏) ﻓَﺮْﺽِ ﻃَﻬَﺎﺭَﺓٍ، ﻣِﻦْ (ﺭَﻓْﻊِ ﺣَﺪَﺙٍ ‏) ﺃَﺻْﻐَﺮَ ﺃَﻭْ ﺃَﻛْﺒَﺮَ، ﻭَ ﻟَﻮْ ﻣِﻦْ ﻃُﻬْﺮِ ﺣَﻨَﻔِﻲٍّ ﻟَﻢْ ﻳَﻨْﻮِ، ﺃَﻭْ ﺻَﺒِﻲٍّ ﻟَﻢْ ﻳُﻤَﻴِّﺰْ ﻟِﻄَﻮَﺍﻑٍ. ‏( ﻭَ‏) ﺇِﺯَﺍﻟَﺔِ ‏( ﻧَﺠَﺲٍ‏) ﻭَ ﻟَﻮْ ﻣَﻌْﻔُﻮًّﺍ ﻋَﻨْﻪُ. ‏(ﻗَﻠِﻴْﻠًﺎ‏) ﺃَﻱْ ﺣَﺎﻝَ ﻛَﻮْﻥِ ﺍﻟْﻤُﺴْﺘَﻌْﻤَﻞِ ﻗَﻠِﻴْﻠًﺎ، ﺃَﻱْ ﺩُﻭْﻥَ ﺍﻟْﻘُﻠَّﺘَﻴْﻦِ. ﻓَﺈِﻥْ ﺟُﻤِﻊَ ﺍﻟْﻤُﺴْﺘَﻌْﻤَﻞُ ﻓَﺒَﻠَﻎَ ﻗُﻠَّﺘَﻴْﻦِ ﻓَﻤُﻄَﻬِّﺮٌ، ﻛَﻤَﺎ ﻟَﻮْ ﺟُﻤِﻊَ ﺍﻟْﻤُﺘَﻨَﺠِّﺲُ ﻓَﺒَﻠَﻎَ ﻗُﻠَّﺘَﻴْﻦِ ﻭَ ﻟَﻢْ ﻳَﺘَﻐَﻴَّﺮْ، ﻭَ ﺇِﻥْ ﻗَﻞَّ ﺑَﻌْﺪُ ﺑِﺘَﻔْﺮِﻳْﻘِﻪِ. ﻓَﻌُﻠِﻢَ ﺃَﻥَّ ﺍﻟْﺎِﺳْﺘِﻌْﻤَﺎﻝَ ﻟَﺎ ﻳَﺜْﺒُﺖُ ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﻊَ ﻗِﻠَّﺔِ ﺍﻟْﻤَﺎﺀِ، ﺃَﻱْ ﻭَ ﺑَﻌْﺪَ ﻓَﺼْﻠِﻪِ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤَﺤَﻞِّ ﺍﻟْﻤُﺴْﺘَﻌْﻤَﻞِ ﻭَ ﻟَﻮْ ﺣُﻜْﻤًﺎ، ﻛَﺄَﻥْ ﺟَﺎﻭَﺯَ ﻣَﻨْﻜِﺐَ ﺍﻟْﻤُﺘَﻮَﺿِّﺊِ ﺃَﻭْ ﺭُﻛْﺒَﺘَﻪُ، ﻭَ ﺇِﻥْ ﻋَﺎﺩَ ﻟِﻤَﺤَﻠِّﻪِ ﺃَﻭِ ﺍﻧْﺘَﻘَﻞَ ﻣِﻦْ ﻳَﺪٍ
ﻟِﺄُﺧْﺮَﻯ. ﻧَﻌَﻢْ، ﻟَﺎ ﻳَﻀُﺮُّ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻤُﺤْﺪِﺙِ ﺍﻧْﻔِﺼَﺎﻝُ ﺍﻟْﻤَﺎﺀِ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻜَﻒِّ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﺴَّﺎﻋِﺪِ، ﻭَ ﻟَﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺠُﻨُﺐِ ﺍﻧْﻔِﺼَﺎﻟُﻪُ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺮَّﺃْﺱِ
ﺇِﻟَﻰ ﻧَﺤْﻮِ ﺍﻟﺼَّﺪْﺭِ ﻣِﻤَّﺎ ﻳَﻐْﻠِﺐُ ﻓِﻴْﻪِ ﺍﻟﺘَّﻘَﺎﺫُﻑُ .


Syarat Wudhu’ (Syarat-syaratnya wudhu’) seperti halnya syarat-syaratnya mandi berjumlah lima syarat. Syarat yang pertama adalah (menggunakan air mutlak). Maka hadats dan najis tidak akan hilang, begitu pula tidak akan dapat membuahkan kesucian lain walaupun itu sunnah kecuali dengan menggunakan air yang mutlak. Air mutlak adalah sebuah penamaan air tersebut terikat dengan sebab mencocoki terhadap realita yang terjadi seperti air laut walaupun air tersebut menetes dari uap air suci yang mendidih atau larut di dalamnya sesuatu yang mencampuri. (33) Hal ini berbeda dengan air yang tidak disebut kecuali selalu terikat dengan nama lain  seperti air mawar. Air mutlak tersebut haruslah (belum digunakan untuk) kefardhuan bersuci, (5 5) yakni (dari menghilangkan hadats) kecil ataupun besar walaupun bekas bersuci dari madzhab Ḥanafiyyah yang tidak menggunakan niat atau dari seorang anak kecil yang belum tamyiz untuk ibadah thawāf (dan belum digunakan untuk menghilangkan najis) walaupun najis tersebut dima‘fuw (sedang keadaan air yang digunakan tersebut adalah air yang jumlahnya sedikit) maksudnya adalah air yang kurang dari dua qullah. Jika seandainya ada air musta‘mal dikumpulkan hingga mencapai dua qullah, maka air tersebut dihukumi suci dan mensucikan seperti halnya ada air yang terkena najis kemudian dikumpulkan hingga mencapai dua qullah dan sifat air menjadi sedikit dengan memisah-misahkannya. Maka dari itu dapat diketahui, bahwa air musta‘mal tidak akan ada kecuali pada air yang jumlahnya sedikit dan setelah terpisahnya air dari tempat digunakannya air tersebut walaupun secara hukum saja seperti melampauinya air dari pundaknya orang yang berwudhu’ atau kedua lututnya walaupun air tersebut kembali ke tempat semula atau air berpindah dari satu tangan ke tangan yang lain. Benar bahwa air yang telah terpisah walaupun secara hukum dikatakan musta‘mal namun tidak masalah terpisahnya air dari telapak tangan menuju lengan bagi seorang yang hadats dan bagi orang mandi junub, dari kepala menuju semisal dada yakni dari setiap anggota yang secara umumnya air tersebut menetes. 
فَرعٌ) لو ادخل المتوضئ يده بقصد الغسل عن الحدث او لا ﺑﻘﺼﺪ ﺑﻌﺪ ﻧﻴﺔ ﺍﻟﺠﻨﺐ، ﺃﻭ ﺗﺜﻠﻴﺚ ﻭﺟﻪ ﺍﻟﻤﺤﺪﺙ، ﺃﻭ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﻐﺴﻠﺔ ﺍﻻﻭﻟﻰ، ﺇﻥ ﻗﺼﺪ ﺍﻻﻗﺘﺼﺎﺭ ﻋﻠﻴﻬﺎ، ﺑﻼ ﻧﻴﺔ ﺍﻏﺘﺮﺍﻑ ﻭﻻ ﻗﺼﺪ ﺃﺧﺬ ﺍﻟﻤﺎﺀ ﻟﻐﺮﺽ ﺁﺧﺮ ﺻﺎﺭ ﻣﺴﺘﻌﻤﻼ ﺑﺎﻟﻨﺴﺒﺔ ﻟﻐﻴﺮ ﻳﺪﻩ ﻓﻠﻪ ﺃﻥ ﻳﻐﺴﻞ ﺑﻤﺎ ﻓﻴﻬﺎ ﺑﺎﻗﻲ ﺳﺎﻋﺪﻫﺎ . ‏
(Cabangan Masalah). Kalau seandainya seorang yang berwudhu’ memasukkan tangannya dengan maksud mandi menghilangkan hadats ataupun orang tersebut tidak berniat seperti itu, namun setelah berniat mandi junub, atau setelah mengulang tiga kali dalam membasuh wajah seorang yang hadats kecil atau setelah basuhan pertama – jika ia meringkas dengan satu basuhan saja – dengan tanpa berniat ightirāf  dan juga tidak bertujuan mengambil air karena tujuan lain selain bersuci maka air tersebut menjadi musta‘mal untuk selain tangannya dan baginya diperbolehkan untuk membasuh lengannya dengan air yang berada pada tangannya.

( ﻭَ ‏) ﻏَﻴْﺮُ ‏(ﻣُﺘَﻐَﻴَّﺮٍ‏) ﺗَﻐَﻴُّﺮًﺍ ‏(ﻛَﺜِﻴْﺮًﺍ‏) ﺑِﺤَﻴْﺚُ ﻳَﻤْﻨَﻊُ ﺇِﻃْﻠَﺎﻕَ ﺍﺳْﻢِ ﺍﻟْﻤَﺎﺀِ ﻋَﻠَﻴْﻪِ، ﺑِﺄَﻥْ ﺗَﻐَﻴَّﺮَ ﺃَﺣَﺪُ ﺻِﻔَﺎﺗِﻪِ ﻣِﻦْ ﻃَﻌْﻢٍ ﺃَﻭْ ﻟَﻮْﻥٍ ﺃَﻭْ ﺭِﻳْﺢٍ، ﻭَ ﻟَﻮْ ﺗَﻘْﺪِﻳْﺮِﻳًّﺎ ﺃَﻭْ ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﺘَّﻐَﻴُّﺮُ ﺑِﻤَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﻋُﻀْﻮِ ﺍﻟْﻤُﺘَﻄَﻬِّﺮِ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺻَﺢِّ، ﻭَ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻳُﺆَﺛِّﺮُ ﺍﻟﺘَّﻐَﻴُّﺮُ ﺇِﻥْ ﻛَﺎﻥَ (ﺑِﺨَﻠِﻴْﻂٍ‏) ﺃَﻱْ ﻣُﺨَﺎﻟِﻄًﺎ ﻟِﻠْﻤَﺎﺀٍ، ﻭَ ﻫُﻮَ ﻣَﺎلا ﻳَﺘَﻤَﻴَّﺰُ ﻓِﻲْ ﺭَﺃْﻱِ ﺍﻟْﻌَﻴْﻦِ ‏(ﻃَﺎﻫِﺮٍ ‏) ﻭَ ﻗَﺪْ ( ﻏَﻨِﻲَ‏) ﺍﻟْﻤَﺎﺀُ ‏( ﻋَﻨْﻪُ‏) ﻛَﺰْﻋَﻔَﺮَﺍﻥٍ، ﻭَ ﺛَﻤَﺮَ ﺷَﺠَﺮٍ ﻧَﺒَﺖَ ﻗُﺮْﺏَ ﺍﻟْﻤَﺎﺀِ، ﻭَ ﻭَﺭَﻕٍ ﻃُﺮِﺡَ ﺛُﻢَّ ﺗَﻔَﺘَّﺖَ، ﻟَﺎ ﺗُﺮَﺍﺏٍ ﻭَ ﻣِﻠْﺢِ ﻣَﺎﺀٍ ﻭَ ﺇِﻥْ ﻃُﺮِﺣَﺎ ﻓِﻴْﻪِ. ﻭَ ﻟَﺎ ﻳُﻀَﺮُّ ﺗَﻐَﻴُّﺮٌ ﻟَﺎ ﻳَﻤْﻨَﻊُ ﺍﻟْﺎِﺳْﻢَ ﻟِﻘِﻠَّﺘِﻪِ ﻭَ ﻟَﻮِ ﺍﺣْﺘِﻤَﺎﻟًﺎ، ﺑِﺄَﻥْ ﺷَﻚَّ ﺃَﻫُﻮَ ﻛَﺜِﻴْﺮٌ ﺃَﻭْ ﻗَﻠِﻴْﻞٌ. ﻭَ ﺧَﺮَﺝَ ﺑِﻘَﻮْﻟِﻲْ ﺑِﺨَﻠِﻴْﻂِ ﺍﻟْﻤُﺠَﺎﻭِﺭُ، ﻭَ ﻫُﻮَ ﻣَﺎ ﻳَﺘَﻤَﻴَّﺰُ
ﻟِﻠﻨَّﺎﻇِﺮِ، ﻛَﻌُﻮْﺩٍ ﻭَ ﺩُﻫْﻦٍ ﻭَ ﻟَﻮْ ﻣُﻄَﻴِّﺒَﻴْﻦَ، ﻭَ ﻣِﻨْﻪُ ﺍﻟْﺒُﺨُﻮْﺭُ ﻭَ ﺇِﻥْ ﻛَﺜُﺮَ ﻭَ ﻇَﻬَﺮَ ﻧَﺤْﻮَ ﺭِﻳْﺤِﻪِ، ﺧِﻠَﺎﻓًﺎ ﻟِﺠَﻤْﻊٍ. ﻭَ ﻣِﻨْﻪُ ﺃَﻳْﻀًﺎ ﻣَﺎﺀٌ ﺃُﻏْﻠِﻲَ ﻓِﻴْﻪِ ﻧَﺤْﻮَ ﺑُﺮٍّ ﻭَ ﺗَﻤْﺮٍ ﺣَﻴْﺚُ ﻟَﻢْ ﻳُﻌْﻠَﻢِ ﺍﻧْﻔِﺼَﺎﻝُ ﻋَﻴْﻦٍ ﻓِﻴْﻪِ ﻣُﺨَﺎﻟِﻄَﺔً، ﺑِﺄَﻥْ ﻟَﻢْ ﻳَﺼِﻞَ ﺇِﻟَﻰ ﺣَﺪٍّ ﺑِﺤَﻴْﺚُ ﻟَﻪُ ﺍﺳْﻢٌ ﺁﺧَﺮَ ﻛَﺎﻟْﻤَﺮَﻗَﺔِ، ﻭَ ﻟَﻮْ ﺷَﻚَّ ﻓِﻲْ ﺷَﻲْﺀٍ ﺃَﻣُﺨَﺎﻟِﻂٌ ﻫُﻮَ ﺃَﻡْ ﻣُﺠَﺎﻭِﺭٌ، ﻟَﻪُ ﺣُﻜْﻢُ ﺍﻟْﻤُﺠَﺎﻭِﺭِ. ﻭَ ﺑِﻘُﻮْﻟِﻲْ ﻏَﻨِﻲٌّ ﻋَﻨْﻪُ ﻣَﺎ ﻟَﺎ ﻳُﺴْﺘَﻐْﻨَﻰ ﻋَﻨْﻪُ، ﻛَﻤَﺎ ﻓِﻲْ ﻣَﻘَﺮِّﻩِ ﻭَ ﻣَﻤَﺮِّﻩِ، ﻣِﻦْ ﻧَﺤْﻮِ ﻃِﻴْﻦٍ ﻭَ ﻃُﺤْﻠُﺐٍ ﻣُﺘَﻔَﺘِّﺖٍ ﻭَ ﻛِﺒْﺮِﻳْﺖٍ، ﻭَ ﻛَﺎﻟﺘَّﻐَﻴُّﺮِ ﺑِﻄُﻮْﻝِ ﺍﻟْﻤُﻜْﺚِ ﺃَﻭْ ﺑِﺄَﻭْﺭَﺍﻕٍ ﻣُﺘَﻨَﺎﺛِﺮَﺓٍ ﺑِﻨَﻔْﺴِﻬَﺎ ﻭَ ﺇِﻥْ ﺗَﻔَﺘَّﺘَﺖْ ﻭَ ﺑَﻌُﺪَﺕِ ﺍﻟﺸَّﺠَﺮَﺓُ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤَﺎﺀِ. ‏( ﺃَﻭْ ﺑِﻨَﺠَﺲٍ‏) ﻭَ ﺃَﻥْ ﻗَﻞَّ ﺍﻟﺘَّﻐَﻴُّﺮُ. ‏( ﻭَ ﻟَﻮْ ﻛَﺎﻥَ‏) ﺍﻟْﻤَﺎﺀُ ‏(ﻛَﺜِﻴْﺮًﺍ‏) ﺃَﻱْ ﻗُﻠَّﺘَﻴْﻦِ ﺃَﻭْ ﺃَﻛْﺜَﺮَ ﻓِﻲْ ﺻُﻮْﺭَﺗَﻲِ ﺍﻟﺘَّﻐْﻴِﻴْﺮِ ﺑِﺎﻟﻄَّﺎﻫِﺮِ ﻭَ ﺍﻟﻨَّﺠَﺲِ .

(Dan) tidak (ada perubahan) dengan
perubahan (yang banyak) sekira perubahan tersebut dapat mencegah kemutlakan nama air, sebagaimana perubahan yang terjadi pada salah satu sifatnya air yakni dari rasa, warna dan baunya walaupun perubahannya hanya secara perkiraan atau adanya perubahan sebab sesuatu yang berada pada anggota orang yang bersuci menurut pendapat ashaḥḥ . Perubahan hanya akan terjadi apabila perubahan disebabkan oleh (sesuatu yang mencampuri air) yakni mukhālith mukhālith adalah benda yang tidak terlihat berbeda dengan air () – (yang bersifat suci) dan (air tersebut dapat terhindar dari percampuran tersebut) seperti minyak za‘faran, buah dari pohon yang tumbuh di dekat air dan dedaunan yang dijatuhkan kemudian hancur di dalamnya, bukan debu () dan garam air walaupun dijatuhkan ke dalam air. Tidak masalah sebuah perubahan yang tidak merubah kemutlakan nama air sebab perubahannya sedikit, walaupun terjadi keraguan sebagaimana seorang yang ragu apakah perubahan tersebut banyak atau sedikit. () Dikecualikan dari ucapan saya: mukhālith adalah mujāwir . Mujāwir adalah benda yang terlihat berbeda dengan air seperti kayu, minyak walaupun keduanya dibuat wewangian. Sebagian dari benda mujāwir adalah tetesan air yang mendidih walaupun sangat banyak dan baunya tampak jelas, berbeda dengan pendapat sekelompok ulama’. Sebagian lagi adalah air yang mendidih sedang di dalamnya terdapat sejenis gandum dan kurma sekira tidak diketahui terpisahnya sebuah bentuk benda yang mencampuri air dengan tidak terjadinya penamaan yang lain seperti air kuah. Kalau seandainya sebuah benda diragukan apakah mukhālith ataupun mujāwir , maka benda itu dihukumi mujāwir . Dikecualikan pula dengan ucapanku: dapat dihindarkan dari air adalah sesuatu yang tidak dapat dihindarkan seperti halnya kasus air yang berada pada tempat menetapnya air dan tempat mengalirnya air, ( ) seperti sejenis lumpur, lumut yang hancur, belerang, dan seperti perubahan sebab diam yang terlalu lama atau dedaunan yang berguguran dengan sendirinya walaupun hancur dan pohonnya jauh dari air tersebut. (Atau perubahan terjadi dengan sebab najis) walaupun perubahannya hanya sedikit (dan walaupun adanya) air (tersebut banyak) yakni dua qullah lebih dalam dua contoh perubahan dengan menggunakan perkara yang suci dan najis.

ﻭَ ﺍﻟْﻘُﻠَّﺘَﺎﻥِ ﺑِﺎﻟْﻮَﺯْﻥِ: ﺧَﻤْﺴُﻤِﺎﺋَﺔِ ﺭِﻃْﻞِ ﺑَﻐْﺪَﺍﺩِﻱٍّ ﺗَﻘْﺮِﻳْﺒًﺎ، ﻭَ ﺑِﺎﻟْﻤِﺴَﺎﺣَﺔِ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻤُﺮَﺑَّﻊِ: ﺫِﺭَﺍﻉٌ ﻭَ ﺭُﺑُﻊٌ ﻃُﻮْﻟًﺎ ﻭَ ﻋَﺮْﺿًﺎ ﻭَ ﻋُﻤْﻘًﺎ، ﺑِﺬِﺭَﺍﻉِ ﺍﻟْﻴَﺪِ ﺍﻟْﻤُﻌْﺘَﺪِﻟَﺔِ. ﻭَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻤُﺪَﻭَّﺭِ: ﺫِﺭَﺍﻉٌ ﻣِﻦْ ﺳَﺎﺋِﺮِ ﺍﻟْﺠَﻮَﺍﻧِﺐِ ﺑِﺬِﺭَﺍﻉِ ﺍﻟْﺂﺩَﻣِﻲِّ، ﻭَ ﺫِﺭَﺍﻋَﺎﻥِ ﻋُﻤْﻘًﺎ ﺑِﺬِﺭَﺍﻉِ ﺍﻟﻨَّﺠَّﺎﺭِ، ﻭَ ﻫُﻮَ ﺫِﺭَﺍﻉٌ ﻭَ ﺭُﺑُﻊٌ. ﻭَ ﻟَﺎ ﺗَﻨَﺠَّﺲَ ﻗُﻠَّﺘَﺎ ﻣَﺎﺀٍ ﻭَ ﻟَﻮِ ﺍﺣْﺘِﻤَﺎﻟًﺎ، ﻛَﺄَﻥْ ﺷَﻚَّ ﻓِﻲْ ﻣَﺎﺀٍ ﺃَﺑْﻠَﻐَﻬُﻤَﺎ ﺃَﻡْ ﻟَﺎ، ﻭَ ﺇِﻥْ ﺗُﻴُﻘِّﻨَﺖْ ﻗِﻠَّﺘُﻪُ ﻗَﺒْﻞَ ﺑِﻤُﻠَﺎﻗَﺎﺓِ ﻧَﺠَﺲٍ ﻣَﺎ ﻟَﻢْ ﻳَﺘَﻐَﻴَّﺮْ ﺑِﻪِ، ﻭَ ﺇِﻥِ ﺍﺳْﺘُﻬْﻠِﻜَﺖِ ﺍﻟﻨَّﺠَﺎﺳَﺔُ ﻓِﻴْﻪِ. ﻭَ ﻟَﺎ ﻳَﺠِﺐُ ﺍﻟﺘَّﺒَﺎﻋُﺪُ ﻣِﻦْ ﻧَﺠَﺲٍ ﻓِﻲْ ﻣَﺎﺀٍ ﻛَﺜِﻴْﺮٍ. ﻭَ ﻟَﻮْ ﺑَﺎﻝَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺒَﺤْﺮِ ﻣَﺜَﻠًﺎ ﻓَﺎﺭْﺗَﻔَﻌَﺖْ ﻣِﻨْﻪُ ﺭَﻏْﻮَﺓٌ ﻓَﻬِﻲَ ﻧَﺠِﺴَﺔٌ ﺇِﻥْ ﺗَﺤَﻘَّﻖَ ﺃَﻧَّﻬَﺎ ﻣِﻦْ ﻋَﻴْﻦِ ﺍﻟﻨَّﺠَﺎﺳَﺔِ، ﺃَﻭْ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﺘَﻐَﻴِّﺮِ ﺃَﺣَﺪُ ﺃَﻭْﺻَﺎﻓِﻪِ ﺑِﻬَﺎ، ﻭَ ﺇِﻟَّﺎ ﻓَﻠَﺎ. ﻭَ ﻟَﻮْ ﻃُﺮِﺣَﺖْ ﻓِﻴْﻪِ ﺑَﻌْﺮَﺓٌ، ﻓَﻮَﻗَﻌَﺖْ ﻣِﻦْ ﺃَﺟْﻞِ ﺍﻟﻄَّﺮْﺡِ ﻗَﻄْﺮَﺓٌ ﻋَﻠَﻰ ﺷَﻲْﺀٍ ﻟَﻢْ ﺗُﻨَﺠِّﺴْﻪُ،

Ukuran air dua qullah dengan timbangan adalah kurang-lebih 500 liter Baghdad, sedang dua qullah dengan alat ukur dalam wadah kubus adalah 1 ¼ hasta orang normal setiap panjang, lebar dan dalamnya. Sedang dalam wadah silinder atau bulat adalah dengan diameter 1 hasta manusia disetiap sisi dan dalamnya 2 hasta dengan hasta tangan tukang kayu, yakni 1 ¼ hasta tangan biasa. Air yang berjumlah dua qullah tidak dapat dihukumi najis – walaupun masih kemungkinan seperti diragukan apakah ari tersebut sudah mencapai dua qullah ataupun belum dan walaupun sebelumnya telah diyakini sedikitnya jumlah air tersebut – dengan sebab terkena najis selama najis tersebut tidak merubah sifat air walaupun najis tersebut larut di dalamnya. Tidak wajib menjauhi najis di air yang berjumlah banyak (). Kalau seandainya seseorang kencing di laut, kemudian terjadi buih, maka buih tersebut dihukumi najis bila jelas buih itu dari air kencingnya atau dari air yang telah berubah salah satu sifat air dengan sebab air kencing tersebut, dan bila tidak seperti itu maka tidaklah dihukumi najis. Jika sebuah kotoran kering () dilemparkan ke dalam air, lalu dari pelemparan tersebut menimbulkan percikan air yang mengenai pada suatu benda, maka benda tersebut tidak dihukumi najis.

ﻭَ ﻳُﻨَﺠِّﺲُ ﻗَﻠِﻴْﻞُ ﺍﻟْﻤَﺎﺀِ – ﻭَ ﻫُﻮَ ﻣَﺎ ﺩُﻭْﻥَ ﺍﻟْﻘُﻠَّﺘَﻴْﻦِ – ﺣَﻴْﺚُ ﻟَﻢْ ﻳَﻜُﻦْ ﻭَﺍﺭِﺩًﺍ ﺑِﻮُﺻُﻮْﻝِ ﻧَﺠَﺲٍ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﻳُﺮَﻯ ﺑِﺎﻟْﺒَﺼَﺮِ ﺍﻟْﻤُﻌْﺘَﺪِﻝِ، ﻏَﻴْﺮَ ﻣَﻌْﻔُﻮٍّ ﻋَﻨْﻪُ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻤَﺎﺀِ، ﻭَ ﻟَﻮْ ﻣَﻌْﻔُﻮًّﺍ ﻋَﻨْﻪِ ﻓِﻲ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ، ﻛَﻐَﻴْﺮِﻩِ ﻣِﻦْ ﺭُﻃَﺐٍ ﻭَ ﻣَﺎﺋِﻊٍ، ﻭَ ﺇِﻥْ ﻛَﺜُﺮَ. ﻟَﺎ ﺑِﻮُﺻُﻮْﻝِ ﻣَﻴْﺘَﺔٍ ﻟَﺎ ﺩَﻡَ ﻟِﺠِﻨْﺴِﻬَﺎ ﺳَﺎﺋِﻞٌ ﻋِﻨْﺪَ ﺷَﻖِّ ﻋُﻀْﻮٍ ﻣِﻨْﻬَﺎ، ﻛَﻌَﻘْﺮَﺏٍ ﻭَ ﻭَﺯْﻉٍ، ﺇِﻟَّﺎ ﺇِﻥْ ﺗَﻐَﻴَّﺮَ ﻣَﺎ ﺃَﺻَﺎﺑَﺘْﻪُ – ﻭَ ﻟَﻮْ ﻳَﺴِﻴْﺮًﺍ – ﻓَﺤِﻴْﻨَﺌِﺬٍ ﻳَﻨْﺠُﺲُ. ﻟَﺎ ﺳَﺮْﻃَﺎﻥٍ ﻭَ ﺿِﻔْﺪَﻉٍ ﻓَﻴَﻨْﺠُﺲُ ﺑِﻬِﻤَﺎ، ﺧِﻠَﺎﻓًﺎ ﻟِﺠَﻤْﻊٍ، ﻭَ ﻟَﺎ ﺑِﻤَﻴْﺘَﺔٍ ﻛَﺎﻥَ ﻧَﺸْﺆُﻫَﺎ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤَﺎﺀِ ﻛَﺎﻟْﻌَﻠَﻖِ، ﻭَ ﻟَﻮْ ﻃُﺮِﺡَ ﻓِﻴْﻪِ ﻣَﻴْﺘَﺔٌ ﻣِﻦْ ﺫﻟِﻚَ ﻧَﺠَﺲَ، ﻭَ ﺇِﻥْ ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﻄَّﺎﺭِﺡُ ﻏَﻴْﺮَ ﻣُﻜَﻠَّﻒٍ، ﻭَ ﻟَﺎ ﺃَﺛَﺮَ ﻟِﻄَﺮْﺡِ ﺍﻟْﺤَﻲِّ ﻣُﻄْﻠَﻘًﺎ. ﻭَ ﺍﺧْﺘَﺎﺭَ ﻛَﺜِﻴْﺮُﻭْﻥَ ﻣِﻦْ ﺃَﺋِﻤَّﺘِﻨَﺎ ﻣَﺬْﻫَﺐَ ﻣَﺎﻟِﻚٍ: ﺃَﻥَّ ﺍﻟْﻤَﺎﺀَ ﻟَﺎ ﻳَﻨْﺠُﺲُ ﻣُﻄْﻠَﻘًﺎ ﺇِﻟَّﺎ ﺑِﺎﻟﺘَّﻐَﻴُّﺮِ، ﻭَ ﺍﻟْﺠَﺎﺭِﻱْ ﻛَﺮَﺍﻛِﺪٍ ﻭَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻘَﺪِﻳْﻢِ: ﻟَﺎ ﻳَﻨْﺠُﺲُ ﻗَﻠِﻴْﻠُﻪُ ﺑِﻠَﺎ ﺗَﻐَﻴُّﺮٍ، ﻭَ ﻫُﻮَ ﻣَﺬْﻫَﺐُ ﻣَﺎﻟِﻚٍ. ﻗَﺎﻝَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻤَﺠْﻤُﻮْﻉِ: ﺳَﻮَﺍﺀٌ ﻛَﺎﻧَﺖِ ﺍﻟﻨَّﺠَﺎﺳَﺔُ ﻣَﺎﺋِﻌَﺔً ﺃَﻭْ ﺟَﺎﻣِﺪَﺓً. ﻭَ ﺍﻟْﻤَﺎﺀُ ﺍﻟْﻘَﻠِﻴْﻞُ ﺇِﺫَﺍ ﺗَﻨَﺠَّﺲَ ﻳَﻄْﻬُﺮُ ﺑِﺒُﻠُﻮْﻏِﻪِ ﻗُﻠَّﺘَﻴْﻦِ – ﻭَ ﻟَﻮْ ﺑِﻤَﺎﺀٍ ﻣُﺘَﻨَﺠِّﺲٍ – ﺣَﻴْﺚُ ﻟَﺎ ﺗَﻐَﻴُّﺮَ ﺑِﻪِ، ﻭَ ﺍﻟْﻜَﺜِﻴْﺮُ ﻳَﻄْﻬُﺮُ ﺑِﺰَﻭَﺍﻝِ ﺗَﻐَﻴُّﺮِﻩِ ﺑِﻨَﻔْﺴِﻪِ ﺃَﻭْ ﺑِﻤَﺎﺀٍ ﺯِﻳْﺪَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺃَﻭْ ﻧُﻘِﺺَ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَ ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟْﺒَﺎﻗِﻲْ ﻛَﺜِﻴْﺮًﺍ .

Air yang jumlahnya sedikit yakni air yang kurang dari dua qullah dapat menjadi najis – bila air itu tidak dialirkan – () dengan sebab masuknya najis pada air tersebut dengan najis yang dapat dilihat dengan mata orang yang normal, yang tidak dima‘fuw di dalam air walaupun dima‘fuw di dalam shalat, seperti halnya hukum selain air yakni dari perkara yang basah dan cair walaupun cairan yang berjumlah banyak. Tidak najis dengan sebab masuknya bangkai yang tidak memiliki jenis darah yang mengalir saat anggota tubuhnya dirobek seperti scorpio (kalajengking) dan cecak kecuali bangkai tersebut merubah sifat air walaupun dengan perubahan yang sedikit, maka pada saat seperti itu air menjadi najis. Tidak dengan masuknya bangkai kepiting dan katak, maka air menjadi najis dengan sebab dua bangkai hewan tersebut, sementara segolongan ulama’ berpendapat lain. Dan juga tidak najis dengan sebab bangkai dari hewan yang muncul dari air seperti halnya lintah. Kalau seandainya bangkai-bangkai itu1) dilempar ke dalam air, maka air dihukumi najis walaupun yang melempar adalah selainnya orang yang mukallaf. Tidak masalah melempar hewan pada waktu masih hidup secara mutlak. Mayoritas ulama’ kita lebih memilih pendapat Imām Mālik yang mengatakan bahwa air tidak dihukumi najis secara mutlak kecuali air menjadi berubah. Air yang mengalir seperti halnya air yang diam. Dalam qaul qadīm Imām Syāfi‘ī disebutkan bahwa tidak dihukumi najis sedikitnya air tanpa perubahan dan itu adalah madzhab Imām Mālik. Dan Majmū‘-nya Imām Nawawī mengatakan: Baik adanya najis tersebut cair ataupun padat. Air sedikit yang terkena najis dapat menjadi suci dengan sampainya air tersebut menjadi dua qullah – walaupun dengan menggunakan air yang terkena najis – sekira tidak ditemukan perubahan pada sifat air tersebut. Sedangkan air banyak yang terkena najis dapat suci dengan sebab hilangnya perubahan pada air itu dengan sendirinya atau dengan air yang ditambahkan () atau dikurangi sedang sisanya masih banyak.

( ﻭَ ‏) ﺛَﺎﻧِﻴْﻬَﺎ: ‏(ﺟَﺮِﻱُّ ﻣَﺎﺀٍ ﻋَﻠَﻰ ﻋُﻀْﻮٍ‏) ﻣَﻐْﺴُﻮْﻝٍ، ﻓَﻠَﺎ ﻳَﻜْﻔِﻲْ ﺃَﻥْ ﻳَﻤَﺴَّﻪُ ﺍﻟْﻤَﺎﺀُ ﺑِﻠَﺎ ﺟِﺮْﻳَﺎﻥٍ ﻟِﺄَﻧَّﻪُ ﻟَﺎ ﻳُﺴَﻤَّﻰ ﻏُﺴْﻠًﺎ. ‏( ﻭَ‏) ﺛَﺎﻟِﺜُﻬَﺎ: ‏(ﺃَﻥْ ﻟَﺎ ﻳَﻜُﻮْﻥَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ‏) ﺃَﻱْ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻌُﻀْﻮِ ‏( ﻣُﻐَﻴَّﺮٌ ﻟِﻠْﻤَﺎﺀِ ﺗَﻐَﻴُّﺮًﺍ ﺿَﺎﺭًّﺍ‏) ﻛَﺰَﻋْﻔَﺮَﺍﻥٍ ﻭَ ﺻَﻨْﺪَﻝٍ، ﺧِﻠَﺎﻓًﺎ ﻟِﺠَﻤْﻊٍ. ‏( ﻭَ‏) ﺭَﺍﺑِﻌُﻬَﺎ: ‏(ﺃَﻥْ ﻟَﺎ ﻳَﻜُﻮْﻥَ ﻋَﻠﻰ ﺍﻟْﻌُﻀْﻮِ ﺣَﺎﺋِﻞٌ ‏) ﺑَﻴْﻦَ ﺍﻟْﻤَﺎﺀِ ﻭَ ﺍﻟْﻤَﻐْﺴُﻮْﻝِ، ( ﻛَﻨُﻮْﺭَﺓٍ‏) ﻭَ ﺷَﻤْﻊٍ ﻭَ ﺩُﻫْﻦٍ ﺟَﺎﻣِﺪٍ ﻭَ ﻋَﻴْﻦِ ﺣُﺒْﺮٍ ﻭَ ﺣِﻨَّﺎﺀٍ، ﺑِﺨِﻠَﺎﻑِ ﺩُﻫْﻦٍ ﺟَﺎﺭٍ ﺃَﻱْ ﻣَﺎﺋِﻊٍ – ﻭَ ﺇِﻥْ ﻟَﻢْ ﻳَﺜْﺒُﺖِ ﺍﻟْﻤَﺎﺀُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ – ﻭَ ﺃَﺛَﺮَ ﺣُﺒْﺮٍ ﻭَ ﺣِﻨَّﺎﺀٍ. ﻭَ ﻛَﺬَﺍ ﻳُﺸْﺘَﺮَﻁُ – ﻋَﻠَﻰ ﻣَﺎ ﺟَﺰَﻡَ ﺑِﻪِ ﻛَﺜِﻴْﺮُﻭْﻥَ – ﺃَﻥْ ﻟَﺎ ﻳَﻜُﻮْﻥَ ﻭَﺳَﺦٌ ﺗَﺤْﺖَ ﻇُﻔْﺮٍ ﻳَﻤْﻨَﻊُ ﻭُﺻُﻮْﻝَ ﺍﻟْﻤَﺎﺀِ ﻟِﻤَﺎ ﺗَﺤْﺘَﻪُ، ﺧِﻠَﺎﻓًﺎ ﻟِﺠَﻤْﻊٍ ﻣِﻨْﻬُﻢُ ﺍﻟْﻐَﺰَﺍﻟِﻲُّ ﻭَ ﺍﻟﺰَّﺭْﻛَﺸِﻲُّ ﻭَ ﻏَﻴْﺮُﻫُﻤَﺎ، ﻭَ ﺃَﻃَﺎﻟُﻮْﺍ ﻓِﻲْ ﺗَﺮْﺟِﻴْﺤِﻪِ ﻭَ ﺻَﺮَّﺣُﻮْﺍ ﺑِﺎﻟْﻤُﺴَﺎﻣَﺤَﺔِ ﻋَﻤَّﺎ ﺗَﺤْﺘَﻬَﺎ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻮَﺳَﺦِ ﺩُﻭْﻥَ ﻧَﺤْﻮِ ﺍﻟْﻌَﺠِﻴْﻦِ. ﻭَ ﺃَﺷَﺎﺭَ ﺍﻟْﺄَﺫْﺭَﻋِﻲُّ ﻭَ ﻏَﻴْﺮُﻩُ ﺇِﻟَﻰ ﺿَﻌْﻒِ ﻣَﻘَﺎﻟَﺘِﻬِﻢْ. ﻭَ ﻗَﺪْ ﺻَﺮَّﺡَ ﻓِﻲ ﺍﻟﺘَّﺘِﻤَّﺔِ ﻭَ ﻏَﻴْﺮِﻫَﺎ، ﺑِﻤَﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﺮَّﻭْﺿَﺔِ ﻭَ ﻏَﻴْﺮِﻫَﺎ، ﻣِﻦْ ﻋَﺪَﻡِ ﺍﻟْﻤُﺴَﺎﻣَﺤَﺔِ ﺑِﺸَﻲْﺀٍ ﻣِﻤَّﺎ ﺗَﺤْﺘَﻬَﺎ ﺣَﻴْﺚُ ﻣَﻨَﻊَ ﻭُﺻُﻮْﻝِ ﺍﻟْﻤَﺎﺀِ ﺑِﻤَﺤَﻠِّﻪِ. ﻭَ ﺃَﻓْﺘَﻰ ﺍﻟْﺒَﻐَﻮِﻱُّ ﻓِﻲْ ﻭَﺳَﺦٍ ﺣَﺼَﻞَ ﻣِﻦْ ﻏُﺒَﺎﺭٍ ﺑِﺄَﻧَّﻪُ ﻳَﻤْﻨَﻊُ ﺻِﺤَّﺔَ ﺍﻟْﻮُﺿُﻮْﺀِ، ﺑِﺨِﻠَﺎﻑٍ ﻣَﺎ ﻧَﺸَﺄَ ﻣِﻦْ ﺑَﺪَﻧِﻪِ ﻭَ ﻫُﻮَ ﺍﻟْﻌِﺮْﻕُ ﺍﻟْﻤُﺘَﺠَﻤِّﺪُ. ﻭَ ﺟَﺰَﻡَ ﺑِﻪِ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﻧْﻮَﺍﺭِ .

(Syarat yang kedua dari wudhu’) adalah (mengalirkan air pada anggota yang dibasuh), maka tidak cukup mengusapkan air tanpa mengalirkan () karena hal tersebut tidak dinamakan membasuh. (Syarat ketiga dari wudhu’) adalah (pada anggota ketiga dari wudhu’) adalah (pada anggota wudhu’ tidak terdapat sesuatu yang dapat merubah air dengan perubahan yang membahayakan () seperti minyak za‘faran dan kayu cendana, sementara sekelompok ulama’ berpendapat lain. (Syarat yang keempat dari wudhu’) adalah (pada anggota wudhu’ tidak ada penghalang) di antara air dan anggota yang dibasuh (seperti kapur), lilin, minyak yang telah mengeras, dzat tinta dan inai. Berbeda dengan minyak yang cair –walaupun air tidak menetap pada anggota wudlu – dan bekas (21 3) tinta dan inai. Begitu pula disyaratkan – menurut mayoritas ulama’ – tidak adanya kotoran kuku yang dapat mencegah masuknya air pada bagian di bawah kuku tersebut. Sementara sekelompok ulama’ berpendapat lain, sebagian ulama’ tersebut adalah Imām al-Ghazālī, Imām az-Zarkasyī dan selain keduanya. Mereka bersikukuh memperkuat pendapatnya dan menjelaskan bahwa sesuatu yang berada di bawah kuku yakni dari kotoran bukan sejenis adonan roti merupakan dispensasi () (rukhshah). Imām al-Adzra‘ī dan selainnya memberi isyarat atas lemahnya pendapat mereka. Imām Mutawallī dalam kitab Tatimah dan selainnya menjelaskan dengan menggunakan pendapat yang tertuang dalam ar-Raudhah dan selainnya bahwa kotoran yang berada di bawah kuku, jika dapat menghalangi masuknya air ke tempatnya tidaklah mendapatkan dispensasi. Imām al- Baghawī berfatwa bahwa kotoran yang dihasilkan dari debu itu dapat menghalangi sahnya wudhu’, berbeda dengan keringat yang mengeras yang muncul dari tubuhnya sendiri dan Imām Yūsuf telah mengambil keputusan dalam kitab al-Anwār-nya sesuai dengan hal tersebut.

( ﻭَ ‏) ﺧَﺎﻣِﺴُﻬَﺎ: ‏(ﺩُﺧُﻮْﻝُ ﻭَﻗْﺖٍ ﻟِﺪَﺍﺋِﻢِ ﺣَﺪَﺙٍ‏) ﻛَﺴَﻠِﺲٍ ﻭَ ﻣُﺴْﺘَﺤَﺎﺿَﺔٍ. ﻭَ ﻳُﺸْﺘَﺮَﻁُ ﻟَﻪُ ﺃَﻳْﻀًﺎ ﻇَﻦُّ ﺩُﺧُﻮْﻟِﻪِ، ﻓَﻠَﺎ ﻳَﺘَﻮَﺿَّﺄُ – ﻛَﺎﻟْﻤُﺘَﻴَﻤِّﻢِ – ﻟِﻔَﺮْﺽٍ ﺃَﻭْ ﻧَﻔْﻞٍ ﻣُﺆَﻗَﺖٍ ﻗَﺒْﻞَ ﻭَﻗْﺖِ ﻓِﻌْﻠِﻪِ، ﻭَ ﻟِﺼَﻠَﺎﺓِ ﺟَﻨَﺎﺯَﺓٍ ﻗَﺒْﻞَ ﺍﻟْﻐُﺴْﻞِ، ﻭَ ﺗَﺤِﻴَّﺔٍ ﻗَﺒْﻞَ ﺩُﺧُﻮْﻝِ ﺍﻟْﻤَﺴْﺠِﺪِ، ﻭَ ﻟِﻠﺮَّﻭَﺍﺗِﺐِ ﺍﻟْﻤُﺘَﺄَﺧِّﺮَﺓِ ﻗَﺒْﻞَ ﻓِﻌْﻞِ ﺍﻟْﻔَﺮْﺽِ، ﻭَ ﻟَﺰِﻡَ ﻭُﺿُﻮْﺁﻥِ ﺃَﻭْ ﺗَﻴَﻤُّﻤَﺎﻥِ ﻋَﻠَﻰ ﺧَﻄِﻴْﺐٍ ﺩَﺍﺋِﻢٍ ﺍﻟْﺤَﺪَﺙِ، ﺃَﺣَﺪُﻫُﻤَﺎ: ﻟِﻠْﺨُﻄْﺒَﺘَﻴْﻦِ ﻭَ ﺍﻟْﺂﺧَﺮُ ﺑَﻌْﺪَﻫُﻤَﺎ ﻟِﺼَﻠَﺎﺓِ ﺟُﻤْﻌَﺔٍ، ﻭَ ﻳَﻜْﻔِﻲْ ﻭَﺍﺣِﺪٌ ﻟَﻬُﻤَﺎ ﻟِﻐَﻴْﺮِﻩِ، ﻭَ ﻳَﺠِﺐُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟْﻮُﺿُﻮْﺀُ ﻟِﻜُﻞِّ ﻓَﺮْﺽٍ – ﻛَﺎﻟﺘَّﻴَﻤُّﻢِ ﻭَ ﻛَﺬَﺍ ﻏُﺴْﻞُ ﺍﻟْﻔَﺮْﺝِ ﻭَ ﺇِﺑْﺪَﺍﻝُ ﺍﻟْﻘُﻄْﻨَﺔِ ﺍﻟَّﺘِﻲْ ﺑِﻔَﻤِﻪِ ﻭَ ﺍﻟْﻌَﺼَﺎﺑَﺔِ، ﻭَ ﺇِﻥْ ﻟَﻢْ ﺗَﺰُﻝْ ﻋَﻦْ ﻣَﻮْﺿِﻌِﻬَﺎ. ﻭَ ﻋَﻠَﻰ ﻧَﺤْﻮِ ﺳَﻠِﺲٍ ﻣُﺒَﺎﺩَﺭَﺓٌ ﺑِﺎﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ، ﻓَﻠَﻮْ ﺃَﺧَّﺮَ ﻟِﻤَﺼْﻠَﺤَﺘِﻬَﺎ ﻛَﺎﻧْﺘِﻈَﺎﺭِ ﺟَﻤَﺎﻋَﺔٍ ﺃَﻭْ ﺟُﻤْﻌَﺔٍ ﻭَ ﺇِﻥْ ﺃُﺧِّﺮَﺕْ ﻋَﻦْ ﺃَﻭَّﻝِ ﺍﻟْﻮَﻗْﺖِ ﻭَ ﻛَﺬَﻫَﺎﺏٍ ﺇِﻟَﻰ ﻣَﺴْﺠِﺪٍ ﻟَﻢْ ﻳَﻀُﺮُّﻩُ .

(Syarat wudhu’ yang kelima) () adalah (masuknya waktu shalat bagi seorang yang selalu hadats) seperti orang yang beser (24 6) dan istiḥādhah, dan disyaratkan pula baginya untuk menduga masuknya waktu shalat, maka baginya tidak diperbolehkan berwudhu’ – seperti halnya orang yang tayammum – untuk shalat fardhu ataupun sunnah sebelum masuknya waktu untuk mengerjakannya, dan untuk shalat janazah sebelum memandikannya, dan untuk shalat tahiyyat-ul- masjid sebelum masuk masjid, dan untuk shalat rawatib yang diakhirkan sebelum melakukan shalat fardhu. Wajib melakukan dua wudhu’ atau dua tayammum bagi seorang khatib yang selalu hadats, satu wudhu’ untuk dua khutbah dan satunya setelah dua khutbah untuk melakukan shalat jum‘at, dan dicukupkan satu wudhu’ untuk kedua hal tersebut baginya untuk berwudhu’ di setiap akan melaksanakan shalat fardhu’ seperti halnya tayammum () Begitu pula wajib membasuh vagina dan mengganti kapuk yang berada pada bibir vagina dan mengganti pembalut walaupun pembalut tersebut tidak bergeser dari tempatnya.  ). Dan bagi sejenis beser kencing diwajibkan untuk bersegera melaksanakan shalat. Kalau seandainya ia mengakhirkan shalat karena untuk kemaslahatan shalat seperti menunggu jama‘ah atau shalat jum‘at – walaupun shalat tersebut diakhirkan dari awal waktu – dan seperti berangkat menuju masjid, maka hukumnya tidaklah masalah baginya.

 TENTANG KEFARDHUAN WUDHU’

( ﻭَ ﻓُﺮُﻭْﺿُﻪُ ﺳِﺘَّﺔٌ ‏) ﺃَﺣَﺪُﻫَﺎ: ‏( ﻧِﻴَّﺔٌ‏) ﻭُﺿُﻮْﺀٍ ﺃَﻭْ ﺃَﺩَﺍﺀِ ‏( ﻓَﺮْﺽِ ﻭُﺿُﻮْﺀٍ ‏) ﺃَﻭْ ﺭَﻓْﻊِ ﺣَﺪَﺙٍ ﻟِﻐَﻴْﺮِ ﺩَﺍﺋِﻢِ ﺣَﺪَﺙٍ، ﺣَﺘَّﻰ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻮُﺿُﻮْﺀِ ﺍﻟْﻤُﺠَﺪَّﺩِ ﺃَﻭِ ﺍﻟﻄَّﻬَﺎﺭَﺓِ ﻋَﻨْﻪُ، ﺃَﻭِ ﺍﻟﻄَّﻬَﺎﺭَﺓِ ﻟِﻨَﺤْﻮِ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ، ﻣِﻤَّﺎ ﻟَﺎ ﻳُﺒَﺎﺡُ ﺇِﻟَّﺎ ﺑِﺎﻟْﻮُﺿُﻮْﺀِ، ﺃَﻭِ ﺍﺳْﺘِﺒَﺎﺣَﺔٍ ﻣُﻔْﺘَﻘِﺮٍّ ﺇِﻟَﻰ ﻭُﺿُﻮْﺀِ ﻛَﺎﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ ﻭَ ﻣَﺲَّ ﺍﻟْﻤُﺼْﺤَﻒِ. ﻭَ لَا ﺗَﻜْﻔِﻲْ ﻧِﻴَّﺔُ ﺍﺳْﺘِﺒَﺎﺣَﺔِ ﻣَﺎ ﻳُﻨْﺪَﺏُ ﻟَﻪُ ﺍﻟْﻮُﺿُﻮْﺀُ، ﻛَﻘِﺮَﺍﺀَﺓِ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥِ ﺃَﻭِ ﺍﻟْﺤَﺪِﻳْﺚِ، ﻭَ ﻛَﺪُﺧُﻮْﻝِ ﻣَﺴْﺠِﺪٍ ﻭَ ﺯِﻳَﺎﺭَﺓِ ﻗَﺒْﺮٍ. ﻭَ ﺍﻟْﺄَﺻْﻞُ ﻓِﻲْ ﻭُﺟُﻮْﺏِ ﺍﻟﻨِّﻴَّﺔِ ﺧَﺒَﺮُ، ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺍﻟْﺄَﻋْﻤَﺎﻝُ ﺑِﺎﻟﻨِّﻴَّﺎﺕِ. ﺃَﻱْ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺻِﺤَّﺘُﻬَﺎ بِاِﻛْﻤَﺎﻟِﻬَﺎ. ﻭَ ﻳَﺠِﺐُ ﻗَﺮْﻧَﻬَﺎ ‏(ﻋِﻨْﺪَ‏) ﺃَﻭَّﻝِ (ﻏَﺴْﻞِ‏) ﺟُﺰْﺀٍ ﻣِﻦْ ‏(ﻭَﺟْﻪٍ‏) ، ﻓَﻠَﻮْ ﻗَﺮَﻧَﻬَﺎ ﺑِﺄَﺛْﻨَﺎﺋِﻪِ ﻛَﻔَﻰ ﻭَ ﻭَﺟَﺐَ ﺇِﻋَﺎﺩَﺓُ ﻏَﺴْﻞِ ﻣَﺎ ﺳَﺒَﻘَﻬَﺎ. ﻭَ ﻟَﺎ ﻳَﻜْﻔِﻲْ ﻗَﺮْﻧُﻬَﺎ ﺑِﻤَﺎ ﻗَﺒْﻠَﻪُ ﺣَﻴْﺚُ ﻟَﻢْ ﻳَﺴْﺘَﺼْﺤِﺒْﻬَﺎ ﺇِﻟَﻰ ﻏُﺴْﻞِ ﺷَﻲْﺀٍ ﻣِﻨْﻪُ، ﻭَ ﻣَﺎ ﻗَﺎﺭَﻧَﻬَﺎ ﻫُﻮَ ﺃَﻭَّﻟُﻪُ، ﻓَﺘَﻔُﻮْﺕُ ﺳُﻨَّﺔُ ﺍﻟْﻤَﻀْﻤَﻀَﺔِ ﺇِﻥِ ﺍﻧْﻐَﺴَﻞَ ﻣَﻌَﻬَﺎ ﺷَﻲْﺀٌ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻮَﺟْﻪِ – ﻛَﺤُﻤْﺮَﺓِ ﺍﻟﺸَّﻔَﺔِ – ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟﻨِّﻴَّﺔِ ﻓَﺎﻟْﺄَﻭْﻟَﻰ ﺃَﻥْ ﻳُﻔَﺮِّﻕَ ﺍﻟﻨِّﻴَّﺔُ ﺑِﺄَﻥْ ﻳَﻨْﻮِﻱَ ﻋِﻨْﺪَ ﻛُﻞِّ ﻣِﻦْ ﻏَﺴْﻞِ ﺍﻟْﻜَﻔَّﻴْﻦِ ﻭَ ﺍﻟْﻤَﻀْﻤَﻀَﺔِ ﻭَ ﺍﻟْﺎِﺳْﺘِﻨْﺸَﺎﻕِ ﺳُﻨَّﺔَ ﺍﻟْﻮُﺿُﻮْﺀِ، ﺛُﻢَّ ﻓَﺮْﺽَ ﺍﻟْﻮُﺿُﻮْﺀِ ﻋِﻨْﺪَ ﻏَﺴْﻞِ ﺍﻟْﻮَﺟْﻪِ، ﺣَﺘَّﻰ ﻟَﺎ ﺗَﻔُﻮْﺕَ ﻓَﻀِﻴْﻠَﺔُ ﺍﺳْﺘِﺼْﺤَﺎﺏِ ﺍﻟﻨِّﻴَّﺔِ ﻣِﻦْ ﺃَﻭَّﻟِﻪِ. ﻭَ ﻓَﻀِﻴْﻠَﺔُﺍﻟْﻤَﻀْﻤَﻀَﺔِ ﻭَ ﺍﻟْﺎِﺳْﺘِﻨْﺸَﺎﻕِ ﻣَﻊَ ﺍﻧْﻐِﺴَﺎﻝِ ﺣُﻤْﺮَﺓِ ﺍﻟﺸَّﻔَﺔِ .

Rukun Wudhu’
(Kefardhuan wudhu’ ada enam). Yang pertama adalah (niat) wudhu’ atau mengerjakan (kefardhuan wudhu’) atau mengerjakan (kefardhuan wudhu’) atau menghilangkan hadats bagi selain orang yang selalu hadats. (11) Semua niat tersebut juga berlaku sampai di dalam wudhu’ yang diperbaharui (22). Boleh juga berniat bersuci dari hadats, bersuci untuk sesamanya shalat yakni dari setiap hal yang tidak diperbolehkan dilakukan kecuali dengan wudhu’ atau berniat supaya diperbolehkan melakukan setiap hal yang membutuhkan wudhu’ seperti shalat dan menyentuh mushhaf. Tidak cukup niat supaya diperbolehkan melakukan hal yang disunnahkan untuk berwudhu’ seperti membaca al-Qur’ān dan hadits, dan tidak pula niat untuk diperbolehkan masuk masjid dan ziarah qubur. Dasar dari kewajiban berniat ini adalah hadits: Keabsahan sebuah amal hanyalah dengan kesempurnaan niat . Wajib membarengkan niat (ketika mengawali membasuh bagian wajah). (3 3) Jika seseorang membarengkan niat di tengah pembasuhan bagian wajah maka hal tersebut mencukupi dan wajib baginya mengulangi membasuh bagian yang telah mendahului niat. Tidak cukup membarengkan niat dengan anggota sebelum wajah sekira orang tersebut tidak melanggengkan niat sampai membasuh bagian dari wajah. Anggota wajah yang dibarengi niat adalah awal pembasuhan, maka kesunnahan berkumur akan hilang bila bagian wajah – seperti bagian merah bibir – terbasuh saat berkumur setelah berniat wudhu’. Oleh karenanya, yang lebih baik adalah memetakan niat dengan berniat ketika membasuh kedua telapak tangan, berkumur dan menghirup air ke hidung dengan niat sunnah, kemudian disusul dengan niat fardhu wudhu’ ketika membasuh wajah hingga kesunnahan melanggengkan niat dari awal membasuh wajah tidak hilang, dan tidak hilang pula kesunnahan berkumur dan menghirup air dari hidung dengan terbasuhnya bagian merahnya bibir. (4 4).

( ﻭَ ‏) ﺛَﺎﻧِﻴْﻬَﺎ: ‏(ﻏَﺴْﻞُ‏) ﻇَﺎﻫِﺮِ ‏( ﻭَﺟْﻬِﻪِ‏) لاﻳَﺔٍ* : ‏(ﻓَﺎﻏْﺴِﻠُﻮْﺍ ﻭُﺟُﻮْﻫَﻜُﻢْ ‏) * ‏( ﻭَ ﻫُﻮَ ‏) ﻃُﻮْﻟًﺎ ‏( ﻣَﺎ ﺑَﻴْﻦَ ﻣَﻨَﺎﺑِِﺖ‏) ﺷَﻌْﺮِ ( ﺭَﺃْﺳِﻪِ‏) ﻏَﺎﻟِﺒًﺎ ‏( ﻭَ‏) ﺗَﺤْﺖَ ‏( ﻣُﻨْﺘَﻬَﻰ ﻟِﺤْﻴَﻴْﻪِ‏) – ﺑِﻔَﺘْﺢِ ﺍﻟﻠَّﺎﻡِ – ﻓَﻬُﻮَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻮَﺟْﻪِ ﺩُﻭْﻥَ ﻣَﺎ ﺗَﺤْﺘَﻪُ، ﻭَ ﺍﻟﺸَّﻌْﺮِ ﺍﻟﻨَّﺎﺑِﺖِ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﺎ ﺗَﺤْﺘَﻪُ، ‏( ﻭَ‏) ﻋَﺮْﺿًﺎ ‏( ﻣَﺎ ﺑَﻴْﻦَ ﺃُﺫُﻧَﻴْﻪِ ‏). ﻭَ ﻳَﺠِﺐُ ﻏَﺴﻞ ﺷَﻌْﺮِ ﺍﻟْﻮَﺟْﻪِ ﻣِﻦْ ﻫُﺪْﺏٍ ﻭَ ﺣَﺎﺟِﺐٍ ﻭَ ﺷَﺎﺭِﺏٍ ﻭَ ﻋُﻨْﻔُﻘَﺔٍ ﻭَ ﻟِﺤْﻴَﺔٍ – ﻭَ ﻫِﻲَ ﻣَﺎ ﻧَﺒَﺖَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﺬَّﻗَﻦِ – ﻭَ ﻫُﻮَ ﻣُﺠْﺘَﻤَﻊٌ ﺍﻟﻠَّﺤَﻴَﻴْﻦِ – ﻭَ ﻋُﺬَﺍﺭٍ – ﻫُﻮَ ﻣَﺎ ﻧَﺒَﺖَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻌَﻈْﻢِ ﺍﻟْﻤُﺤَﺎﺫِﻱْ ﻟِﻠْﺄُﺫُﻥِ – ﻭَ ﻋَﺎﺭِﺽٍ – ﻭَ ﻫُﻮَ ﻣَﺎ ﺍﻧْﺤَﻂَ ﻋَﻨْﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠِّﺤْﻴَﺔِ .- ﻭَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻮَﺟْﻪِ ﺣُﻤْﺮَﺓُ ﺍﻟﺸَّﻔَﺘَﻴْﻦِ ﻭَ ﻣَﻮْﺿِﻊُ ﺍﻟْﻐَﻤَﻢِ – ﻭَ ﻫُﻮَ ﻣَﺎ ﻧَﺒَﺖَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺸَّﻌْﺮُ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺠَﺒْﻬَﺔِ ﺩُﻭْﻥَ ﻣَﺤَﻞِّ ﺍﻟﺘَّﺤْﺬِﻳْﻒِ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺄَﺻَﺢِّ، ﻭَ ﻫُﻮَ ﻣَﺎ ﻧَﺒَﺖَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺸَّﻌْﺮْ ﺍﻟْﺨَﻔِﻴْﻒُ ﺑَﻴْﻦَ ﺍﺑْﺘِﺪَﺍﺀِ ﺍﻟْﻌُﺬَﺍﺭِ ﻭَ ﺍﻟﻨَّﺰْﻋَﺔِ – ﻭَ ﺩُﻭْﻥَ ﻭَﺗَﺪِ ﺍﻟْﺄُﺫُﻥِ ﻭَ ﺍﻟﻨَّﺰْﻋَﺘَﻴْﻦِ – ﻭَ ﻫُﻤَﺎ ﺑَﻴَﺎﺿَﺎﻥِ ﻳَﻜْﺘَﻨِﻔَﺎﻥِ ﺍﻟﻨَّﺎﺻِﻴَﺔِ – ﻭَ ﻣَﻮْﺿِﻊُ ﺍﻟﺼَّﻠَﻊِ – ﻭَ ﻫُﻮَ ﻣَﺎ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻤَﺎ ﺇِﺫَﺍ ﺍﻧْﺤَﺴَﺮَ ﻋَﻨْﻪُ ﺍﻟﺸَّﻌْﺮُ .- ﻭَ ﻳُﺴَﻦُّ ﻏُﺴْﻞُ ﻛُﻞِّ ﻣَﺎ ﻗِﻴْﻞَ ﺇِﻧَّﻪُ ﻟَﻴْﺲَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻮَﺟْﻪِ. ﻭَ ﻳَﺠِﺐُ ﻏُﺴْﻞُ ﻇَﺎﻫِﺮِ ﻭَ ﺑَﺎﻃِﻦِ ﻛُﻞِّ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺸُّﻌُﻮْﺭِ ﺍﻟﺴَّﺎﺑِﻘَﺔِ – ﻭَ ﺇِﻥْ ﻛَﺜَﻒَ – ﻟِﻨُﺪْﺭَﺓِ ﺍﻟْﻜَﺜَﺎﻓَﺔِ ﻓِﻴْﻬَﺎ، ﻟَﺎ ﺑَﺎﻃِﻦُ ﻛَﺜِﻴْﻒِ ﻟِﺤْﻴَﺔٍ ﻭَ ﻋَﺎﺭِﺽٍ – ﻭَ ﺍﻟْﻜَﺜِﻴْﻒُ ﻣَﺎ ﻟَﻢْ ﺗَﺮَ ﺍﻟْﺒَﺸَﺮَﺓُ ﻣِﻦْ ﺧِﻠَﺎﻟِﻪِ ﻓِﻲْ ﻣَﺠْﻠِﺲِ ﺍﻟﺘَّﺨَﺎﻃُﺐِ ﻋُﺮْﻓًﺎ – ﻭَ ﻳَﺠِﺐُ ﻏُﺴْﻞُ ﻣَﺎ ﻟَﺎ ﻳَﺘَﺤَﻘَّﻖُ ﻏَﺴْﻞُ ﺟَﻤِﻴْﻌِﻪِ ﺇِﻟَّﺎ ﺑِﻐَﺴْﻠِﻪِ، ﻟِﺄَﻥَّ ﻣَﺎ ﻟَﺎ ﻳَﺘِﻢُّ ﺍﻟْﻮَﺍﺟِﺐُ ﺇِﻟَّﺎ ﺑِﻪِ ﻭَﺍﺟِﺐٌ .

Kefardhuan wudhu’ yang kedua adalah
(membasuh bagian luar wajah) (55 ) sebab telah dijelaskan dalam ayat al-Qur’ān: Maka basuhlah wajah kalian semua. (Wajah) dari sisi lebarnya adalah (anggota di antara tempat tumbuhnya rambut) (66 ) secara umumnya (dan) bagian bawah (tempat akhir dua tulang rahang). Tulang rahang adalah termasuk dari bagian wajah, bukan bagian yang berada di bawah tulang rahang dan rambut yang tumbuh di bagian bawah tulang tersebut. Sedang wajah dari sisi lebarnya (adalah anggota di antara dua kuping). Wajib membasuh rambut yang tumbuh di wajah seperti bulu mata, alis, kumis, rawis, jenggot – yakni rambut yang tumbuh di bawah dagu sedang dagu adalah tempat berkumpulnya dua tulang rahang – , rambut ati-ati – yakni rambut yang tumbuh pada tulang yang melurusi kuping, – rambut jabang – yakni rambut yang berada pada posisi akhir rambut ati-ati sampai jenggot. Sebagian dari bagian wajah adalah merah dua bibir dan tempat ghamam (sinom; jawa) – adalah tempat tumbuhnya rambut kening – bukan tempat taḥdzīf (7 7) menurut pendapat yang ashaḥḥ – yakni daerah tumbuhnya rambut tipis di antara awal rambut ati-ati dan tempat dua sisi dahi yang tak berambut – , dan bukan pasak telinga dan dua naz‘ah – dua naz‘ah adalah dua daerah bebas rambut yang mengelilingi ubun-ubun – , dan bukan tempat botak – yakni daerah di antara dua naz‘ah ketika rambut rontok – . Disunnahkan untuk membasuh setiap anggota yang tidak disebut sebagai wajah. Wajib membasuh bagian luar dan dalam setiap rambut-rambut yang telah lewat – walaupun tebal – sebab hal tersebut jarang terjadi. Tidak wajib membasuh bagian dalam rambut yang tebal dari jenggot dan jabang. Katagori tebal adalah selama tidak terlihat dari sela-sela rambut di tempat perbincangan secara umumnya. Wajib membasuh anggota yang tidak mungkin terbasuh keseluruhannya kecuali dengan membasuhnya, sebab perkara yang tidak mungkin sempurna kewajibannya kecuali
dengan perkara tersebut, maka hukumnya wajib.

( ﻭَ ‏) ﺛَﺎﻟِﺜُﻬَﺎ: ‏(ﻏَﺴْﻞُ ﻳَﺪَﻳْﻪِ‏) ﻣِﻦْ ﻛَﻔَّﻴْﻪِ ﻭَ ﺫِﺭَﺍﻋَﻴْﻪِ ‏(ﺑِﻜُﻞِّ ﻣِﺮْﻓَﻖٍ ‏) ﻟِﻠْﺂﻳَﺔِ. ﻭَ ﻳَﺠِﺐُ ﻏَﺴْﻞُ ﺟَﻤِﻴْﻊِ ﻣَﺎ ﻓِﻲْ ﻣَﺤَﻞِّ ﺍﻟْﻔَﺮْﺽِ ﻣِﻦْﺷَﻌْﺮٍ ﻭَ ﻇُﻔْﺮٍ، ﻭَ ﺇِﻥْ ﻃَﺎﻝَ. ‏(ﻓَﺮْﻉٌ ‏) ﻟَﻮْ ﻧَﺴِﻲَ ﻟُﻤْﻌَﺔً ﻓَﺎﻧْﻐَﺴَﻠَﺖْ ﻓِﻲْ ﺗَﺜْﻠِﻴْﺚٍ، ﺃَﻭْ ﺇِﻋَﺎﺩَﺓِ ﻭُﺿُﻮْﺀٍ ﻟِﻨِﺴْﻴَﺎﻥٍ ﻟَﻪُ، ﻟَﺎ ﺗَﺠْﺪِﻳْﺪٍ ﻭَ ﺍﺣْﺘِﻴَﺎﻁٍ، ﺃَﺟْﺰَﺃَﻩُ. ‏( ﻭَ ‏) ﺭَﺍﺑِﻌُﻬَﺎ: ‏( ﻣَﺴْﺢُ ﺑَﻌْﺾِ ﺭَﺃْﺳِﻪِ‏) ﻛَﺎﻟﻨَّﺰْﻋَﺔِ ﻭَ ﺍﻟْﺒَﻴَﺎﺽِ ﺍﻟَّﺬِﻱْ ﻭَﺭَﺍﺀَ ﺍﻟْﺄُﺫُﻥِ ﺑَﺸَﺮٌ ﺃَﻭْ ﺷَﻌْﺮٌ ﻓِﻲْ ﺣَﺪِّﻩِ، ﻭَ ﻟَﻮْ ﺑَﻌْﺾَ ﺷَﻌْﺮَﺓٍ ﻭَﺍﺣِﺪَﺓٍ، ﻟِﻠْﺂﻳَﺔِ. ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﺒَﻐَﻮِﻱُّ: ﻳَﻨْﺒَﻐِﻲْ ﺃَﻥْ ﻟَﺎ ﻳُﺠْﺰِﺉَ ﺃَﻗَﻞُّ ﻣِﻦْ ﻗَﺪْﺭِ ﺍﻟﻨَّﺎﺻِﻴَﺔِ، ﻭَ ﻫِﻲَ ﻣَﺎ ﺑَﻴْﻦَ ﺍﻟﻨَّﺰْﻋَﺘَﻴْﻦِ، ﻟِﺄَﻧَّﻪُ ﻟَﻢْ ﻳَﻤْﺴَﺢْ ﺃَﻗَﻞَّ ﻣِﻨْﻬَﺎ، ﻭَ ﻫُﻮَ ﺭِﻭَﺍﻳَﺔٌ ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲْ ﺣَﻨِﻴْﻔَﺔَ ﺭَﺣِﻤَﻪُ ﺍﻟﻠﻪُ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ، ﻭَ ﺍﻟْﻤَﺸْﻬُﻮْﺭ ﻋَﻨْﻪُ ﻭُﺟُﻮْﺏُ ﻣَﺴْﺢِ ﺍﻟﺮُّﺑُﻊِ. ‏( ﻭَ‏) ﺧَﺎﻣِﺴُﻬَﺎ: ‏(ﻏَﺴْﻞُ ﺭِﺟْﻠَﻴْﻪِ‏) ﺑِﻜُﻞِّ ﻛَﻌْﺐٍ ﻣِﻦْ ﻛُﻞِّ ﺭِﺟْﻞٍ، ﻟِﻠْﺂﻳَﺔِ. ﺃَﻭْ ﻣَﺴْﺢُ ﺧُﻔَّﻴْﻬِﻤَﺎ ﺑِﺸُﺮُﻭْﻃِﻪِ. ﻭَ ﻳَﺠِﺐُ ﻏُﺴْﻞُ ﺑَﺎﻃِﻦِ ﺛَﻘْﺐٍ ﻭَ ﺷَﻖٍّ .

(Fardhu yang ketiga) adalah (membasuh
kedua tangan) yakni dari dua telapak tangan dan dua lengan (besertaan setiap siku-siku) karena adanya ayat al-Qur’ān yang telah menjelaskan. Wajib membasuh seluruh anggota yang berada pada tempat yang wajib dibasuh dari rambut (88 ) dan kuku, walaupun kuku tersebut panjang. (Cabang Masalah ). Kalau seandainya seseorang lupa tidak membasuh sedikit dari anggota wudhu’ lalu anggota tersebut terbasuh pada basuhan yang ketiga atau saat mengulangi wudhu’ karena lupa, bukan karena memperbaharui wudhu’ dan berhati-hati (9 9) maka hal tersebut mencukupi. (Fardhu yang keempat) adalah (mengusap sebagian kepala) – seperti daerah dua sisi dahi yang tak berambut dan warna putih yang berada di belakang kuping – , yakni berupa kulit ataupun rambut yang masih pada batasannya1 – walaupun sebagian satu rambut saja – sebab ayat yang menjelaskan hal tersebut. Imām Baghawī mengatakan: Sebaiknya tidak mencukupi sebuah usapan yang kurang dari kadar ubun-ubun yakni anggota yang di antara dua naz‘ah sebab Nabi s.a.w. tidak pernah mengusap kurang dari kadar tersebut, (11 11) dan hadits tersebut adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imām Abū Ḥanīfah – semoga Allah mengasihinya – . Pendapat yang masyhur dari madzhab Abū Ḥanīfah adalah wajib membasuh seperempat dari kepala. (Fardhu yang kelima) adalah (membasuh kedua kaki) besertaan setiap mata kaki dari setiap kaki karena ayat al-Qur’ān yang telah menjelaskan, atau mengusap kedua muzah dengan syarat-syaratnya (12 12). Wajib untuk membasuh bagian tubuh yang berlubang dan robek.

( ﻓَﺮْﻉٌ‏) ﻟَﻮْ ﺩَﺧَﻠَﺖْ ﺷَﻮْﻛَﺔٌ ﻓِﻲْ ﺭِﺟْﻠِﻪِ ﻭَ ﻇَﻬَﺮَ ﺑَﻌْﻀُﻬَﺎ، ﻭَﺟَﺐَ ﻗَﻠْﻌُﻬَﺎ ﻭَ ﻏَﺴْﻞُ ﻣَﺤَﻠِّﻬَﺎ ﻟِﺄَﻧَّﻪُ ﺻَﺎﺭَ ﻓِﻲْ ﺣُﻜْﻢِ ﺍﻟﻈَّﺎﻫِﺮِ، ﻓَﺈِﻥِ ﺍﺳْﺘَﺘَﺮَﺕْ ﻛُﻠُّﻬَﺎ ﺻَﺎﺭَﺕْ ﻓِﻲْ ﺣُﻜْﻢِ ﺍﻟْﺒَﺎﻃَﻦِ ﻓَﻴَﺼِﺢُّ ﻭُﺿُﻮْﺅُﻩُ. ﻭَ ﻟَﻮْ ﺗَﻨَﻔَّﻂَ ﻓِﻲْ ﺭِﺟْﻞٍ ﺃَﻭْ ﻏَﻴْﺮِﻩِ ﻟَﻢْ ﻳَﺠِﺐْ ﻏُﺴْﻞُ ﺑَﺎﻃِﻨِﻪِ ﻣَﺎ ﻟَﻢْ ﻳَﺘَﺸَﻘَّﻖْ، ﻓَﺈِﻥْ ﺗَﺸَﻘَّﻖَ ﻭَﺟَﺐَ ﻏَﺴْﻞُ ﺑَﺎﻃِﻨِﻪِ ﻣَﺎ ﻟَﻢْ ﻳَﺮْﺗَﺘِﻖْ .

(Cabangan Masalah). Kalau seandainya kaki seseorang tertancap duri dan sebagian duri tersebut tampak, maka wajib untuk mencabutnya dan membasuh bekas duri menancap sebab tempat tersebut dihukum menjadi anggota luar. Jika semua duri terbenam maka duri dihukumi bagian dalam hingga sahlah wudhu’nya. Kalau seandainya kaki atau anggota lain melepuh, mata tidak wajib untuk membasuh bagian dalamnya selama anggota itu tidak sobek. Jika anggota tersebut sobek, maka wajib untuk membasuh bagian dalamnya selama belum melekat.

( ﺗَﻨْﺒِﻴْﻪٌ‏) ﺫَﻛَﺮُﻭْﺍ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻐُﺴْﻞِ ﺃَﻧَّﻪُ ﻳُﻌْﻔَﻰ ﻋَﻦْ ﺑَﺎﻃِﻦٍ ﻋَﻘْﺪِ ﺍﻟﺸَّﻌْﺮِ ﺃَﻱْ ﺇِﺫَﺍ ﺍﻧْﻌَﻘَﺪَ ﺑِﻨَﻔْﺴِﻪِ ﻭَ ﺃُﻟْﺤِﻖَ ﺑِﻬَﺎ ﻣِﻦِ ﺍﺑْﺘُﻠِﻲَ ﺑِﻨَﺤْﻮِ ﻃَﺒَّﻮُﻉٍ ﻟَﺼَﻖَ ﺑَﺄُﺻُﻮْﻝِ ﺷَﻌْﺮِﻩِ ﺣَﺘَّﻰ ﻣَﻨَﻊَ ﻭُﺻُﻮْﻝَ ﺍﻟْﻤَﺎﺀِ ﺇِﻟَﻴْﻬَﺎ ﻭَ ﻟَﻢْ ﻳُﻤْﻜِﻦْ ﺇِﺯَﺍﻟَﺘُﻪُ. ﻭَ ﻗَﺪْ ﺻَﺮَّﺡَ ﺷَﻴْﺦُ ﺷُﻴُﻮْﺧِﻨَﺎ ﺯَﻛَﺮِﻳَّﺎ ﺍﻟْﺄَﻧْﺼَﺎﺭِﻱُّ ﺑِﺄَﻧَّﻪُ ﻟَﺎ ﻳُﻠْﺤَﻖُ ﺑِﻬَﺎ، ﺑَﻞْ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺘَّﻴَﻤُّﻢُ. ﻟﻜِﻦْ ﻗَﺎﻝَ ﺗِﻠْﻤِﻴْﺬُﻩُ – ﺷَﻴْﺨُﻨَﺎ :- ﻭَ ﺍﻟَّﺬِﻱْ ﻳُﺘَّﺠَﻪُ ﺍﻟْﻌَﻔْﻮُ ﻟِﻠﻀَّﺮُﻭْﺭَﺓِ .

(Peringatan ). Para ulama menyebutkan dalam masalah mandi bahwa anggota dalam dari rambut yang tersimpul diampuni – di- ma‘fuw – jika rambut tersebut tersimpul dengan sendirinya. Disamakan dengan hal tersebut adalah seseorang yang diuji dengan sejenis telur kutu yang melekat pada pangkal-pangkal rambut hingga mencegah masuknya air ke tempat tersebut dan tidak mungkin dihilangkan. Gurunya guru kita Syaikh Zakariyyā al-Anshārī telah menjelaskan bahwa permasalahan itu tidak bisa disamakan, bahkan orang tersebut harus bertayammum. Namun muridnya yakni guru kita Ibnu Ḥajar mengatakan: Bahwa pendapat yang unggul adalah diampuni sebab hal itu termasuk dalam keadaan darurat. (13 13).

( ﻭَ ‏) ﺳَﺎﺩِﺳُﻬَﺎ: ‏( ﺗَﺮْﺗِﻴْﺐٌ‏) ﻛَﻤَﺎ ﺫُﻛِﺮَ ﻣِﻦْ ﺗَﻘْﺪِﻳْﻢِ ﻏَﺴْﻞِ ﺍﻟْﻮَﺟْﻪِ ﻓَﺎﻟْﻴَﺪَﻳْﻦِ ﻓَﺎﻟﺮَّﺃْﺱِ ﻓَﺎﻟﺮِّﺟْﻠَﻴْﻦِ ﻟِﻼﺗِّﺒَﺎﻉِ. ﻭَ ﻟَﻮِ ﺍﻧْﻐَﻤَﺲَ
ﻣُﺤْﺪِﺙٌ، ﻭَ ﻟَﻮْ ﻓِﻲْ ﻣَﺎﺀٍ ﻗَﻠِﻴْﻞٍ ﺑِﻨِﻴَّﺔٍ ﻣُﻌْﺘَﺒَﺮَﺓٍ ﻣِﻤَّﺎ ﻣَﺮًّﺍ ﺃَﺟْﺰَﺃَﻩُ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻮُﺿُﻮْﺀِ، ﻭَ ﻟَﻮْ ﻟَﻢْ ﻳَﻤْﻜُﺚْ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺎِﻧْﻐِﻤَﺎﺱِ ﺯَﻣَﻨًﺎ ﻳُﻤْﻜِﻦُ ﻓِﻴْﻪِ ﺍﻟﺘَّﺮْﺗِﻴْﺐُ. ﻧَﻌَﻢْ، ﻟَﻮِ ﺍﻏْﺘَﺴَﻞَ ﺑِﻨِﻴَّﺘِﻪِ ﻓَﻴُﺸْﺘَﺮَﻁَ ﻓِﻴْﻪِ ﺍﻟﺘَّﺮْﺗِﻴْﺐُ ﺣَﻘِﻴْﻘًﺔ، ﻭَ ﻟَﺎ ﻳَﻀُﺮُّ ﻧِﺴْﻴَﺎﻥُ ﻟُﻤْﻌَﺔٍ ﺃَﻭْ ﻟُﻤَﻊٍ ﻓِﻲْ ﻏَﻴْﺮِ ﺃَﻋْﻀَﺎﺀِ ﺍﻟْﻮُﺿُﻮْﺀِ، ﺑَﻞْ ﻟَﻮْ ﻛَﺎﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﺎ ﻋَﺪَﺍ ﺃَﻋْﻀَﺎﺋِﻪِ، ﻣَﺎﻧِﻊٌ ﻛَﺸَﻤْﻊٍ ﻟَﻢْ ﻳَﻀُﺮَّ – ﻛَﻤَﺎ ﺍﺳْﺘَﻈْﻬَﺮَﻩُ ﺷَﻴْﺨُﻨَﺎ .- ﻭَ ﻟَﻮْ ﺃَﺣْﺪَﺙَ ﻭَ ﺃَﺟْﻨَﺐَ ﺃَﺟْﺰَﺃَﻩُ ﺍﻟْﻐُﺴْﻞُ ﻋَﻨْﻬُﻤَﺎ ﺑِﻨِﻴَّﺘِﻪِ. ﻭَ ﻟَﺎ ﻳَﺠِﺐُ ﺗَﻴَﻘُّﻦُ ﻋُﻤُﻮْﻡِ ﺍﻟْﻤَﺎﺀِ ﺟَﻤِﻴْﻊَ ﺍﻟْﻌُﻀْﻮِ ﺑَﻞْ ﻳَﻜْﻔِﻲْ ﻏَﻠَﺒَﺔُ ﺍﻟﻈَّﻦِّ ﺑِﻪِ .

(Fardhu yang keenam) adalah (tartib) seperti keterangan yang telah disebutkan yakni dari mendahulukan membasuh wajah, lalu kedua tangan, kepala, lalu yang terakhir kedua kaki karena mengikuti Nabi s.a.w. Kalau seandainya seseorang yang berhadats menyelam walaupun di dalam air yang jumlahnya sedikit, dengan niat yang sesuai yakni dari niat yang telah disebutkan, maka hal tersebut mencukupi dari wudhu’, () walaupun orang tersebut tidak diam di dalam air saat menyelam dengan kadar waktu yang seandainya membasuh dengan niat menghilangkan hadats, maka diisyaratkan harus tartib secara nyata. Tidak masalah lupa
tidak membasuh sedikit anggota atau
beberapa anggota di selain anggota wudhu’ bahkan kalaupun bila di selain anggota wudhu’ terdapat penghalang seperti lilin, maka hal tersebut tidak masalah pula seperti yang telah dijelaskan oleh guru kita. Kalau seandainya seseorang hadats kecil dan junub maka mencukupi baginya dair dua hal tersebut dengan niat mandi saja. (17 ) Tidak wajib untuk meyakini telah ratanya air pada seluruh anggota bahkan cukup baginya praduga kuat tentang hal tersebut.

( ﻓَﺮْﻉٌ‏) ﻟَﻮْ ﺷَﻚَّ ﺍﻟْﻤُﺘَﻮَﺿِّﺊُ ﺃَﻭِ ﺍﻟْﻤُﻐْﺘَﺴِﻞُ ﻓِﻲْ ﺗَﻄْﻬِﻴْﺮِ ﻋُﻀْﻮ ﻗَﺒْﻞَ ﺍﻟْﻔِﺮَﺍﻍِ ﻣِﻦْ ﻭُﺿُﻮْﺋِﻪِ ﺃَﻭْ ﻏُﺴْﻠِﻪِ ﻃَﻬَّﺮَﻩُ، ﻭَ ﻛَﺬَﺍ ﻣَﺎ
ﺑَﻌْﺪَﻩُ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻮُﺿُﻮْﺀِ، ﺃَﻭْ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟْﻔِﺮَﺍﻍِ ﻣِﻦْ ﻃُﻬْﺮِﻩِ، ﻟَﻢْ ﻳُﺆَﺛَّﺮْ. ﻭَ ﻟَﻮْ ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﺸَّﻚُّ ﻓِﻲ ﺍﻟﻨِّﻴَّﺔِ ﻟَﻢْ ﻳُﺆَﺛِّﺮْ ﺃَﻳْﻀًﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺄَﻭْﺟَﻪِ، ﻛَﻤَﺎ ﻓِﻲْ ﺷَﺮْﺡِ ﺍﻟْﻤِﻨْﻬَﺎﺝِ ﻟِﺸَﻴْﺨِﻨَﺎ، ﻭَ ﻗَﺎﻝَ: ﻓِﻴْﻪِ ﻗِﻴَﺎﺱُ ﻣَﺎ ﻳَﺄْﺗِﻲْ ﻓِﻲ ﺍﻟﺸَّﻚِّ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟْﻔَﺎﺗِﺤَﺔِ ﻭَ ﻗَﺒْﻞَ ﺍﻟﺮُّﻛُﻮْﻉِ: ﺃَﻧَّﻪُ ﻟَﻮْ ﺷَﻚَّ ﺑَﻌْﺪَ ﻋُﻀْﻮٍ ﻓِﻲْ ﺃَﺻْﻞِ ﻏُﺴْﻠِﻪِ ﻟَﺰِﻣَﻪُ ﺇِﻋَﺎﺩَﺗُﻪُ، ﺃَﻭْ ﺑَﻌْﻀَﻪُ ﻟَﻢْ ﺗَﻠْﺰَﻣْﻪُ. ﻓَﻠْﻴُﺤْﻤَﻞْ ﻛَﻠَﺎﻣُﻬُﻢْ ﺍﻟْﺄَﻭَّﻝِ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﺸَّﻚِّ ﻓِﻲْ ﺃَﺻْﻞِ ﺍﻟْﻌُﻀْﻮِ ﻟَﺎ ﺑَﻌْﻀِﻪِ .

(Cabangan Masalah). Kalau seandainya
seorang yang berwudhu’ atau mandi ragu di dalam menyucikan anggota sebelum selesai dari wudhu’ atau mandinya, maka orang tersebut harus menyucikan anggota yang diragukan itu, begitu pula wajib disucikan anggota yang setelahnya di dalam kasus wudhu’ (18 18) Atau keraguan tersebut terjadi setelah selesai dari bersuci, maka hal itu tidak memberi dampak apapun. Kalaupun seandainya adanya keraguan di dalam niat, maka tidak memberi petunjuk pula menurut pendapat yang lebih unggul seperti penjelasan dalam Syaraḥ Minhāj milik guru kita. Guru kita berkata dalam Syaraḥ Minhāj : Penyamaan permasalahan yang akan ada nanti () di dalam kasus keraguan setelah fātiḥah dan sebelum ruku‘ adalah bahwa bila ckeraguan seorang yang berwudhu’ terjadi setelah selesainya pembasuhan satu anggota di dalam asal pembasuhan,() maka seorang tersebut harus mengulangi wudhu’nya atau keraguan terjadi ketika masih membasuh sebagian
anggota, maka tidak wajib mengulanginya. Oleh karena itu, ucapan para ulama yang awal diarahkan pada kasus keraguan di dalam asal pembasuhan anggota bukan sebagiannya.


(وَسُنَّ) للمتوضئ ولو بماء مغصوب على الاوجه (تسمية اوله)




bab puasa

Haji

Terjemah bahasa jawa klik 


terjemah bahasa jawa  





3 |4 |5  |6 |7  | 8 | 910 | 11 | 12 | 13 | 14

Terjemah Nashoihul Ibad

بسم الله الرحمن الرحيم .
Dengan nama Allah yang maha pengasih maha penyayang....((dari copas))...

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِىْ جَعَلَ اْلعِلْمَ اَرْفَعَ الصِّفَاتِ اْلكَمَالِيَّةِ . وَاَشْهَدُ اَنْ لَآ اِلَهَ اِلَّااللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ  اَلَّذِىْ خَصَّ مَنْ شَآءَ مِنْ عِبَادِهِ بِالْمَآثِرِالْحُكْمِيّة، وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ خَصَّةُ اللهُ تَعَالَى بِجَمِيْعِ كَمَالَاتِ الْعُبُوْدِيَّةِ . وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَامُحَمَّدِ اِلَّذِىْ مَلَأَ اللهُ تَعَالَى قَلْبِهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ جَلَالِهِ اْلأَعْلَى جَلَّ وَعَلَا .  وَعَيَّنَهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ جَمَالِهِ اْلأَسْنَى فَصَارَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَسْرُوْرًا مَنْصُوْرًا  وَعَلَى آلِهِ وَاصْحَابِهِ وَالسَّا لِكِيْنَ عَلَى نَهْجِهِ فَنَالُوْا خَيْرًا وَافِرًا .  اَمَّابَعْدُ : فَيَقُوْلُ الْمُرْتَجِىْ غَفْرَ الْمَسَاوِىْ مُحَمَّدُ نَوَوِى بْنُ عُمَرُالْجَاوِىْ . 

Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan ilmu sebagai sifat yang paling tinggi dan sempurna. Aku bersaksi sesungguhnya tiada tuhan selain Allah yang maha Esa tiada sekutu baginya, yang telah mengistimewakan orang yang ia kehendaki dari hamba-hambanya dengan hadits Atsar yang mengandung hukum. Dan aku bersaksi sesungguhnya nabi Muhammad SAW adalah hamba dan utusannya yang telah Allah istimewakan dengan seluruh kesempurnaan dalam ibadah. Semoga Allah menambah rahmat kepada junjungan kita nabi Muhammad, yang telah Allah ta'ala penuhi hatinya dengan keagungan yang maha tinggi maha agung maha luhur. Pribadi nabi SAW diliputi keindahan maka jadilah ia seorang yang disenangi dan selalu mendapat pertolongan. Dan kepada keluarganya, sahabatnya serta orang- orang yang mengikuti jalannya sehingga mereka mendapat kebaikan yang banyak. Sesudah membaca basmalah, tahmid dan salam maka berkatalah orang yang mengharap ampunan Allah, yaitu Muhammad Nawawi bin Umar orang jawa (banten).

هَذَا شَرْحٌ وَضَعْتُهُ عَلَى الْكِتَابِ الْمُشْتَمِلِ عَلَى الْمَوَاعِظِ لِلْعَلَّامَةِ اَلْحَافِظِ الشَّيْخِ شِهَابِ الدِّيْنِ اَحْمَدَابْنِ عَلِىِّ بْنِ مُحَمَّدِ ابْنِ اَحْمَدَ الشَّافِعِىِّ الشَّهِيْرِبِابْنِ حَجَرٍ الْعَسْقَلَانِى ثُمَّ الْمِصْرِىْ تَغَمَّدَهُ اللهُ تَعَالَى بِرَحْمَتِهِ آمِيْنِ .

Ini adalah penjelasan yang saya letakan pada sebuah kitab yang berisi nasihat-nasihat oleh seorang yang sangat alim, seorang hafidz, yaitu Syekh Shihabuddin Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad As Syafi`I , yang terkenal dengan nama Ibnu Hajar Asqalany dan Al Mishri, semoga Allah meliputinyanya dengan rahmat-Nya, Amin.
وَسَمَّيْتُهُ نَصَائِحَ الْعِبَادِ فِىْ بَيَانِ اَلْفَاظٍ مُنَبِّهَاتٍ عَلَى الْإِسْتِعْدَادِ لِيَوْمِ الْمَعَادِ .  وَاَسْئَلُ اللهُ اْلكَرِيْمَ اَنْ يَنْفَعَ بِهِ الْمُسْلِمِيْنَ وَاَنْ يَجْعَلَهُ دَخِيْرَةً اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ آمِيْنِ .

Saya beri judul kitab ini, Nasaihul Ibad, berisi ucapan-ucapan yang dapat meningkatkan (kita) akan persiapan untuk hari kiamat .saya memohon kepada Allah yang Maha Pemurah, semoga Allah memberi manfaat dengan sebab kitab ini kepada kaum muslimin dan semoga Allah menjadikannya sebagai simpanan di hari kiamat .

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ فِىْ كُلِّ حِيْنٍ وَاَوْقَاتٍ .
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى اَشْرَفِ الْخَلْقِ وَالْبَرِيَّاتِ .

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah salam setiap keadaan dan segala zaman . Rahmat dan salam  semoga di limpahkan kepada semulia-mulia makhluk-Nya .

هَذِهِ مُنَبِّهَاتٌ عَلَى اْلإِسْتِعْدَادِ لِيَوْمِ الْمَعَادِ .

Ini adalah hal-hal yang dapat memberi peringatan kepada kita untuk melakukan persiapan menghadapi hari kiamat.

فَإِنَّ مِنْهَا مَايَكُوْنُ مَثْنَى وَمِنْهَا مَايَكُوْنُ ثُلَا ثِيًّا اِلَى تَمَامِ اْلعَشَرَةِ .

Maka, sesungguhnya sebahagian daripada peringatan-peringatan itu ada nasihat yang masing-masing terdiri atas dua unsur, tiga unsur sampai yang mengandung sepuluh unsur .
وَجُمْلَةُ الْمَقَالَاتِ مِائَتَانِ وَاَرْبَعَ عَشَرَةَ اْلأَخْبَارُخَمْسَةٌ وَاَرْبَعُوْنَ وَالْبَوَاقِىْ آثَارٌ .

Jumlah makalahnya ada 214, jumlah haditsnya ada 45 dan sisanya adalah hadits Atsar (qaul sahabat)
وَاَنَااْلأَنَ اُرِيْدُ التَّبَرُّكَ بِإِتْيَانِ حَدِيْثَيْنِ شَرِيْفَيْنِ جَلِيْلَيْنِ .

Dan saat ini saya menginginkan keberkahan dengan mengemukakan dua buah hadits yang mulia lagi agung .

فَالْحَدِيْثُ اْلأَوَّلُ اَجَازَنِىْ بِهِ اْلعَلَّامَةُ الشَّيْخُ مُحَمَّدُ الْخَطِيْبُ الشَّافِعِىِّ ثُمُّ الْمَدَنِى اْلحَنْبَلِىْ. وَهُوَابْنُ عُثْمَانَ بْنِ عَبَّاسِ بْنِ عُثْمَانَ عَنْ مَشَايِخِهِ مُتَّصِلًا اِلَى اَبِىْ ذَرٍّ اْلغِفَارِرَضِىَ اللهُ عَنْهُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْهَايَرْوِيْهِ عَنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ .

Hadits yang pertama ialah hadits yang telah diijazahkan oleh Al`Allamah Syekh Muhammad Al Khatib, orang Syam (Syiria), kemudian orang Madinah bangsa Hambali . Muhammad Al Khatib itu adalah Ibnu Usman bin Abbas bin Usman, dari gurunya bersambung kepada Abu Dzar Al Ghiffari ra., dari Rasulullah SAW. Dalam hadits yang ia riwayatkan dari Tuhannya yang Maha Mulia lagi Maha Agung.

قَالَ تَعَالَى : يَاعِبَادِىْ اِنِّىْ حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِىْ وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًافَلَا تَظَالَمُوْا .
يَاعِبَادِىْ كُلُّكُمْ ضَالٌّ اِلَّامَنْ هَدَيْتُهُ فَاسْتَهْدُوْنِىْ اَهْدِكُمْ .
Allah Ta`ala berfirman, ``Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku talah mengharamkan berbuat zalim atas diri-Ku, dan Aku jadikan ia di antara kamu sesuatu yang diharamkan, maka janganlah kamu saling menganiaya .
Wahai hamba- Ku, kamu semua sesat kecuali orang yang telah Aku beri petunjuk kepadanya, maka mintalah kamu petunjuk kepada-Ku, niscaya Aku tunjukkan kamu .
يَاعِبَادِىْ كُلُّكُمْ جَائِعٌ اِلَّامَنْ اَطْعَمْتُهُ فَاسْتَطْعِمُوْنِىْ اُطْعِمْكُمْ . يَاعِبَادِىْ كُلُّكُمْ عَارٍ اِلَّامَنْ كَسَوْتُهُ فَاسْتَكْسُوْنِىْ اَكْسُكُمْ .
Wahai hamba-Ku, kamu semua lapar, kecuali orang yang telah aku beri makan, maka mintalah makan kepada-Ku, niscaya Aku akan memberinya, Wahai hamba-hamba-Ku , kamu semua telanjang, kecuali orang yang Aku beri pakaian, maka mintalah pakaian kepada-Ku, maka niscaya Aku akan memberinya .
يَاعِبَادِىْ اِنَّكُمْ تُخْطِئُوْنَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَاَنَااغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا فَاسْتَغْفِرُوْنِىْ اَغْفِرْلَكُمْ .
يَاعِبَادِىْ اِنَّكُمْ لَنْ تَبْلُغُوْاضُرِّىْ فَتَضُرُّوْنِى وَلَنْ تَبْلُغُوْانَفْعِيْ فَتَنْفَعُوْنِىْ

Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya kamu berbuat dosa di waktu malam dan siang hari, sedang Aku mengampuni segala dosa, maka muntalah ampun kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuni segala dosa kamu . Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya kamu tidak akan sampai pada kemudharatan-Ku kemudian kamu memudharatkan-Ku dan kamu tidak akan sampai kepada kemanfaatan-Ku, kemudian kamu memberi manfaat kepada-Ku.

يَاعِبَادِىْ لَوْاَنَّ اَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَاِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوْا عَلَى اَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَازَادَ ذَلِكَ فِىْ مُلْكِىْ شَيْئًا .يَاعِبَادِىْ لَوْاَنَّ اَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَاِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوْا عَلَى اَفْجَرِ قَلْبِ  وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَانَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِىْ شَيْئًا .يَاعِبَادِىْ لَوْاَنَّ اَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَاِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ قَامُوْافِىْ صَعِيْدٍ رَاحِدٍ فَسَئَلُوْنِى فَأَعْطَيْتُ كُلَّ وَاحِدٍ مَسْئَلَتَهُ مَانَقَصَ ذَلِكَ مِمَّاعِنْدِىْ اِلَّاكَمَا يَنْقُصُ الْمِخْيَطُ اِذَااُدْخِلَ اْلبَحْرَ .

Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya apabila orang terdahulu dan yang paling akhir, manusia dan jin semuanya memiliki hati seorang yang paling taqwa, maka itu tidak akan menambah (keagungan) sedikit pun dalam kerajaan-Ku, Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya apabila orang terdahulu dan yang paling akhir, manusia dan jin semuanya memiliki hati seorang yang paling durhaka, maka itu tidak akan mengurangi (keagungan) sedikit pun dalam kerajaan-Ku .Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya apabila orang yang terdahulu dan yang paling akhir di antaramu, manusia dan jin semuanya berada di satu lapangan, kemudian mereka meminta kepada-Ku, lalu Aku memberi kepada setiap orang sesuai permintaannya, maka hal itu tidaklah mengurangi apa yang ada pada-Ku kecuali seperti jarum mengurangi air apabila jarum itu dimasukkan ke dalam lautan .

يَاعِبَادِىْ اِنَّمَاهِيَ اَعْمَالُكُمْ اُحْصِيْهَالَكُمْ ثُمَّ اُوَفِيْكُمْ اِيَّاهَافَمَنْ وَجَدَ  خَيْرًا فَلْيَحْمَدِ اللهَ وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلَا يَلُوْمَنَّ اِلاَّ نَفْسَهُ .
``Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya itu semua adalah amalmu, Aku menghitungnya bagimu, kemudian Aku membalasnya, maka barangsiapa menemukan kebaikan hendaklah memuji kepada Allah (alhamdulillah) dan barangsiapa menemukan kejelekan, maka janganlah sekali-kali mencela, kecuali terhadap dirinya sendiri .

وَالْحَدِ يْثُ الثَّانِىْ اَجَازَنِىْ بِهِ اْلعَلَّامَةُ السَّيِّدُ اَحْمَدُ الْمُرْصَفِىْ الْمِصْرِى بَعْدَاَنْ اَجَازَنِىْ بِهِ السَّيِّدُ عَبْهُ الْوَهَّابِ بْنِ اَحْمَدَ فَرَحَاتٍ الشَّافِعِىِّ عَنْ مَشَا يِخِهِ مُسَلْسَلًا بِالْأَوَّلِيَّةِ اِلَى عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَوبْنِ الْعَاصِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنَّهُ قَالَ :
Adapun hadits yang kedua, adalah hadits yang telah diijazahkan oleh Al Allamah Sayyid Ahmad Al Mursafi Al Mishri setelah Sayyid Abdul Wahab bin Ahmad Farohat Asy Syafi`I mengiijazahkannya kepadaku, yang ia terma dari guru-gurunya yang berantai kepada yang paling dulu, hingga sampai kepada Abdullah bin Amru bin Ash, dari Nabi SAW. Bahwa ia telah bersabda :
اَلرَّاحِمُوْنَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى اِرْحَمُوْا مَنْ فِى الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِى السَّمَآءِ .

``Orang-orang yang pengasih akan dikasihani (Tuhan) yang Maha Pengasih, Maha Suci dan Maha Tinggi (Allah), sayangilah orang yang ada di muka bumi, niscaya orang yang ada dilangit (Malaikat) akan mengasihimu.`` Penjelasan : Yang dimaksud dengan مَنْ فِى الْأَرْضِtidak hanya manusia, akan tetapi meliputi binatang yang kita tidak disuruh membunuhnya. Adapun binatang-binatang yang dianjurkan untuk dibunuh adalah خَمْسُ فَوَاسِقَ(5 binatang fasik yang haram untuk dimakan), yakni : ular, gagak, tikus, anjing galak, burung elang. (HR. Muslim) Jadi, kita harus kasih sayang terhadap sesama manusia pada khususnya, makhluk hidup pada umumnya, dengan mencintainya dan berdoa bagi mereka agar mendapatkan rahmat Allah serta magfirah-Nya. Dengan begitu niscaya malaikat yang ada di langit, yang jumlahnya lebih banyak daripada penduduk bumi akan mengasihi kita. Seseorang tidak boleh mendoakan untuk seluruh kaum muslimin agar diampuni seluruh dosanya, begitu pula mendoakan orang fakir yang mempunyai hutang 100 dinar (hutang yang sangat banyak), sementara tidak ada jalan baginya yang mudah untuk itu, dengan mengatakan bahwa itu adalah rahmat Allah terhadap makhluk-Nya. Sebab, yang demikian itu bertolak belakang dengan nash-nash syar`I . Hikayat : Diceritakan, bahwa Imam Al Ghazali tampak dalam mimpi, maka ia ditanya, ``Apa yang Allah lakukan kepadamu ?``. Lalu ia menjawab, ``Allah membiarkan aku dihadapan-Nya, kemudian Allah Bersabda,`Kenapa engkau dihadapkan kepada-Ku ?` Maka aku menceritakan amalku. Allah bersabda, `Amalmu tidak aku terima, sesungguhnya Aku hanya menerima amalmu yang pada suatu hari seekor lalat hinggap diatas tintamu dan menyedot tinta yang ada pada penamu, serta engkau membiarkannya karena kasihan terhadap lalat itu.` Kemudian Allah bersabda, `Wahai para malaikat, bawalah hamba-Ku ke dalam surga.`. `` 
Sebab Memperoleh Husnul Khatimah
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِأُ مَّةِ سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ اَللَّهُمَّ ارْحَمْ اُمَّةَ سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ اَللَّهُمَّ اسْتُرْ اُمَّةَ سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ اَللَّهُمَّ اجْبُرْ اُمَّةَ سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ اَللَّهُمَّ اَصْلِحْ اُمَّةَ سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ اَللَّهُمَّ عَافِ اُمَّةَ سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ اَللَّهُمَّ احْفَظْ اُمَّةَ سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ اَللَّهُمَّ ارْحَمْ اُمَّةَ سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ رَحْمَةً عَامَّةً يَارَبَّ العَالَمِيْنَ اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِأُمَّةِ سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ مَغْفِرَةً عَامَّةً يَارَبَّ اْلعَالَمِيْنَ اَللَّهُمَّ فَرِّ جْ عَنْ اُمَّةِ سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ فَرَجًاعَاجِلًا يَارَبَّ اْلعَالَمِيْنَ .
Biasakanlah berdoa dengan doa di bawah ini : ``Ya Allah ! ampunilah umat Muhammad. Ya Allah, sayangilah umat Muhammad. Ya Allah, perbaikilah kekurangan-kekurangan ibadah umat Muhammad. Ya Allah, damaikanlah umat Nabi Muhammad. Ya Allah, sehatkanlah umat Nabi Muhammad. Ya Allah, kasihanilah umat Nabi Muhammad dengan rahmat yang menyeluruh wahai Tuhan alam semesta. Ya Allah, ampunilah umat Nabi Muhammad dengan ampunan yang menyeluruh wahai Tuhan seluruh alam.Ya Allah, hilangkanlah kesenangan yang cepat (di dunia) wahai Tuhanku seluruh sekalian alam. ``
اَللَّهُمَّ اَكْرِمْ هَذِهِ الْأُمَّةَ الْمُحَمَّدِيَّةَ بِجَمِيْلِ عَوَائِدِكَ فِى الدَّارَيْنِ اِكْرَامًا لِمَنْ جَعَلْتَهَامِنْ اُمَّتِهِ .يَارَبَّ كُلِّ شَيْءٍ بِقُدْرَ تِكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ اِغْفِرْلِىْ كُلَّ شَيْءٍ وَلَا تَسْئَلْنِىْ عَنْ كُلِّ شَيْءٍ وَلَاتُحَاسِبْنِىْ فِىْ كُلِّ شَيْءٍ وَاَعْطِنِىْ كُلَّ شَيْءٍ .
``Ya Allah, muliakanlah umat Nabi Muhammad dengan kebaikan orang-orang yang kembali kepada-Mu di dua negeri (dunia dan akhirat) dengan kemuliaan yang sempurna, bagi orang yang telah Engkau jadikan sebagai umatnya (Nabi Muhammad) SAW
`` Ya Tuhan yang memelihara segala sesuatu, dengan kekuasaan-Mu atas segala sesuatu ampunilah aku akan segala sesuatu dan janganlah Engkau menanyakan kepadaku atas segala sesuatu, dan semoga pula Engkau tidak menghisabku (di hari kiamat) atas segala sesuatu dan berilah aku segala sesuatu
يَارَبَّ كُلِّ شَيْءٍ بِقُدْرَ تِكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ اِغْفِرْلِىْ كُلَّ شَيْءٍ وَلَا تَسْئَلْنِىْ عَنْ كُلِّ شَيْءٍ وَلَاتُحَاسِبْنِىْ فِىْ كُلِّ شَيْءٍ وَاَعْطِنِىْ كُلَّ شَيْءٍ .
`` Ya Tuhan yang memelihara segala sesuatu, dengan kekuasaan-Mu atas segala sesuatu ampunilah aku akan segala sesuatu dan janganlah Engkau menanyakan kepadaku atas segala sesuatu, dan semoga pula Engkau tidak menghisabku (di hari kiamat) atas segala sesuatu dan berilah aku segala sesuatu .

Bab 2
Bab ini memuat 30 nasihat, yang terdiri dari 4 khabar dan sisanya (26) hadits atsar, yang dimaksud dengan khabar ialah ucapan nabi SAW, dan yang dimaksud dengan atsar ialah ucapan para sahabat dan tabi'in.

MAKALAH PERTAMA dari peringatan yang terdiri dari 2 butir nasihat, ialah apa yang datang dari nabi SAW
 sebagai berikut :
خَصْلَتَانِ لَا شَيْءَ اَفْضَلُ مِنْهُمَا :اَلْاِيْمَانُ بِااللهِ وَالنَّفْعُ لِلْمُسْلِمِيْنَ .
`` Dua perkara yang tidak ada satupun dapat melebihi keutamaan dari keduanya, yaitu iman kepada Allah dan berbuat kebajikan kepada kaum muslimin.

مَنْ اَصْبَحَ لَايَنْوِى الظُّلْمَ عَلَى اَحَدٍ غُفِرَلَهُ مَاجَنَى وَمَنْ اَصْبَحَ نُصْرَةَ الْمَظْلُوْمِ وَقَضَاءَ حَاجَةِ الْمُسْلِمِ كَانَتْ لَهُ كَاَجْرِ حِجَّةٍ مَبْرُوْرَةٍ
`` Barangsiapa bangun pagi dengan maksud tidak berbuat zhalim (aniaya) kepada seseorang, maka perbuatan dosa yang telah dilakukannya akan diampuni (oleh Allah ). Dan  barangsiapa yang bangun pagi dengan maksud untuk menolong orang yang teraniaya dan memenuhi kebutuhan orang muslim, maka ia akan mendapatkan pahala haji yang mabrur .``sabda Rasulullah SAW : 
اَحَبُّ الْعِبَادِ اِلَى اللهِ تَعَالَى اَنْفَعُ النَّاسِ للِنَّاسِ وَاَفْضَلُ اْلاَعْمَالِ اِدْخَالُ السُّرُوْرِ عَلَى قَلْبِ  الْمُؤْمِنِ يَطْرُدُ عَنْهُ جُوْعًا اَوْيَكْشِفُ عَنْهُ  كَرْبًا اَوُيَقْضِى لَهُ دَيْنًا

`` Orang orang yang paling dicintai oleh Allah SWT. Adalah orang yang paling berguna bagi sesamanya, dan perbuatan yang paling utama adalah membuat hati seorang mukmin menjadi seorang dengan menghilangkan rasa lapar, meringankan kesulitan atau melunasi hutangnya. ``

وَ خَصْلَتَانِ لَا شَىْءَ اَخْبَثُ مِنْهُمَا الشِّرْكُ بِاللهِ وَالضُّرُّ بِالْمُسْلِمِيْنَ. 
``Dan dua perkara yang tidak ada satupun yang dapat melebihi kejahatannya yaitu menyekutukan Allah dan  menyengsarakan kaum muslim.``) pada badannya orang islam ataupu hartanya maka sesungguhnya perintah-perntah Allah taala itu dikembalikan terhadap dua perkara yaitu mengagungkan Allah dan menyayangi mahluknya seperti firman Allah:
 وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat , dan firman Allah: 
اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ  
. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu.


Makalah ke2 sabda nabi: 

عَلَيْكُمْ بِمُجَالَسَةِ الْعُلَمَاءِ وَاسْتِمَاعِ كَلَامِ الْحُكَمَاءِ فَإنَّ اللهَ تَعَالَى يُحْيِى الْقَلْبَ الْمَيِّتَ بِنُوْرِ الْحِكْمَةِ كَمَا يُحْيِى الْاَرْضَ الْمَيِّتَةَ بِمَاءِ الْمَطَرِ.
``Hendaklah kalian berkumpul dengan ulama dan mendengarkan ucapan hukama, karena Allah SWT ,akan menghidupkan jiwa yang mati dengan cahaya hikmah, sebagaimana ia menumbuhkan (pepohonan) tanah yang gersang dengan air hujan. ``
Ath Thabari juga meriwayatkan dari Abu Hanifah sebagai berikut :

جَالِسُوا الْكُبَرَآءَ وَسَائِلُوْا الْعُلَمَاءَ وَخَالِطُوا الْحُكَمَآءَ.

`` Hendaklah kalian berkumpul (bergaul ) dengan kubaro (Para Wali-Wali Besar), dan bertanyalah kepada para ulama dan dekatkanlah kalian dengan para hukuma  (Ahli hukum).``Dalam riwayat lain juga disebutkan :

جَالِسِ الْعُلَمَآءَ وَصَاحِبِ الْحُكَمَآءَ وَخَالِطِ الْكُبَرَآءَ.


`` Berkumpulah dengan para ulama, bersahabatlah dengan hukama dan dekatlah dengan kubaro.
Keterangan :
Ulama terbagi menjadi 3 golongan :
a. Ulama yang sangat ahli dibidang hukum-hukum Allah ta’ala, yaitu ulama penasehat yang disebut dengan Ashabul fatwa.
b. Ulama yang sangat Mengenal akan Allah yang disebut dengan Hukama (Ahli hikmah/Al-‘Arif billah)
Kedua golongan ulama ini sama-sama menitikberatkan kepada upaya perbaikan tingkah laku atau akhlak. Sebab, hati mereka selalu melihat dengan makrifat-nya terhadap Allah dan selalu terbuka dengan dahaya keagungan Allah.
c. Al-Kubara, adalah orang yang lirikannya (pandangan matanya) saja memberi manfaat pada kita, maka yang pandangan matanya saja bermanfaat bagi kita, maka lebih-lebih lagi perkataan (akan lebih bermanfaat bagi kita). Didalam sebuah cerita : “imam suhrawardi mengelilingi sebagian masjid khaif di mina. Ia berjabat tangan dengan orang banyak. Orang orang bertanya kepadanya, lalu ia menjawab ; “ sesungguhnya Allah mempunyai beberapa hamba yang apabila mereka melihat kepada seseorang, mereka mengusahakan agar orang yang dilihatnya bahagia, maka saya sedang mencarinya”


Terjemah bahasa jawa disini

Selanjutnya klik disini 

Kamis, 28 Maret 2019

Terjemah sittin bag 2

Dibolehkan tayamum ketika adanya uzur dari sakit atau semisalnya, seperti orang yang takut bersuci menggunakan air terhadap fungsi anggota badannya, atau takut datangnya sakit yang ditakuti, atau takut mendapat cacat yang buruk pada anggota tubuh dan terlihat seperti muka dan kedua tangan, atau takut akan lamanya untuk sembuh,  dan seperti orang yang takut bila menuju air yang cukup dekat dengannya, takut membahayakan  dirinya (akan adanya hewan buas musuh Atau lainnya) atau takut akan hartanya (dari pencuri misalnya,) atau takut akan terpisah dari teman-temannya, atau takut akan Habisnya waktu salat, atau dia menemukan air yang dijual lebih mahal dari harga pasaran di waktu dan tempat itu, atau ia menemukan air sedangkan ia butuh air itu untuk memberi minum hewan yang terhormat yang kehausan di saat itu atau saat nantinya, atau ia butuh terhadap biaya beli air itu untuk kebutuhannya membayar hutang atau untuk biaya perjalanan atau untuk biaya nafkah hewan yang terhormat. Dan (dibolehkan tayamum pula) karena tidak kuasa dari menggunakan air seperti seseorang yang tidak menemukan air. Apabila ada luka /penyakit di anggota tubuh dan tidak ada yang menutupinya, maka dibasuh lah bagian yang sehat dari anggota tubuh itu dan bertayamum pada luka/ penyakit anggota tersebut diwaktu membasuhnya, bila hadas nya bukan hadas besar, kalau hadas besar maka tidak ada tartib antara membasuh dan mentayamumi. Apabila di luka/ penyakit itu ada yang menutupi dan takut mencopotnya, takut terjadi sesuatu dari apa yang telah disebutkan yang lalu, maka wajib membasuh seluruh yang menutupi luka Sebagai tambahan atas apa yang terdahulu, membasuhnya dengan air. Syarat-syarat tayamum ialah masuknya waktu untuk mengerjakan salat atau semisal salat. Apabila seseorang bertayamum sedang ia ragu-ragu Dalam masuknya waktu maka tidak sah tayamum nya karena tayamum itu thoharoh /bersuci darurat. tidak ada darurat sebelum masuk waktu. Syarat tayammum yang lainnya ialah upaya mencari air setelah masuk waktu, bila perlu terhadap pencarian air tersebut) yaitu kepada pencarian, maka pencarian itu wajib dari apa yang dimungkinkan adanya air disitu. Adapun bila tidak perlu mencari air karena yakin tidak ada air, atau tayammumnya sebab sakit atau sebagainya maka tayammum tidak disyaratkan harus mencari air. Syarat tayammum yang lainnya ialah ( debu yang kencucikan) dengan segala macam debu, sebagian dari yang berkenaan dengan debu/tanah ialah keadaannya berdebu yang dapat menempel diwajah dan kedua tangan seperti apa diambil dari apa yang bakal disebutkan, Allah SWT berfirman :

 فَتَيَمَّمُوا صَعِيداً طَيِّباً

maka bertayamumlah kalian dengan tanah yang baik (suci);

yaitu tanah/debu yang suci.

Keluar dengan perkataan kiyai mushonif " turob/ tanah" yaitu apu/kapur, pecahan batukapurhalus, pasir yang tak berdebu, yang tercampur dengan tepung dan semisalnya, maka tidak sah tayammum dengan salah satu yang disebutkan tadi.

dan Keluar dengan perkataan kiyai musonif lafad " thohur/suci" yaitu yang mutanjis/ yang terkena najis, begitu juga yang musta'mal yaitu apa yang tersisa dianggota tayammum sesudah mengusap/menyapunya atau yang tercecer dari anggota tayammum setelah mengenainya. Maka tidak sah tayammum dengan sesuatu dari itu tadi.

(Fardu-fardu tayammum) yaitu tayammum, yakni rukun-rukun tayammum (ada empat) pertama ialah (niat diperbolehkan  solat) atau semisalnya dari apa yang butuh diperbolehkannya kepada bersuci, seperti tawaf, menanggung mushaf, sujud tilawah atau sujud syukur. Wajib membarengkan niat ketika mengalihkan debu terus menerus sampai mengusap sesuatu dari wajah, kemudian apabila seseorang niat diperbolehkannya fardu dan sunnah maka diperbolehkan baginya fardu dan sunnah, atau niat diperbplehkannya solat [solat apasaja yang bukan fardu] atau sunnah, maka dibolehkan baginya solah sunnah tidak fardu kecuali solat jenazah. Keluar  dengan lafad "niat istibahah/ niat diperbolehkan" yaitu niat menghilangkan hadats, niat fardu tayammum, atau niat tayammum  yang difardukan, maka semua itu tidak cukup / tidak sah.

Kedua dan ketiganya fardu tayammum ialah (mengusap muka dan kedua tangan) serta kedua siku, dengan cara meratakan usapan dengan dua kali.

Allah ta'ala berfirman: 

فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم

smaka sapulah mukamu dan tanganmu.

Ke-empatnya fardu tayammaum ialah (tartib) dengan cara mengusap muka awalnya, terus mengusap kedua tangan, sbagian dari fardu tayammum juga ialah mengalihkan debu ke anggota yang diusap, dan dua kali mengalihkan debu, sekali untuk muka sekali untuk kedua tangan. (Sunah-sunah) tayammum ialah ( baca bismillah, mendahulukan yang kanan mengakhirkan yang kiri) mendahupukan bagian atas wajah mengakhirkan bawah wajah ( menipiskan debu ) dari tapak tangan kalau banyak debunya dengan cara mengibaskan keduanya atau meniupnya dengan sekiranya yang masih yang diperlukannya saja. (Muwalat) ialah meruntut ( dan selain itu semua) seperti merenggangkan jari diawal tiap usapan, mencopot cincin dipukulan usapan pertama [usapan wajah] adapun mencopotnya di pukulan usapan kedua maka itu wajib. Pekataan kiyai musonif "wasunanuhu/sunah-sunah tayammun sampai ahir perkataan" ialah gugur disebagian nusakh.

Batal-batal tayammum ialah apa-apa yang membatalkan wudu, yaitu lima perkara yang telah lalu yang jadi sebab-sebab hadats kecil, Sebagian dari apa yang membatalkan tayammum pula ialah memungkinkannya orang yang bertayammum karena tidak ada air memungkinkan menemukan air diluar solat atau ia mampu menemukan air ditengah solat Yang solat itu tidak gugur dengan tayammum, dengan alasan ia tayammum ditempat yang lumrah adanya air ditempat itu. Dan murtad. 

(Orang yang tayammum itu tayammumnya cuma untuk tiap-tiap satu fardu) walau ia belum berhadats, maka tidak boleh menggabungkan tayammum satu untuk dua fardu, dua solat, atau satu tayammum untuk dua tawaf, atau satu tayammum untuk solat dan tawaf, atau khutbah jumat dan solat jumat. Seseorang melakukan solat dengan tayammum solat sunah apa saja Yang ia kehendaki sebelum solat fardu atau sesudahnya diwaktunya atau setelahnya) karena solat sunah itu tidak dihitung, maka ada keringanan dalam solat sunah. Solat jenazah itu seperti solat sunah, maka dibolehkan antara solat fardu dan solat jenazah. Hukumnya sunah yang selain solat itu seperti hukum solat sunah dalam apa yang disebutkan kiyai musonif. Dalam suatu nusakh sebagai ganti perkataan kiyai musonif "qobla solati" dst (dan seterusnya) ialah "qoblu dan ba'du".
(Adapun solat maka syarat-sarat wajibnya ada empat) yang pertama (islam) maka solat itu tidak wajib terhadap orang kafir asli, kewajiban untuk solat yang dituntut didunia, karena solat tidak sah dari orang kafir, tetapi dia akan disiksa diakhirat atas dasar tidak solat. Adapun orang murtad maka tidak gugur baginya kewajiban solat dengan sebab murtad, maka wajib baginya apabila ia kembali pada islam meng-Qodo apa yang sudah berlalu baginya pada waktu murtad, memang benar ia harus meng-Qodo solat atau kewajiban lainya diwaktu murtad tetapi wanita yang murtad tidak mesti meng-Qodo solatnya diwaktu haid atau nifas pada saat murtad.
Kedua syarat syarat wajibnya solat ialah (balig) maka tidak wajib solat bagi yang belum balig  tetapi wajib bagi pengurus anak yang belum balig untuk memerintahkan solat bila anak itu sudah berumur tujuh tahun dengan syarat tamyiz /sudah pintar [sudah bisa makan sendiri minum sendiri cebok sendiri] dan memukulnya [ dengan pukulan yang tidak membahayakan] bila meninggalkan solat ketika sudah berumur sepuluh tahun.
Ketiga dari 4 syarat wajib solat ialah (berakal) maka tidak wajib solat terhadap orang yang hilang akalnya sebab gila, atau ayan/epilepsi, atau sebagainya. Karena berdasarkan hadits nabi:
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ
عَنِ الصَّبي حتى يبلغ وعن النائم حتى يستيقظ وعن المجنون حتى يفيق
Diangkat pena (catatan amal) dari tiga orang, dari anak kecil hingga ia balig, dari orang tidur hingga ia bangun, dari orang gila hingga ia sembuh dari gilanya.
Memang benar orang yang hilang akalnya itu tidak wajib solat tetapi siapa saja orang yang hilang akalnya dengan sebab disengaja-sengaja seperti meminum minuman yang memabukkan atau makan obat yang dapat menghilangkan akal sedang dia tahu perbuatannya dapat menghilangkan akal dan atas keinginan sendiri tanpa paksaan, maka dia wajib meng-Qodo apa yang terlewat dimasa itu, tetapi wanita tidak meng-Qodo dimasa haid dan nipas dimasa itu [ masa hilangnya akal karena sengaja ].
Keempatnya ialah(suci dari haid dan nifas) maka solat tidak wajib terhadap orang yang haid dan orang yang nifas karena tidak sahnya solat dari mereka. Syarat wajib solat disebagian Nusakh gugur / tidak tersebut.
(Syarat-syarat sahnya solat ada delapan) awalnya ialah (Tamyiz/pintar) tamyiz ialah anak yang sudah bisa memahami bila diajak bicara dan menjawabi, maka tidak sah solatnya orang yang belum tamyiz.
Kedua syarat sahnya solat ialah (mengetahui kefarduan solat) yakni solat yang difardukan, maka tidak sah solatnya orang yang tidak mengetahui kefarduan solat.
Ketiga syarat sahnya solat ialah (bisa membedakan fardunya solat dari sunah-sunahnya solat) maka kalau tidak bisa membedakan rukun dari sunah-sunahnya solat maka tidak sah solatnya kecuali ia meyakini bahwa sumua perbuatan dalam solat adalah fardu, atau orang bodoh yang beranggapan sebagian perbuatan dalam solat itu fardu dan sebagian yang lain itu adalah sunah dengan syarat tidak beranggapan terhadap yang sunah adalah fardu.
Ke-empatnya ialah (mengetahui masuknya waktu secara yakin, atau dugaan yang kuat) yaitu tahu masuknya waktu atau menduga dengan dugaan yang kuat telah masuk waktu, maka barang siapa solat tanpa itu semua maka tidak sah ibadahnya walaupun berlangsung diwaktunya.
Kelimanya ialah (menutup aurat) dengan apa yang dapat menghalangi terlihatnya warna kulit walaupun orang yang solat itu ditempat sepi dalam gelap. Maka bila tidak menutup aurat padahal mampu untuk menutup aurat maka tidak sah solatnya, (aurat laki-laki) yakni pria (dan Amat) yakni perempuan yang menjadi budak/ sahaya (ialah apa yang diantara pusar dan dengkul) karena berdasarkan hadits nabi:
اذا زوج احدكم امته عبده او اجيره فلا ينظر الى عورته والعورة ما بين السرة والركبة
apabila salah seorang dari kamu mengawinkan budak perempuannya kepada budak laki-lakinya atau kepada pembantunya maka janganlah kamu melihat auratnya dan aurat itu adalah apa yang diantara pusar dan dengkul.
Amat disamakan dengan laki-laki [dalam hukum aurat] perkataan kiyai musonif memberlakukan bahwa pusar dan dengkul bukan bagian dari aurat demikian pula hukumnya [tapi keduanya wajib ditutupi].

(Aurat perempuan merdeka [bukan budak] ialah seluruh tubuhnya kecuali muka dan kedua tapak tangannya ) luar dan dalamnya /depanbelakang sampai pergelangan tangan karena berdasarkan firman Allah:

وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا 
dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak darinya. (Annur : 31)

Berkata Ibnu Abbas dan Ibnu Umar dan Aisyah semoga Allah meridloi mereka : apa yang nampak itu wajah dan tapak tangan.
Ke-enamnya syarat sahnya solat ialah (menghadap kiblat) yakni ka'bah dengan dada maka bila seseorang yang kuasa, meninggalkan menghadap kiblat maka tidak sah solatnya (kecuali pada solat syiddatul khauf/ solat dalam perang) maka tidak disyaratkan menghadap kiblat di solat tersebut. (Dan solat sunah safar/bepergian) yang mubah ketujuan yang di ketahui, maka tidak di syarat kan menghadap kiblat pada solat sunah safar kecuali pada takbiratul ihram orang yang bepergiannya jalan kaki, pada ruku' dan sujudnya juga, dan kecuali pada orang yang solat dalam sekedop [tempat tidur yang ada dipunggung unta atau kendaraan] dan kecuali pada takbiratul ihromnya orang yang mengendarai selain apa yang disebutkan, kalau mudah menghadap kiblat disitu bila mampu. Dua perkara pengecualian ini disebagian nusakh gugur/tidak ada.
Ketujuhnya ialah (suci) badan,  (pakaian dan tempat solatnya) dari najis yang tidak dimaafkan 
Maka tidak sah solat beserta najis tersebut yang berada di salah satu dari 3 tersebut [badan,pakaian dan tempat] adapun najis yang dimaafkan maka sah solat besertanya seperti darah tumbila /bangsat/tatinggi, tahi/ kotoran lalat, darah bisul, darah luka/koreng, nanah dan shodid [lendir campur darah]. Ketahuilah sesungguhnya islam itu syarat bagi setiap ibadah yang membutuhkan niat seperti solat dan lainya hingga bila seseorang murtad dipertengahan solatnya maka batal lah solatnya, kiyai musonif tidak menyebut islam disyarat solat ini, karena islam tidak dikhususkan pada solat dan karena jelasnya islam. (Fardu-fardu solat) yakni rukun-rukun solat (ada delapan belas) yang pertama (adalah niat) karena berdasarkan hadits nabi:
اِنَّمَا اْلاَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ
Sesungguhnya sahnya amal itu dengan niat.
Wajib seseorang untuk niat dalam solat fardu akan tiga perkara, 1. Niat mengerjakan solat. 2. Niat menyatakan solat seperti subuh dan lainnya. dan 3. Niat kefarduan solat.
Yang kedua rukun solat ialah (takbiratul ihrom) yaitu ucapan Allahu akbar dan tidak apa-apa ada tambahan yang tidak mencegah nama takbir seperti lapadz Allahuljalilu akbar. Wajib membarengkan niat dengan awal Takbiratul Ihram dan terus-menerus hingga akhir Takbiratul Ihram. ketiganya ialah (berdiri bagi yang mampu) dalam salat fardu karena berdasarkan perkataan nabi SAW kepada Imron Husein dan keadaan Imron mengidap penyakit bawasir ambien, nabi berkata shalatlah kamu sambil berdiri, bila tidak mampu maka sambil duduk, bila tidak mampu juga maka sambil tiduran miring, bila tidak mampu maka tiduran terlentang, Allah tidak memberi tanggungan kepada diri seseorang kecuali semampunya. keluar dari yang mampu berdiri / kuasa berdiri yaitu orang yang tidak mampu berdiri, maka ia salat semampu sekira kira keadaannya, maka dia salat sambil duduk bila tidak mampu maka sambil tiduran miring bila tidak mampu maka sambil tiduran terlentang bila tidak mampu maka dengan isyarah pakai kedipan matanya bila tidak mampu maka ia menjalankan semua perbuatan salatnya dengan hatinya, seseorang tidaklah meninggalkan shalat selagi akalnya / kesadarannya masih ada, dan termasuk dalam pengertian tidak mampu yaitu orang yang mendapati kepayahan yang nyata dengan berdiri seperti pusingnya kepala bagi yang mengendarai perahu. Adapun salat Sunnah maka dibolehkan seseorang solat sambil duduk atau tiduran miring.
Yang ke-empat rukun solat ialah (bacaan fatihah) dalam berdiri ditiap-tiap rakaat kecuali rakaat makmum masbuk [orang yang tidak mendapati masa yang memuat untuk membaca fatihah bersama imam] dan wajib tartibnya fatihah dan mualatnya fatihah.
Yang kelima ialah (ruku') paling sedikitnya ruku' ialah membungkuk sekiranya kedua tapak tangan sampai dilututnya dengan membungkuk bukan dengan inhinas/ ngadengkeng [ leher kebelakang dada maju kedepan].
Ke-enamnya ialah ( tuma'ninah ruku') yakni ruku' dengan rupa diamnya /tenangnya anggota badanya sebelum mengangkat berdiri.
Ketujuh dan kedelapannya ialah ( i'tidal dan tuma'ninahnya) walau dalam solat sunah. Kesembilannya ialah (sujud) paling sedikit sujud ialah menempelkan sabagian dahi ke tempat sujud dengan keadaan tidak ada penghalang pada dahinya, benar tidak sah sujud kalau ada penghalang didahi/kening, tetapi bila dahinya orang solat diperban karena karena luka atau sakit dan terasa payah apabila perban itu dilepas maka cukup/tetap sah sujud dalam keadaan dahi diperban. Kesepuluhnya ialah (tuma'ninah sujud) yakni sujud, wajib menekankan seberat kepala orang yang sujud ditempat sujudnya dengan dekira-kira bila diperkirakan dibawah tempat sujud itu ada rumput atau kapas maka akan terbentuk cekungan dan jelas bekasnya ditangan bila tangan diperkirakan ada dibawah kapas itu. Wajib pula dalam sujud mengangkat bagian bawahnya orang yang solat [bokongnya] lebih tinggi bagian atasnya orang yang solat [kepala dan pundaknya] dan meletakkan/menempelkan [kesajadah atau lantai saat sujud] kedua tapak tangannya, kedua dengkulnya dan kedua tapak kakinya [telapaknya jari-jari kedua kakinya]. Kesebelas dan kedua belasnya ialah (duduk antara dua sujud dan tuma'ninahnya) yakni tuma'ninah duduk, walau dalam solat sunah. Ketiga belas, keempat belas dan kelima belasnya ialah (duduk untuk tasyahud, tasyahud/tahiyat dalam duduk itu dan baca solawat atas nabi SAW). Ketujuh belasnya ialah (tartib) terhadap rukun-rukun solat seperti apa yang telah kami sebutkan dalam hitungannya, apabila seseorang meninggalkan tartib secara sengaja dengan artian dia mendahulukan rukun fi'liy /rukun perbuatan atas tempatnya rukun fi'liy, seperti bahwasanya ia sujud sebelum ia ruku' secara sengaja maka batal solatnya, atau karena lupa, maka ia mengerjakan rukun yang tertinggal itu kalau ia sudah mengingatnya sebelum ia mengerjakan rukun yang serupa dengan yang tertinggal itu, apabila tidak ingat hingga mengerjakan rukun yang serupa dengan yang tertinggal itu, maka sempurna rakaatnya dengan sebab yang dikerjakannya dan sia-sia apa antara  rukun yang tertinggal {matruk} dan rukun yang dikerjakan {maful} dan ia mesti menyusul rukun yang masih tersisa.
Ketujuh belasnya ialah (mualat) yang dimaksud dengan mualat seperti apa yang disebut imam Rafi'i karena ikut pada imam ialah tidak memanjangkan rukun yang pendek yakni i'tidal dan duduk antara dua sujud, apabila orang yang solat rukun yang pendek secara sengaja dengan diam atau dengan dzikir yang tidak disyariatkan /tidak diperintahkan padanya maka batal solatnya. Ibnu sholah menggambarkan terhadap meninggalkan mualat dengan apa yang bilamana seseorang melakukan uluk salam dalam keadaan lupa dan panjangnya/lamanya pisah {karena lupa} maka sesungguhnya solatnya batal karena ada pemisah karena sesungguhnya orang itu bukan orang yang solat sebenarnya, sebagian ulama yang lain menggambarkan terhadap meninggalkan mualat dengan apa yang bilamana seseorang ragu-ragu/bimbang pada niat solatnya dan ia belum melewatkan/melakukan suatu rukun tetapi ia melamakan masa bimbang maka sesungguhnya solatnya batal karena sesungguhnya yang tersebut itu membatalkan mualat.
Kedelapan belasnya ialah (uluk salam pertama) paling sedikit bacaan salam ialah "ASSALAMU 'ALAIKUM"
اَلسَّلَامُ عَلَيْكُم
Adapun niat keluar dari solat maka itu bukan bagian dari rukun-rukun solat menurut qaul ashoh [perkataan/pendapat yang kuat].
(Lafad-lafad tasyahud) kiyai musonif memaksudkan dengan tasyahud disini ialah apa yang mencakup terhadap Sholawat nabi SAW (ada lima kalimat) awal dari lima ialah:
اَلتَّحِيَّاتُ لِلّٰه
(ATTAHIYYATU LILLAH )
Segala kehormatan bagi Alloh.
Ke-duanya ialah:
سَلَامٌ عَلَيْكَ اَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ
(SALAAMUN 'ALAIKA AYYUHAN NABIYYU WAROHMATULLOHI WABAROKAATUH)
Keselamatan {semoga tercurah} atasmu wahai nabi dan rahmat Allah dan berkah Allah. Ketiganya ialah
سَلَامٌ عَلْيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللّٰهِ الصَّالِحِيْنَ.
(SALAAMUN 'ALAINA WA'ALAA 'IBAADILLAAHIS SHOOLIHIIN)
Keselamatan {semoga tercurah} atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang soleh.
Keempatnya ialah:
اَشْهَدُ اَن الَّا اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللّٰهِ
(ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLALLOH, WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAR ROSULULLOH.)
Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya nabi Muhammad utusan Allah.
Kelimanya ialah:
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى مُحَمَّدٍ
(ALLAHUMMA SHOLLI 'ALA MUHAMMAD)
YaAllah limpahilah rahmat kepada nabi Muhammad
(Itulah)yakni apa yang kiyai musonif sebutkan dari lafad-lafad tasyahud (yang wajib) sebagian dari apa yang dapat mencukupi/sah pula ialah lafadz: وان محمدا رسول الله WA ANNA MUHAMMADAR ROSUULULLOH atau lafadz: وان محمدا عبده ورسوله WA ANNA MUHAMMADAN 'ABDUHU WAROSUULUHU dengan menggugurkan /menghilangkan lafadz اشهد ASYHADU pada keduanya, dan sebagian dari apa yang mencukupi pula pada solawat atas nabi SAW ialah bacaan :
صلى الله على محمد
SOLLALLOHU 'ALA MUHAMMAD atau صلى الله على رسوله SOLLALLOHU 'ALA ROSUULIH, atau:  صلى الله على النبي SOLLALLOHU 'ALAN NABIYY, dan dijumpai disebagian nusakh lafadz السلام ASSALAAMU secara m'arifat {adanya alif lam dan tidak ditanwin } pada dua tempat dan tidaklah assalamu secara ma'rifat itu wajib dan sesungguhnya itu lah yang paling utama .
(dan lafadz: آله ALIHI ) dan keluarganya yakni keluarga Muhammad (dan apa yang setelahnya) yaitu dari lafad-lafad tasyahud yakni sesungguhnya apa yang selain lafad-lafad yang lima tadi (adalah dari sunah-sunah) yang paling sempurna lafad-lafad tasyahud [wajib dan sunah] adalah :

ﺍَﻟﺘَّﺤِﻴَّﺎﺕُ ﺍﻟْﻤُﺒَﺎﺭَﻛَﺎﺕُ ﺍﻟﺼَّﻠَﻮَﺍﺕُ ﺍﻟﻄَّﻴِّﺒَﺎﺕُ ِﻟﻠﻪِ، ﺍﻟﺴَّﻼَﻡُ ﻋَﻠَﻴْﻚَ ﺍَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﻭَﺭَﺣْﻤَﺔُ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺑَﺮَﻛَﺎﺗُﻪُ، ﺍﻟﺴَّﻼَﻡُ ﻋَﻠَﻴْﻨَﺎ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﻋِﺒَﺎﺩِﺍﻟﻠﻪِ ﺍﻟﺼَّﺎﻟِﺤِﻴْﻦَ، ﺃَﺷْﻬَﺪُ

ﺍَﻥْ ﻵ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّﺍﻟﻠﻪُ ﻭَﺍَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥَّ ﻣُﺤَﻤَّﺪًﺍ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪُ، ﺍَﻟﻠﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻋَﻠَﻰ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ # ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺁﻝِ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ، ﻛَﻤَﺎ ﺻَﻠَّﻴْﺖَ ﻋَﻠَﻰ  ﺍِﺑْﺮَﺍﻫِﻴْﻢَ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺁﻝِ  ﺍِﺑْﺮَﺍﻫِﻴْﻢَ ﻭَﺑَﺎﺭِﻙْ ﻋَﻠَﻰ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺁﻝِ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻛَﻤَﺎ بَارَﻛْﺖَ ﻋَﻠَﻰ ﺍِﺑْﺮَﺍﻫِﻴْﻢَ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺁﻝِ ﺍِﺑْﺮَﺍﻫِﻴْﻢَ ﻓِﻰ ﺍﻟْﻌَﺎﻟَﻤِﻴْﻦَ ﺇِﻧَّﻚَ ﺣَﻤِﻴْﺪٌ ﻣَﺠِﻴْﺪٌ

ATTAHIYYATUL MUBAAROKAATUSH SHOLAWATUTH THOYYIBATU LILLAH ASSALAAMU 'ALAIKA AYYUHAN NABIYYU WAROHMATULLOOHI WABAROKAATUH ASSALAAMU 'ALAINA WA 'ALAA 'IBADILLAHISH SHOLIHIIN , ASYHAHU ALLAA ILAAHA ILLALLOOH, WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAR ROSUULULLOOH ALLOOHUMMA SHOLLI 'ALAA MUHAMMAD, WA 'ALAA AALI MUHAMMAD, KAMAA SHOLLAIYTA 'ALAA IBROOHIIM, WA'ALAA AALI IBROOHIIM, WABAARIK 'ALAA MUHAMMADIIN WA'ALAA AALI MUHAMMAD, KAMAA BAAROKTA 'ALAA IBROOHIIMA WA'ALAA AALI IBROOHIIM FIL 'AALAMIINA INNAKA HAMIIDUM MAJIID,

Segala kehormatan, keberkahan, kebaikan bagi Allah, salam, rahmat dan berkahnya kupanjatkan kepadamu wahai nabi (Muhammad) salam (keselamatan) semoga tetap untuk kami dan seluruh hamba yang soleh-soleh, aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya nabi Muhammad itu utusqn Allah, ya Allah limpahilah rahmat kepada nabi  Muhammad, dan keluarga nabi  Muhammad sebagaimana telah engkau beri rahmat kepada nabi ibrohim dan keluarga nabi ibrohim, dan limpahilah berkah atas nabi Muhammad dan keluarga nabi Muhammad sebagaimana telah engkau beri berkah kepada nabi ibrohim dan keluarga nabi ibrohim, diseluruh alam semesta engkau lah yang terpuji dan maha mulia.

(Fardu-fardu solat) terbagi atas tiga bagian (sebagian dari fardu solat yang tiga) ialah apa yang disebut (fardu golongan hati) sebagai dari fardu solat yang tiga) ialah apa yang disebut fardu golongan lisan/ perkataan/bacaan) sebagian dari fardu solat yang tiga ialah apa yang disebut fardu golongan badan/ perbuatan, bagian fardu yang awal) yakni golongan hati ialah (niat) karena sesungguhnya tempatnya niat ialah hati, berkata dengan bacaan niat sesungguhnya itu adalah sunah. (Yang kedua)yakni golongan lisan / bacaan (ialah takbiratul Ihram, baca fatihah, bacaan tasyahud/ attahiyat pada duduk terakhir, bacaan Sholawat atas nabi SAW pada duduk terakhir, dengan salam yang pertama, yang ketiga) yakni rukun golongan badan/ gerakan (ialah sisa fardu-fardu solat) yang 18 perkataan kiyai musonif lafad "WAFURUDUS SHOLAATI 'ALA TSALATSATI AQSAMI hingga akhir" gugur dari sebagin nusakh.

(Sunah-sunah solat itu Ab'ad dan Haiat ) sunah ab'ad ada enam, ( pertamanya ialah doa qunut) pada i'tidal yang kedua solat subuh dan i'tidal rakaat terakhir solat witir separuh terahir bulan romadlon. Yang keduanya ialah (bacaan tasyahud awal) yang dimaksud tasyahud awal ialah lafad yang wajib dalam tasyahud akhir seperti apa yang disebutkan oleh muhibut thobari apa yang disebutkan itu menghendaki / menunjukan mengedepankannya imam Rafi'i untuk baca Sholawat atas nabi SAW. Keempatnya ialah (duduk pada tasyahud) yakni pada tasyahud awal. Kelimannya ialah ( baca Sholawat atas nabi SAW dalam tasyahud) yakni tasyahud awal. Ke-enamnya ialah baca Sholawat (atas keluarganya ) nabi SAW (pada tasyahud akhir), jama'ah ulama menambahkan terhadap enam ini menjadi tujuh yaitu baca Sholawat atas nabi SAW pada doa qunut terdahulu, dinamakan sunah-sunah ini dengan sunah ab'ad karena dekatnya sunah ini dengan ditambal dengan sujud sahwi, dekat dari ab'ad hakiki yakni rukun.

Lafad-lafad doa qunut ialah:

اَللّهُمَّ اهْدِنِىْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِى فِيْمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِىْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِىْ فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَقِنِيْ شَرِّمَا قََضَيْتَ، فَاِ نَّكَ تَقْضِىْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَاِ نَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ , وَصَلَّى اللهُ عَلَى  النَّبِيِّ اْلاُمِّيِّ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

“Ya Allah berilah aku petunjuk beserta orang-orang yang telah Engkau tunjukkan. Dan berilah kesehatan kepadaku sebagaimana orang-orang yang telah Engkau telah berikan kesehatan. Dan peliharalah diriku sebagaimana orang yang telah Engkau peliharakan. Dan berilah keberkahan bagiku pada apa-apa yang telah Engkau kurniakan. Dan selamatkan aku dari bahaya kejahatan yang Engkau telah tentukan. Maka sesungguhnya Engkaulah yang menghukumi dan engkau tidak terkena hukum. Maka sesungguhnya tidak hina orang yang Engkau sayangi. Dan tidak mulia orang yang Engkau memusuhinya. Maha berkahlah Engkau wahai Tuhan kami dan Maha tinggi. Dan semoga Allah mencurahkan rahmat atas Nabi yang Ummiy Muhammad, keluarga dan sahabatnya dan semoga Allah mencurahkan salam.
Disunahkan mengangkat kedua tangan pada doa qunut, dan tidak disunahkan mengusap wajah setelah selesai doa qunut, dan imam menggunakan lafad jama', doa qunut disunahkan bagi imam, orang yang solat sendirian (munfarid), makmum yang tidak bisa mendengar doa qunutnya imam, bila ia dapat mendengar maka makmum meng-Amininya, dan membacakan pujian, permulaan pujian ialah lafadz "fainnaka taqdi".
Sunah ab'ad yang enam yang lalu dan semisalnya ialah tujuh yang lalu itu bila tertinggal atau satu saja yang tertinggal maka sunah sujud sahwi, karena nabi SAW langsung berdiri dari dua rakaat solat dhohor dan beliau tidak duduk tasyahud awal, kemudian beliau sujud pada akhir solat dengan dua sujud sebelum salam, dan dijadikan ukuran hadits ini terhadap sunah Ab'ad lainnya, dan hukum ini berjalan pada imam, munfarid, adapun Makmum ketika ia lupa maka imamnyalah yang menanggungnya imam yang tidak berhadats, Seperti halnya makmum mendapati imam yang lupa. Sujud sahwi ialah dua sujud seperti sujud solat. Dua sujud itu dilakukan setelah tasyahud, sebelum salam. Apabila mosholli(orang yang solat) tidak mengerjakan sujud sahwi maka tidak ada sesuatu baginya (yang membatalkan) dan solatnya berlalu dalam keadaan sah. Sujud sahwi waktunya terlewat dengan salam yang sengaja begitupula salam yang lupa dengan syarat lamanya pisah / tenggang.

Sunah haiat tidak ada sujud sahwi karenanya, bila sunah itu tidak dikerjakan, karena tidak ada perintah yang warid padanya. Sunah haiat itu ada banyak, diantaranya ialah menganggat kedua tangan ketika permulaan takbiratul ihram secara membetuli/sejajar [ dengan dzal yang bertitik, yaitu membetuli/mensejajari] kedua pundak [ tatsniyahnya lafad mankib, ialah tempat berkumpulnya (sendi) tulang tangan dan tulang belikat. Dengan rupa ujung jari jari kedua tangan dan bagian atas telinga sejajar tingginya kedua jempol sejajar dengan yang lunaknya telinga, kedua tapak tangan sejajar dengan kedua pundak. sebagian dari sunnah haiat ialah meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri dengan pilihan antara meletakkan tangan kanan pada lebar pergelangan tangan. Dan menghamparkan tangan kanan di hasta tangan kiri, meletakannya dibawah dada diatas pusar. Sebagian dari sunah haiat ialah memandang kearah tempat sujud disepanjang solatnya kecuali ketika baca tasyahud maka sesungguhnya sunahnya ialah pandangan (saat tasyahud) tidak melewati jari telunjuk. Sebagian dari sunah haiat ialah doa iftitah secara sir (dibaca tidak nyaring) setelah takbiratul Ihram, bacaan doa iftitah yang ringkas ialah:

ﺍَﻟﻠﻪُ ﺃَﻛْﺒَﺮُ ﻛَﺒِﻴْﺮًﺍ ﻭَﺍﻟْﺤَﻤْﺪُ ِﻟﻠﻪِ ﻛَﺜِﻴْﺮًﺍ ﻭَﺳُﺒْﺤَﺎﻥَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺑُﻜْﺮَﺓً ﻭَﺃَﺻِﻴْﻼً 

ALLAHU AKBAR KABIIRO WALHAMDULILLAAHI KATSIIRO WASUBHAANALLOHI BUKROTAW WA-ASHIILA ,

Allah maha besar yang maha agung, segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, mahasuci Allah dipagi dan sore.

Sempurna nya doa iftitah ialah:

ﻭَﺟَّﻬْﺖُ ﻭَﺟْﻬِﻲَ ﻟِﻠَّﺬِﻱْ ﻓَﻄَﺮَﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ ﻭَﺍْﻷَﺭْﺽَ ﺣَﻨِﻴْﻔًﺎ ﻣُﺴْﻠِﻤًﺎ ﻭَﻣَﺎ ﺃَﻧَﺎ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﺸْﺮِﻛِﻴْﻦَ . ﺇِﻥَّ ﺻَﻼَﺗِﻲْ ﻭَﻧُﺴُﻜِﻲْ ﻭَﻣَﺤْﻴَﺎﻱَ ﻭَﻣَﻤَﺎﺗِﻲْ ِﻟﻠﻪِ ﺭَﺏِّ ﺍﻟْﻌَﺎﻟَﻤِﻴْﻦَ . ﻻَﺷَﺮِﻳْﻚَ ﻟَﻪُ ﻭَﺑِﺬﻟِﻚَ ﺃُﻣِﺮْﺕُ ﻭَﺃَﻧَﺎ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ .

Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam, tidak ada sekutu bagi-Nya; dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah termasuk dari orang yang  berserah diri (islam).

Apa yang disebutkan kiyai musonif bahwa sunah (doa iftitah) dapat berhasil dengan lafadz Allahu akbar kabiiro sampai ahir (wa-ashiila) adalah sahih maka sungguh imam an-nawawi telah berkata dalam kitab syarah muhadzab setelah imam an-nawawi menyebut "wajjahtu" dan seterusnya, telah warid/datang dalam beberapa hadits shahih (doa iftitah) dzikir yang lain yang dapat menghasilkan sunah dengan tiap salahsatu darinya, walaupun apa yang telah kami sebutkan ialah yang lebih utama dari dzikir-dzikir yang lain tersebut, apa yang kami sebutkan itu ialah

ﺍَﻟﻠﻪُ ﺃَﻛْﺒَﺮُ ﻛَﺒِﻴْﺮًﺍ ﻭَﺍﻟْﺤَﻤْﺪُ ِﻟﻠﻪِ ﻛَﺜِﻴْﺮًﺍ ﻭَﺳُﺒْﺤَﺎﻥَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺑُﻜْﺮَﺓً ﻭَﺃَﺻِﻴْﻼً .

Sebagian dari sunah ab'ad yang banyak itu ialah selain itu tersebut, yakni sunah-sunah yang masyhur, semisal ta-awwudz (اعوذ بالله من الشيطان الرجيم ) dibaca tidak nyaring dalam tiap-tiap rakaat sebelum bacaan fatihah, bacaan amin setelah Fatihah.

Membaca surat atau sebagiannya setelah Fatihah bagi Imam, orang yang salat sendirian,dan makmum yang tidak mendengar bacaan surat Imam pada 2 rakaat awal, dan pada rakaat ketiga dan keempat bagi selain orang yang didahului oleh Imam dengan dua rakaat awal [karena rakaat ketiga dan keempat itu adalah dua rakaat awal bagi dia, pen ]

Membaca nyaring ketika baca al-fatihah (dan surat) pada salat subuh, Jumat, 2salat hari raya, gerhana bulan, dan 2 rakaat awal dari magrib dan Isya. membaca samar pada apa yang selain itu tadi. membaca surat Alif Lam Mim Tanzilu (surat Sajadah) pada rakaat pertama dari subuh Jumat dan surat hal Ata (Al Insan) pada rokaat kedua. dan Uluk salam kedua

Lanjut disini

Terjemah kitab kuning

Taqrib tengah Safinatun naja   Fathul muin Nashoihul ibad Syarah sittin Jurumiah Riyadul badiah Ta'limul muta...